Di atas mobil bak terbuka yang terparkir di tempat pembuangan sampah, sekelompok peternak berdiri, menumpahkan susu segar yang baru saja mereka perah.
Adegan tersebut menunjukkan kekecewaan yang mendalam, di mana susu yang seharusnya menjadi sumber penghidupan bagi peternak lokal kini terbuang sia-sia.
Sekitar 50 ribu liter susu dituangkan begitu saja ke tanah---aksi simbolis yang mencerminkan kepedihan sekaligus protes mereka atas kebijakan yang semakin menyulitkan (detik.com, 10/11/2024).
Aksi yang terjadi di Boyolali ini bukan sekadar protes spontan. Ini adalah puncak dari keresahan para peternak susu yang tak lagi mampu menahan beban akibat ketidakadilan pasar.
Kebijakan impor yang terus berjalan tanpa batasan yang jelas telah menyebabkan overproduksi susu lokal yang tidak terserap oleh industri pengolahan dalam negeri. Akibatnya, mereka terpaksa membuang produk yang menjadi hasil jerih payah mereka setiap harinya.
Kondisi Peternak Susu di Boyolali
Dalam gambar tersebut, terlihat jelas bagaimana peternak di Boyolali bergulat dengan realitas pahit yang dipaksakan oleh kebijakan pasar.
Sugeng, salah satu peternak, menceritakan bahwa tindakan membuang susu merupakan langkah terakhir setelah semua upaya lain tak membuahkan hasil.Â
Keterbatasan kuota yang ditetapkan oleh industri pengolahan membuat mereka terpaksa menanggung stok berlebih yang tidak dapat dijual. Mereka tidak punya pilihan lain selain menumpahkan susu hasil perahan, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang tak berpihak pada mereka (kompas.com, 08/11/2024).
Budi, seorang pengepul susu, juga menyampaikan kekecewaannya. "Setiap hari kami harus memilih, berapa banyak susu yang bisa dijual dan berapa yang harus dibuang," ujarnya.Â
Hal ini terjadi karena pabrik yang biasanya membeli susu lokal mulai beralih ke susu impor yang lebih murah, menekan peternak lokal yang kini kesulitan menjual hasil produksinya.