Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Enam Pelajaran dari "Marriage Story" untuk Kita Semua

26 Oktober 2024   16:22 Diperbarui: 27 Oktober 2024   07:57 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri, Scarlett Johansson, Azhy Robertson dan Adam Driver dalam "Marriage Story," yang disutradarai oleh Noah Baumbach | gambar: nytimes.com

Bayangkan sebuah malam minggu yang tenang, Anda dan pasangan duduk bersama di sofa ruang tamu. Mata terpaku pada layar televisi, tersihir oleh kisah Nicole dan Charlie dalam film "Marriage Story." 

Kisah Nicole dan Charlie, pasangan yang sedang mencoba menyelamatkan atau mungkin mengakhiri pernikahan mereka.

Dalam momen ini, timbul pertanyaan: Apa yang membuat sebuah hubungan bertahan, atau sebaliknya, runtuh? Mungkin, kisah mereka tidak jauh beda dengan banyak pasangan di dunia nyata.

Di balik senyum ramah dan canda ringan yang mereka tampilkan, terletak konflik, kegetiran, dan kelelahan batin yang kerap muncul saat dua orang, yang pernah saling mencinta, terjebak dalam hubungan yang terasa seperti penjara.

Dalam film ini, kita melihat Scarlett Johansson sebagai Nicole, seorang wanita yang, meski terlihat kuat, merasakan kekosongan dalam dirinya. Adam Driver sebagai Charlie, sosok suami yang di permukaan tampak sempurna: sukses, sayang anak, serta penuh bakat.

Namun, ada jurang dalam komunikasi dan perasaan yang gagal mereka jembatani. Mereka adalah representasi dari lonely marriage, sebuah kondisi di mana dua orang bersama secara fisik tetapi terpisah secara emosional. Lalu, apa yang bisa kita pelajari dari perjalanan mereka?

1. Menghargai Identitas Pribadi: Nicole yang Terlupakan

Nicole tidak hanya seorang istri dan ibu. Ia adalah seorang wanita yang ingin merasa berdaya, dihargai, dan bebas untuk mengejar mimpinya. Konflik dalam Marriage Story ini mengajarkan bahwa hilangnya identitas pribadi bisa menjadi akar dari lonely marriage.

Dalam pernikahan, sangat mudah terjebak pada peran-peran yang kadang mengaburkan diri sejati kita. Charlie, yang terus menerima dukungan Nicole dalam kariernya, mungkin terlena dengan pola pikir bahwa 'kebahagiaan mereka' adalah kebahagiaannya.

Sebagai pasangan, penting untuk memberi ruang bagi satu sama lain untuk tumbuh. Pernikahan bukan hanya soal "kita," tetapi juga soal "aku." Jika tidak, siapa yang akan merasa lelah terlebih dahulu jika bukan mereka yang terus menekan diri sendiri, menyesuaikan diri dengan kebutuhan orang lain?

Saran: Beri Ruang untuk Saling Tumbuh

Cobalah untuk saling bertanya, "Apa yang bisa aku lakukan agar kamu merasa lebih dihargai sebagai individu?" Ini bisa berarti memberi ruang pasangan untuk mengejar hobi atau karier, atau bahkan menyisihkan waktu untuk merenung tanpa distraksi.

2. Menemukan "Suara" Sendiri di Tengah Hiruk Pikuk Pernikahan

Nicole merasa bahwa dia kehilangan suaranya. Kita menyaksikan adegan kuat ketika ia berkata pada mediator perkawinan, "I don't like what I wrote."

Ia tidak yakin apakah ungkapan cintanya pada Charlie masih relevan dengan perasaan yang ia miliki sekarang. Charlie melihat Nicole sebagai pendukung, bukan sebagai sosok yang juga memiliki aspirasi dan suara sendiri.

Dalam hubungan yang sehat, pasangan harus saling mendengarkan---bukan sekadar dengan telinga, tetapi dengan hati. Pernikahan seringkali membutuhkan 'ruang bicara', di mana kita dapat mengungkapkan rasa frustrasi atau keinginan tanpa takut akan penghakiman.

Saran: Mendengarkan sebagai Rutinitas

Sering kali, ketika pasangan mengeluh, kita terlalu cepat mencari solusi. Padahal, kadang-kadang mereka hanya butuh didengar. Jangan terburu-buru menghakimi atau merasionalisasi perasaan mereka. 

Tanyakan lebih dalam, "Bagaimana perasaanmu?" atau "Apa yang kamu harapkan dari semua ini?" Sesederhana itu, tetapi bisa berdampak besar.

3. Menghindari 'Kotak Persepsi' yang Menyesatkan

Dalam Marriage Story, Nicole dan Charlie memiliki persepsi yang sangat berbeda tentang pernikahan mereka. Nicole merasa terperangkap, sementara Charlie merasa sudah memberi yang terbaik. 

Seringkali kita menempatkan pasangan kita dalam kotak, label-label yang bisa saja sebenarnya tidak benar. Ini adalah jebakan dalam lonely marriage, di mana pasangan mulai membentuk asumsi tentang satu sama lain tanpa berdialog.

Tanpa disadari, kita mungkin berpikir bahwa pasangan seharusnya puas dengan keadaan yang ada. Kita mengira, "Dia bahagia kok," atau "Ini hanya masa sulit," padahal di baliknya ada kepedihan yang terus terpendam.

Saran: Hancurkan Kotak Persepsi

Selalu tanyakan kepada diri sendiri, apakah persepsi Anda benar? Apa yang Anda kira, bukanlah kebenaran mutlak. Komunikasi terbuka adalah kuncinya. Beranikan diri untuk berbicara jujur, tidak hanya tentang perasaan kita tetapi juga tentang persepsi kita akan perasaan pasangan.

4. Berani Berkonflik: Jangan Tunggu Sampai Menjadi Ledakan

Salah satu adegan paling intens dalam Marriage Story adalah saat Nicole dan Charlie bertengkar habis-habisan. Itu bukan sekadar argumen biasa; itu adalah akumulasi dari banyak perasaan yang terpendam. 

Dalam kehidupan nyata, pernikahan yang sehat justru sering melibatkan konflik, selama itu adalah konflik yang produktif dan terarah. Lonely marriage sering kali diwarnai dengan penghindaran konflik. Salah satu atau kedua pihak memilih untuk menahan perasaan dan menghindari pembicaraan sensitif demi menghindari pertengkaran.

Saran: Hadapi Konflik dengan Kedewasaan

Banyak pasangan yang takut konflik akan merusak hubungan mereka, padahal konflik adalah kesempatan untuk saling memahami. Alih-alih saling menyalahkan, gunakan kalimat-kalimat seperti, "Aku merasa begini karena...," sehingga pasangan mengerti perasaan kita tanpa merasa disudutkan.

5. Jangan Biarkan Kesibukan Menggantikan Kehangatan

Nicole dan Charlie sama-sama sibuk, sama-sama ambisius. Tetapi sayangnya, kesibukan mereka perlahan menggeser kedekatan emosional. 

Mereka berbicara, tetapi jarang berbicara dengan hati. Di era serba sibuk seperti sekarang, sangat mudah untuk menjadikan kesibukan sebagai alasan. Bekerja, mengurus anak, mengurus rumah---semuanya menyita waktu hingga tak ada yang tersisa untuk satu sama lain.

Kesibukan adalah salah satu musuh utama dalam hubungan. Ketika kita mengabaikan perasaan pasangan demi tenggelam dalam pekerjaan atau kesibukan lainnya, kita pelan-pelan merenggangkan ikatan emosional.

Saran: Jadwalkan Waktu Khusus

Luangkan waktu khusus untuk sekadar berbicara dan menikmati kebersamaan tanpa gangguan. Bisa itu malam mingguan sederhana di rumah, atau waktu untuk makan malam bersama tanpa gadget. Anggap ini sebagai 'ritual kebersamaan' yang memperkuat ikatan emosional.

6. Mengenali Kebutuhan Bahagia yang Berbeda

Nicole ingin lebih dari sekadar mendukung suami dan anak. Kebahagiaan baginya adalah kebebasan, identitas, dan ruang untuk tumbuh. 

Charlie, di sisi lain, merasa bahwa kebahagiaan itu adalah keluarga yang harmonis. Ini adalah dilema umum dalam lonely marriage---dua orang yang memiliki definisi kebahagiaan yang berbeda namun tak pernah membicarakannya.

Saran: Kenali Definisi Bahagia Pasangan Anda

Beranikan diri untuk berbicara tentang kebahagiaan Anda masing-masing, dan temukan kompromi yang sehat. Pernikahan yang bahagia bukanlah pernikahan yang ideal tanpa konflik, tetapi pernikahan yang dapat beradaptasi dengan perubahan kebutuhan dan keinginan kedua belah pihak.

Menghindari Lonely Marriage: Pernikahan adalah Perjalanan, Bukan Tujuan

Marriage Story mengajarkan bahwa pernikahan bukanlah tujuan akhir, melainkan perjalanan yang penuh liku. Ada kalanya kita merasa terluka, kecewa, bahkan meragukan ikatan ini. 

Namun, kunci dari pernikahan yang harmonis bukanlah ketiadaan masalah, tetapi kesediaan untuk terus mencoba memahami, menghargai, dan berkompromi.

Ingat, lonely marriage bisa dihindari ketika kita berhenti menuntut kesempurnaan dan mulai membangun keintiman sejati. Berjalanlah bersama, saling menatap dalam-dalam, dan jangan pernah takut untuk bertanya: "Sayang, apa kamu bahagia?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun