"Apa yang akan dipikirkan orang tentang saya saat saya meninggal? Siapa yang peduli?" katanya.Â
Ada yang menyebut pernyataan ini sinis, tetapi saya melihatnya sebagai penerimaan. Tyson telah mencapai titik di mana ia tidak lagi mencoba melawan dunia. Ia hanya ingin berada di dalamnya, dengan caranya sendiri, dalam waktu yang tersisa.Â
***
Malam itu, Tyson kalah. Tetapi di luar ring, ia adalah pemenang. Pertandingan itu adalah refleksi, bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk kita yang menontonnya. Ia mengingatkan bahwa usia, waktu, dan ekspektasi orang lain adalah sesuatu yang tidak perlu kita taklukkan. Yang terpenting adalah bagaimana kita berdamai dengan diri sendiri.Â
Dalam hidup ini, seperti dalam sebuah pertandingan, kita tidak selalu menang. Tetapi apa yang kita lakukan dengan kekalahan kita adalah cermin dari siapa kita sebenarnya. Tyson, dengan segala kesederhanaannya, mengajarkan bahwa kekalahan tidak berarti akhir.Â
Malam itu, ia memberikan pelajaran penting: bahwa hidup, seperti selembar foto buram, adalah sesuatu yang hanya bisa kita maknai saat kita melihatnya kembali dari kejauhan. Dan dari sana, kita mungkin menemukan bahwa, di tengah semua kerumitan, ada saat-saat kecil yang penuh keberanian dan kejujuran yang patut dirayakan.Â
Mike Tyson di usia 58, berdiri di tengah sorak-sorai, tubuh yang penuh luka, tetapi dengan jiwa yang damai, adalah bukti bahwa dalam hidup, tidak ada kemenangan yang lebih besar daripada berdamai dengan diri sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H