Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Seks Kadung Dimengerti sebagai Ajaran untuk Berhubungan Seksual, Padahal Tidak Demikian

29 Oktober 2024   11:02 Diperbarui: 29 Oktober 2024   15:01 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | sumber: istockphoto.com

Banyak yang mengira pendidikan seks itu pelajaran tentang keintiman. Padahal, ini sama saja dengan menyangka kelas biologi mengajarkan cara berfotosintesis. Anak-anak tidak perlu menjadi pohon untuk memahami biologi, bukan?

Di sekolah kita, buku-buku tentang tubuh manusia masih jadi "bahan terlarang" yang dirasa bisa "menunggu nanti." Tapi, nanti itu kapan? Saat anak-anak sudah mulai mencarinya sendiri? Saat mereka sudah belajar dari Google atau TikTok?

Ironis, anak-anak kita sekarang lebih paham algoritma Instagram ketimbang batasan tubuhnya sendiri. Mereka tahu cara bikin akun YouTube sebelum mengerti apa itu consent.

Konselor sekolah, yang biasanya sibuk menangani soal pacaran remaja, merasa frustrasi. Mereka tahu anak-anak datang dengan pertanyaan-pertanyaan dasar tentang tubuh mereka, tapi institusi sering kali terdiam.

Seringkali yang keluar hanyalah instruksi singkat: "Tanya ke orang tua." Di rumah, pertanyaan itu juga kerap tenggelam. 

Ketakutan akan informasi yang terlalu dini membuat pembicaraan ini nyaris mustahil. Ibu-ibu, bapak-bapak cemas, seolah pendidikan seks adalah pintu menuju eksperimen berbahaya.

Padahal, apakah benar bahwa pengetahuan itu yang membuat penasaran? Atau justru ketidaktahuan? Bukankah anak-anak kita hidup di era yang terbuka? Informasi, atau rumor, dapat menyusup dari mana saja---lebih cepat dan kreatif ketimbang yang bisa diajarkan di sekolah.

Pendidikan seks bukan tentang mendorong perilaku seksual; ini soal tanggung jawab. Ini tameng, perlindungan yang melindungi mereka dengan pengetahuan.

Bukan untuk mengarahkan mereka, tetapi untuk membuat mereka paham batasan yang sehat. Kita ingin anak-anak paham tubuh mereka dan tahu cara menjaganya.

Pendidikan Seks di Sekolah adalah Kompas

Banyak yang melihat pendidikan seks sebagai sesuatu yang berbahaya, tabu. Bahkan, beberapa melihatnya sebagai "tiket bebas." Apalagi ketika bicara soal remaja.

Para orang tua merasa pendidikan seks adalah setan dalam kemasan kelas. Menjelaskan soal tubuh seolah sama saja dengan melepas anak ke hutan belantara. Namun, bukankah kita sebenarnya justru sedang melepas mereka tanpa kompas?

Psikolog anak berpendapat pendidikan seks seharusnya dimulai sejak dini, dengan bahasa yang sederhana. Mulai dari siapa yang boleh menyentuh dan siapa yang tidak. Memberikan pemahaman, bukan ketakutan. Sayangnya, konsep seperti ini masih terlalu jauh di negeri ini.

Sebagian besar orang tua masih percaya pada "batasan budaya" daripada batasan tubuh. Mereka berpikir bicara tentang tubuh sama dengan membuka pintu keinginan.

Padahal, mengajarkan anak tentang tubuh sama pentingnya dengan mengajarkan mereka cara memakai helm atau berhati-hati di jalan raya. 

Linda Fajarwati, profesor di Universitas Indonesia, menyatakan bahwa pendidikan seks bisa mencegah pelecehan. "Anak-anak yang tahu batas tubuh mereka lebih mampu melindungi diri," katanya. Sementara kita menunggu, angka pelecehan terus meningkat.

Di negara-negara lain, pendidikan seks sudah menjadi bagian dari kurikulum biasa. Ini bukan ilmu yang baru ditemukan, tapi kita memperlakukannya seperti teknologi baru yang belum matang.

Anak-anak di Eropa mempelajari tubuh mereka sama wajarnya seperti belajar geografi. Mereka tahu tentang perubahan tubuh saat pubertas tanpa rasa malu atau takut.

Di sini, banyak yang tumbuh tanpa pernah diberi tahu apapun hingga kebingungan sendiri saat tubuh mulai berubah. Beberapa sekolah di Indonesia perlahan-lahan memperkenalkan konsep pendidikan seks.

Di sana, anak-anak diajarkan bahwa tubuh mereka adalah hak mereka. Tidak ada yang boleh menyentuh tanpa izin. Konsep sederhana, namun berpengaruh besar.

Kenapa Takut pada Pendidikan Seks?

Kenapa kita takut memberi tahu anak-anak tentang tubuh mereka? Apa benar informasi itu yang membuat mereka "liar"? Atau justru karena kita tidak memberi informasi yang benar?

Masalahnya bukan pendidikan seks. Masalahnya adalah ketidaktahuan. Ketika anak-anak tidak tahu tentang tubuh mereka, mereka tidak bisa membuat keputusan bijak. Mereka hanya mendengar rumor, dan sering kali, rumor itu salah.

Mungkin sudah waktunya berhenti berpikir bahwa berbicara soal tubuh adalah tabu. Bukankah kita ingin anak-anak kita tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat?

Orang dewasa yang tahu batas tubuhnya, yang tahu cara melindungi diri. Mereka yang paham apa yang sehat dan aman untuk diri mereka.

Sebagai masyarakat, kita punya tanggung jawab untuk memastikan mereka tumbuh dengan pengetahuan yang cukup.

Tidak hanya matematika atau sejarah, tapi juga tentang tubuh mereka sendiri. Bukankah itu hak dasar setiap manusia? Mari kita bicara tentang pendidikan seks tanpa takut.

Realitas di Sekolah dan Asrama, Belajar Tanpa Peta

Pelecehan tidak hanya terjadi di jalanan. Banyak kasus terjadi di tempat yang dianggap aman---sekolah dan asrama. Institusi yang seharusnya jadi zona perlindungan malah menjadi titik risiko.

Menurut data UNICEF, lebih dari setengah kasus pelecehan terjadi di lingkungan terdekat. Mereka yang tidak tahu soal tubuh sendiri rentan menjadi korban.

Dengan pendidikan seks yang memadai, mereka akan punya bekal untuk mengenali bahaya, melihat tanda, dan berani melapor.

Anak-anak yang tinggal di asrama sering kali jauh dari orang tua, bergantung pada sekolah. Namun, di sana, mereka juga belajar untuk diam karena tidak tahu ke mana harus bicara.

Pendidikan seks membantu mereka memahami tubuh, batasan, dan memberi mereka kekuatan untuk melindungi diri. Ini bukan tentang mendobrak batas budaya, tetapi memberi mereka peta di tengah dunia yang bisa menjadi sangat berbahaya.

Pendidikan Seks, Hak yang Terabaikan

Sebuah hak. Pendidikan seks bukan opsi yang bisa ditunda sampai mereka dewasa. Ini adalah hak. Anak-anak yang tahu tubuh mereka akan tumbuh dengan pemahaman yang penting.

Mereka tidak hanya paham kesehatan, tetapi juga tahu bahwa mereka punya kendali atas tubuh sendiri. Pendidikan ini memberikan kekuatan yang tak terlihat, tameng terhadap desas-desus yang sering kali tidak akurat, terhadap dunia luar yang tidak selalu aman.

Di negara yang sering kali menganggap tabu pembicaraan ini, kita perlu bertanya, kenapa? Pendidikan seks adalah perlindungan, bukan ajakan. Dunia di luar sana tidak selalu ramah. Bukankah kita ingin mereka memiliki pengetahuan untuk bertahan?

Pendidikan Seks sebagai Bentuk Perlindungan, Bukan Ajakan

Pada akhirnya, kita semua harus mampu menjawab pertanyaan ini: Apakah kita lebih memilih mereka hidup dalam ketidaktahuan atau tumbuh dengan pemahaman yang melindungi?

Pendidikan seks bukan ajaran untuk berbuat. Ini ajaran untuk bertahan. Sebuah tameng di dunia yang kadang tidak memberi peringatan.

Memberi anak-anak pengetahuan tentang tubuh adalah salah satu tanggung jawab terbesar kita. Bukan sebagai undangan untuk bereksperimen, tetapi sebagai panduan.

Kita tidak bisa selalu ada untuk mereka, tetapi kita bisa memberi mereka bekal yang cukup. Pendidikan seks adalah hak mereka, bukan sekadar pilihan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun