Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Langit di Bawah Kasur

25 Januari 2025   11:47 Diperbarui: 25 Januari 2025   11:47 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di kejauhan, aku melihat sebuah pohon besar. Cabang-cabangnya menjulang tinggi, penuh dengan daun-daun berwarna hijau terang. Di bawah pohon itu, ada seorang anak kecil yang sedang duduk, memegang sesuatu di tangannya. Aku mendekat, merasa aneh tapi juga penasaran. Anak itu tampak asyik dengan dunianya sendiri, seolah-olah tidak menyadari kehadiranku.

"Hey," panggilku. Suaraku terdengar sedikit gemetar, mungkin karena aku masih belum percaya dengan apa yang kulihat.

Anak itu menoleh. Wajahnya polos, dengan mata besar yang memancarkan rasa ingin tahu. Dia tidak terlihat takut, hanya sedikit terkejut.

"Kamu siapa?" tanyanya.

"Aku... aku juga tidak tahu," jawabku, jujur. "Kamu?"

Anak itu mengangkat bahu. "Aku juga tidak tahu. Aku hanya ada di sini."

Aku duduk di sebelahnya, mencoba melihat apa yang sedang dia pegang. Itu adalah sebuah benda kecil, seperti bola kaca yang di dalamnya ada miniatur rumah-rumah dan pohon-pohon. Ketika dia menggoyangkannya, salju kecil mulai turun di dalam bola itu, meskipun di luar sini tidak ada tanda-tanda musim dingin.

"Kamu tinggal di sini?" tanyaku.

Anak itu mengangguk. "Aku tidak ingat pernah tinggal di tempat lain."

Aku ingin bertanya lebih banyak, tapi aku tidak tahu harus mulai dari mana. Dunia ini---langit ini---terlalu aneh untuk dijelaskan, tapi entah kenapa, aku merasa nyaman berada di sini. Seolah-olah semua kekhawatiran dan masalahku di dunia nyata menghilang begitu saja.

Kami duduk di sana cukup lama, hanya diam, menikmati keheningan yang tidak pernah kutemukan di rumah. Aku tidak tahu berapa lama aku berada di sana, tapi ketika aku akhirnya memutuskan untuk kembali, anak itu menatapku dengan tatapan sedih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun