Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

New World Pilihan

Apakah Kita Benar-Benar Siap Menghadapi Era yang Akan Melenyapkan Segalanya?

26 Oktober 2024   22:17 Diperbarui: 26 Oktober 2024   23:58 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disrupsi bukan hanya angin lalu yang bisa diabaikan. Ini adalah badai teknologi yang tak mengenal belas kasihan---melanda, menyapu bersih pekerjaan yang pernah dianggap tak tergantikan, dan membentuk tatanan baru yang asing bagi kita.

Namun, di tengah hiruk-pikuk peralihan ini, ada beberapa hal yang perlu kita tanyakan: Apakah disrupsi benar-benar hanya soal teknologi? Ataukah kita, manusia yang berkeras hidup dalam kenyamanan, yang sebenarnya mendisrupsi diri sendiri?

Bayangkan beberapa dekade ke depan. Saat pekerjaan yang dulu dijalani oleh orang-orang sekitar kita kini beralih pada algoritma, robot, atau sistem otomatis.

Apakah kita akan merespons perubahan ini dengan kemarahan atau kebingungan? Atau malah bersikap tenang karena tahu bahwa perubahan ini tak bisa dibendung?

Mari kita analisis, mengapa kita tampak tak siap menghadapi era disrupsi ini.

Siapa yang Menyambut, dan Siapa yang Berusaha Kabur?

Sejak awal abad ke-21, tanda-tanda perubahan telah hadir. Saat CD perlahan mematikan kaset, kamera digital memusnahkan film, dan internet mulai menggerus media cetak, banyak orang yang bertanya: "Kemana perginya mereka yang dulu bergantung pada industri ini?"

Jawabannya sederhana: mereka yang berinovasi tetap bertahan, yang lain tersapu arus. Fuji, misalnya, berubah dari perusahaan film menjadi raksasa industri kecantikan. Kodak? Nasibnya tenggelam bersama kenangan foto analog.

Namun di sini muncul permasalahan. Apakah mereka yang terkena dampak benar-benar memiliki kesempatan untuk beradaptasi? Atau disrupsi memang dirancang untuk menguntungkan segelintir elite inovator dan investor?

Terlalu sering kita menyaksikan disrupsi hanya memihak segelintir orang saja. Saat pemilik perusahaan besar menyulap dirinya menjadi penyedia layanan teknologi, pekerja manual yang digantikan teknologi terperosok tanpa jaringan sosial atau pendidikan yang memadai untuk menyesuaikan diri.

Pekerjaan yang Punah, atau Kita yang Terlalu Mencintai Kenyamanan?

Mengamati teknologi yang menggantikan posisi manusia di berbagai sektor menimbulkan sebuah ironi. Pekerjaan kasar yang dulu menyerap banyak tenaga kerja---dari petugas pengatur tiket hingga penjaga toko---perlahan hilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun