Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tiga Puluh Tujuh Detik

23 Januari 2025   10:07 Diperbarui: 23 Januari 2025   12:06 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: KOMPAS/SUPRIYANTO)

Aku tidak pernah tahu apa yang harus dilakukan dalam waktu tiga puluh tujuh detik. 

Itu bukan waktu yang cukup lama untuk melakukan sesuatu yang berarti, tapi juga terlalu panjang untuk hanya dibiarkan berlalu begitu saja. Seperti saat menunggu lift yang tidak pernah datang, atau berdiri di antrian kasir sementara orang di depan sibuk mencari koin di dompetnya. 

Tiga puluh tujuh detik adalah kekosongan kecil yang membuat kita sadar bahwa kita hidup, tapi tidak benar-benar melakukan apa-apa.

Hari itu, aku punya tiga puluh tujuh detik untuk memutuskan apakah aku akan menyelamatkan seekor burung atau tidak.

Burung itu tergeletak di tengah trotoar, sayapnya terlipat aneh, matanya seperti kaca pecah yang tak lagi merefleksikan apa-apa. Aku menemukannya ketika sedang berjalan pulang dari minimarket. 

Di tanganku ada sebungkus keripik kentang rasa sapi panggang dan minuman soda kaleng yang entah kenapa aku beli meskipun aku tidak terlalu suka soda. Aku berhenti, menatap burung itu, dan mencoba berpikir.

Seseorang pernah bilang, kalau burung itu tergeletak di tanah dan tidak terbang, mungkin ada alasan. Mungkin dia sakit. Mungkin dia sekarat. Atau mungkin dia hanya lelah dan butuh istirahat sebentar sebelum kembali terbang. 

Tapi aku tahu, kalau aku meninggalkannya begitu saja, burung itu tidak akan punya kesempatan. Di belakangku, ada sepeda motor melaju di jalan. 

Di depan, ada anak-anak kecil yang sedang bermain bola. Aku tahu ini adalah salah satu dari momen-momen tiga puluh tujuh detik itu. Aku harus memilih sekarang.

Aku jongkok dan meletakkan keripik kentang dan soda di samping kakiku. Burung itu tidak bergerak. Aku merogoh kantong jaketku dan mengeluarkan selembar tisu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun