Dari Pasar Klewer ke Puncak Asia Tenggara
Ada sebuah cerita dari Pasar Klewer di Solo, tempat H.M. Lukminto memulai perjalanannya. Sritex, nama yang kini mendunia, lahir dari kios kecil ini. Dulu, Lukminto hanya menjual kain.
Setiap benang yang dijual di kios itu adalah harapan dan keyakinan pada masa depan. Tak lama, ia beralih menjadi produsen. Saat itulah nama Sritex mulai tumbuh besar, terutama setelah mendapat dukungan penuh dari Orde Baru.
Pada 1992, Sritex berhasil mendirikan pabrik pertamanya yang diresmikan langsung oleh Presiden Soeharto. Dari seragam militer hingga pakaian sekolah, Sritex menjadi pemain utama dalam industri tekstil nasional.
Namun, kejayaan ini tidak berjalan tanpa harga. Kedekatan Sritex dengan kekuasaan Orde Baru memberikan akses istimewa kepada tender-tender pemerintah dan kontrak militer.
Hubungan ini, meski membawa manfaat, juga membawa beban politik yang melekat pada perusahaan. Saat angin politik berubah, banyak kontrak yang dulu bisa diandalkan pun lenyap.
Tekanan Ekonomi dan Senjakala Industri Tekstil
Pada akhir 1990-an, tekstil Indonesia mulai dicap sebagai "sunset industry." Istilah ini, yang berarti industri tak lagi menjanjikan, menjadi stigma yang melekat pada sektor tekstil dan menyebabkan banyak perbankan ragu memberikan kredit kepada pelakunya.
Tekanan lain datang dari persaingan global yang semakin ketat. China, dengan produksi murah, membanjiri pasar dunia. Harga tekstil mereka terlalu murah untuk disaingi.
Banyak produsen tekstil Indonesia, termasuk Sritex, mulai kesulitan menjaga daya saing. Pada 2021, Sritex mulai melaporkan kerugian yang terus meningkat. Laporan tahunan menunjukkan rugi bersih lebih dari 1 miliar dolar AS. Situasi ini berlanjut hingga 2024, dengan kerugian kuartal kedua mencapai 10 juta dolar AS (Fortune Indonesia, 20/10/2024; Tempo.co, 19/10/2024).
Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyebut bahwa perusahaan menghadapi tekanan dari barang impor murah dan penurunan permintaan ekspor.
Ini menjadi pukulan berat bagi Sritex yang selama bertahun-tahun menggantungkan hidupnya pada pasar domestik yang terlindungi.