Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Sirtex: Benang-Benang Nasib dalam Kain yang Mulai Lusuh

30 Oktober 2024   09:51 Diperbarui: 30 Oktober 2024   10:29 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sritex adalah penyerap tenaga kerja terbesar di sektor tekstil, dengan lebih dari 50.000 karyawan yang menggantungkan hidup pada perusahaan ini.

Pengamat industri mengingatkan, tanpa bantuan, efek domino dari kebangkrutan Sritex akan terasa di sektor tekstil secara keseluruhan.

Sritex tidak hanya perusahaan; ia adalah simbol dari ribuan pekerja yang telah mengabdikan hidup mereka untuk industri ini.

Namun, bantuan dana juga memiliki konsekuensinya sendiri. Dana publik harus digunakan secara bijak, terutama di tengah krisis yang juga menghantam sektor-sektor lainnya.

Menjemput Masa Depan dengan Pandangan yang Berbeda

Seiring berubahnya lanskap industri global, sektor tekstil Indonesia perlu membangun kembali posisinya.

Saat ini, pasar dunia terbuka untuk produk-produk berkualitas tinggi dan berkelanjutan.

Beberapa pengamat menyebut, daripada terus menganggap tekstil sebagai "sunset industry," Indonesia sebaiknya mulai mengarahkan sektor ini ke pasar yang lebih spesifik.

Misalnya, dengan memproduksi kain-kain organik atau mode ramah lingkungan yang sedang digemari di pasar internasional (Bisnis.com, 17/10/2024).

Namun, langkah ini memerlukan kebijakan yang mendukung dan investasi dalam pelatihan tenaga kerja serta peningkatan teknologi produksi.

Pemerintah, industri, dan pihak swasta harus bekerja sama untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi tekstil Indonesia.

Tanpa ini, akan sulit untuk mengembalikan kejayaan industri yang pernah menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun