Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Memilih Pemimpin di Era Antroposen, Saatnya Memilih Pemimpin dari Jejak Karbonnya!

29 Oktober 2024   15:54 Diperbarui: 29 Oktober 2024   19:05 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bumi terasa semakin lelah. Hutan-hutan tropis yang dulu hijau kini tersisa sedikit. Lautan yang luas kini penuh sampah. Udara yang kita hirup, semakin beracun. 

Kita hidup di masa di mana dampak perbuatan manusia tampak jelas pada bumi ini. Setiap hari, kita melihat tanda-tanda yang tak bisa kita abaikan. 

Bencana datang lebih sering, dan kondisi cuaca tak lagi bisa diprediksi. Selamat datang di era Antroposen, zaman di mana ulah manusia telah memberi luka yang dalam pada planet ini.

Di tengah kekacauan iklim yang tak lagi bisa dipungkiri, kita dihadapkan pada pilihan: apakah kita memilih pemimpin yang peduli pada bumi, atau yang justru memberi beban lebih berat pada lingkungan ini? 

Sebab, pemilihan bukan hanya soal siapa yang bisa berbicara lantang. Pemilihan adalah soal siapa yang bisa bertindak bijak. Apakah mereka tahu cara menjaga bumi ini, atau apakah mereka hanya akan menambah masalah?

Apa Itu Jejak Karbon dan Mengapa Penting?

Setiap tindakan manusia di bumi ini meninggalkan jejak. Mulai dari perjalanan, penggunaan energi, hingga konsumsi sehari-hari, semua meninggalkan dampak yang nyata. 

Kita menyebutnya sebagai jejak karbon. Singkatnya, jejak karbon adalah ukuran dampak yang ditinggalkan oleh kegiatan manusia terhadap lingkungan, terutama terkait emisi gas rumah kaca. 

Bagi banyak orang, konsep ini mungkin terasa abstrak, namun kenyataannya, jejak karbon adalah salah satu alat ukur seberapa besar beban yang kita tinggalkan pada bumi ini.

Di negara seperti Indonesia, jejak karbon sangat terasa. Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, setiap tahun sekitar 480 ribu hektar hutan di Indonesia hilang, sebagian besar karena alih fungsi lahan. 

Indonesia juga menjadi salah satu penghasil emisi karbon terbesar di dunia, berada pada peringkat keenam secara global. Emisi yang berasal dari deforestasi, pembakaran lahan, dan transportasi yang tinggi, semuanya menyumbang pada krisis ini. Tanpa tindakan nyata dari pemerintah dan pemimpin, krisis ini akan terus berlanjut.

Lalu, apakah kita pernah berpikir untuk memilih pemimpin dengan kriteria jejak karbon yang lebih rendah? Pemimpin yang kita pilih akan mewakili kita dalam mengambil keputusan besar, termasuk yang berkaitan dengan lingkungan. 

Mereka bertanggung jawab atas kebijakan, proyek, dan kegiatan yang dapat meninggalkan jejak karbon besar. Namun, dalam demokrasi yang sering kali diwarnai dengan kampanye yang hiruk-pikuk, jejak karbon sering diabaikan. 

Dari kampanye besar-besaran yang menggunakan kendaraan, selebaran yang hanya berakhir menjadi sampah, hingga janji-janji tanpa arah yang dibalut dengan produk sekali pakai. Semua ini menunjukkan betapa politik yang kita kenal masih jauh dari peduli pada bumi.

Kampanye yang Bertanggung Jawab

Beberapa negara di dunia telah membuktikan bahwa kampanye bisa dilakukan tanpa merusak lingkungan. Di Skandinavia, misalnya, kampanye politik jauh dari hiruk-pikuk yang boros. 

Mereka tidak menggunakan banyak selebaran, baliho, atau atribut plastik. Mereka lebih mengandalkan media digital, surat elektronik, dan diskusi langsung dengan masyarakat. 

Para kandidat di negara-negara ini memilih transportasi umum daripada iring-iringan mobil yang besar. Mereka bahkan menetapkan aturan ketat tentang penggunaan sumber daya dalam kampanye.

Di Swedia, Green Party mengambil langkah lebih jauh. Mereka melarang penggunaan pamflet, balon, dan segala jenis atribut kampanye yang hanya akan menjadi limbah. Mereka menggunakan teknologi untuk menyampaikan pesan, dan berinteraksi dengan pemilih melalui media sosial. 

Pendekatan ini bukan hanya untuk mengikuti tren. Ini adalah bukti komitmen mereka untuk menyelaraskan kebijakan dengan praktik yang mereka jalankan. Sebuah komitmen yang tidak hanya berada di atas kertas, tetapi terlihat dalam tindakan mereka sehari-hari.

Pendekatan ini sangat berbeda dari kebanyakan negara berkembang yang masih bergantung pada metode kampanye tradisional yang boros energi dan sumber daya. Kita di Indonesia mungkin belum terbiasa dengan pendekatan seperti ini. 

Namun, bukan berarti kita tidak bisa belajar dari mereka. Memilih pemimpin yang bertanggung jawab pada lingkungan bukan hanya tentang memilih mereka yang membuat janji manis. Ini soal memilih mereka yang sudah menunjukkan komitmen nyata dalam tindakan.

Mengapa Ini Sangat Penting untuk Indonesia?

Indonesia adalah negara dengan potensi alam yang luar biasa. Kita memiliki hutan bakau yang luas di pesisir, yang mampu menyerap emisi karbon lebih besar daripada hutan biasa. 

Data dari Indonesia Mangrove Action Project menunjukkan bahwa satu hektar hutan bakau dapat menyerap karbon hingga empat kali lebih banyak dibandingkan hutan daratan. 

Namun, setiap tahunnya, wilayah hutan bakau kita terus berkurang, tergantikan oleh tambak, perumahan, dan pembangunan lainnya. Kehilangan ini tidak hanya mengancam lingkungan tetapi juga mengancam masyarakat yang hidup dari ekosistem tersebut.

Seorang aktivis lingkungan, Didi Kaspi Kasim, menggambarkan hilangnya hutan bakau sebagai "kerugian besar yang tidak hanya berdampak pada lingkungan tetapi juga mengancam masa depan kita." 

Bakau yang hilang berarti hilangnya masa depan pesisir yang sehat. Kita akan kehilangan kemampuan untuk menyerap karbon dalam jumlah besar, dan kita akan melihat bencana iklim semakin sering terjadi. 

Jika seorang calon pemimpin benar-benar peduli pada bumi ini, seharusnya mereka memperhatikan hal-hal seperti ini. Bukan hanya soal menjaga lingkungan, tetapi soal menjaga kehidupan.

Jejak Karbon sebagai Kriteria Pemilihan Pemimpin

Setiap pemilu adalah kesempatan bagi kita untuk memilih pemimpin yang bertanggung jawab. Jejak karbon harus mulai dianggap sebagai kriteria penting dalam memilih pemimpin. 

Setiap kampanye yang mereka lakukan, setiap janji yang mereka berikan, seharusnya tidak hanya diukur dari popularitas tetapi juga dari dampaknya pada bumi. Kita perlu calon pemimpin yang sadar akan jejak karbon mereka. Mereka yang tahu bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi.

Prof. Emil Salim, ahli lingkungan Indonesia, pernah berkata bahwa "jejak karbon adalah bagian dari etika politik." Etika yang seharusnya dipertimbangkan oleh para calon pemimpin. Sebab, seorang pemimpin yang tidak peduli pada jejak karbon, akan sulit dipercaya dalam hal kebijakan lingkungan. 

Siti Nurbaya Bakar, mantan Menteri Lingkungan Hidup, juga menekankan pentingnya transparansi dalam mengungkap jejak karbon. Menurutnya, masyarakat berhak mengetahui dampak dari setiap calon pemimpin. Publik berhak tahu, siapa yang hanya berbicara, dan siapa yang benar-benar bertindak.

Langkah-langkah Memilih Pemimpin Ramah Lingkungan

Sebagai pemilih, kita bisa membuat perubahan, bahkan dari hal yang paling sederhana. Berikut beberapa langkah konkret yang bisa kita lakukan untuk memilih pemimpin yang bertanggung jawab pada lingkungan:

1. Evaluasi Rencana Lingkungan: Cari tahu apakah kandidat memiliki rencana untuk mengurangi polusi dan melindungi alam. Pemimpin yang bijaksana pasti menyusun rencana nyata untuk mengurangi emisi karbon.

2. Perhatikan Cara Mereka Kampanye: Apakah mereka menggunakan cara-cara yang boros energi atau minim dampak lingkungan? Kandidat yang menggunakan media digital dan menghindari pamflet plastik menunjukkan bahwa mereka peduli pada bumi ini.

3. Cek Jejak Karbon Kampanye: Seandainya kita bisa melihat data jejak karbon setiap kampanye, akan jelas siapa yang benar-benar peduli dan siapa yang hanya mencari suara. Transparansi dalam jejak karbon akan sangat membantu masyarakat dalam menilai calon pemimpin.

4. Pilih Mereka yang Memprioritaskan Keberlanjutan: Di banyak negara maju, pemimpin sudah memprioritaskan keberlanjutan. Sudah saatnya kita mulai memilih dengan lebih bijak. Memilih pemimpin yang menempatkan keberlanjutan sebagai prioritas utama akan memberikan kita harapan.

Mengapa Semua Ini Penting?

Kita hanya punya satu bumi. Bumi yang kita tinggali adalah warisan untuk anak-anak kita. Memilih pemimpin yang peduli pada lingkungan bukan hanya soal tren atau gaya. 

Ini adalah langkah nyata untuk masa depan yang lebih baik. Kita tidak bisa terus mengabaikan dampak dari setiap tindakan. Saat kita memilih pemimpin yang bertanggung jawab pada jejak karbonnya, kita turut serta menjaga bumi ini.

Membangun tradisi pemilu yang ramah lingkungan bukan hal yang mudah. Perubahan ini tidak akan terjadi dalam semalam. Tapi kalau kita mulai peduli, kalau kita mulai memilih dengan hati-hati, maka pemimpin pun akan berubah. 

Mereka akan melihat bahwa rakyat tidak akan memberi suara pada janji kosong. Kita ingin pemimpin yang peduli pada bumi, yang memahami bahwa menjaga bumi adalah tugas yang tidak bisa diabaikan.

Menggerakkan Kesadaran Publik

Sebagai pemilih, kita punya kekuatan. Kita bisa menjadi bagian dari perubahan ini. Kita bisa mulai bertanya tentang jejak karbon, tentang keberlanjutan. 

Kita bisa mendorong mereka untuk lebih peduli, untuk lebih bertanggung jawab. Saat kita memilih pemimpin yang sadar akan jejak karbonnya, kita memberikan kekuatan pada bumi ini untuk pulih, sedikit demi sedikit.

Setiap suara yang kita berikan adalah pernyataan. Kita memilih bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk masa depan. Saat kita memilih mereka yang benar-benar peduli pada bumi ini, kita memberikan harapan. Harapan untuk dunia yang lebih baik.

Mari kita  memilih pemimpin bukan tentang siapa yang paling pandai bicara, tetapi tentang siapa yang berani melangkah dengan jejak karbon paling ringan di bumi ini.

Dengan satu suara, kita bisa mengubah arah dunia ini. Kita bisa memilih dengan lebih bijak, dengan lebih jujur. Mari kita memilih pemimpin yang melihat bumi ini sebagai rumah yang perlu dijaga, bukan sekadar tempat untuk berkuasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun