Â
Â
Dalam hal diplomasi, Cina menghadapi posisi yang sulit karena harus menyeimbangkan dukungannya terhadap sekutunya, Korea Utara, dengan tekanan internasional untuk menghentikan program nuklir Pyongyang. Cina, sebagai salah satu anggota Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto, sering kali menghadapi kritik karena dianggap tidak cukup menekan Korea Utara untuk mematuhi resolusi internasional. Dukungan Cina kepada Korea Utara merupakan bagian dari strategi geopolitik yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan kekuatan di Asia Timur dan menghindari kemunculan Korea Utara yang lemah yang dapat menyebabkan arus pengungsi besar-besaran ke Cina atau kekacauan di perbatasan. Namun, pada saat yang sama, Cina harus menghadapi desakan dari komunitas internasional yang meminta tindakan yang lebih tegas terhadap program nuklir Korea Utara.
Â
Â
Konflik ini juga berdampak pada kestabilan ekonomi kawasan yang penting bagi Cina. Ketidakstabilan yang disebabkan oleh ketegangan di Semenanjung Korea dapat mengganggu jalur perdagangan utama yang melewati kawasan ini, mempengaruhi investasi asing, serta menyebabkan volatilitas di pasar keuangan regional. Perdagangan adalah komponen krusial dari ekonomi Cina, dan gangguan dalam rantai pasokan atau peningkatan ketegangan di kawasan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan risiko bagi investor. Cina, sebagai pusat manufaktur global dan hub perdagangan, harus menangani dampak dari fluktuasi ekonomi yang mungkin timbul akibat ketidakstabilan regional, dan mencari cara untuk melindungi kepentingan ekonominya sambil menghadapi tantangan diplomatik dan keamanan yang ditimbulkan oleh konflik tersebut[3].
Â
Â
Dampak terhadap Jepang
Â
Konflik nuklir di Semenanjung Korea memiliki dampak signifikan terhadap Jepang, terutama dalam hal keamanan nasional dan kebijakan luar negeri. Ancaman nuklir dari Korea Utara memaksa Jepang untuk memperkuat sistem pertahanan dan meningkatkan kerjasama dengan sekutu-sekutunya, terutama Amerika Serikat. Jepang juga harus menghadapi risiko langsung terhadap keselamatan warganya dan wilayahnya, mengingat kemampuan Korea Utara untuk meluncurkan serangan nuklir. Selain itu, ketegangan ini mempengaruhi kebijakan Jepang yang dikenal sebagai negara "pasifis" dan "non-nuklir," memaksa Jepang untuk menyesuaikan kebijakan keamanannya dalam menghadapi ancaman yang terus berkembang[4].