Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik.

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cara Berhenti Menjadi Orang yang Selalu Menyenangkan Orang Lain

19 Oktober 2024   07:34 Diperbarui: 19 Oktober 2024   11:01 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada dilema antara menuruti keinginan orang lain dan memenuhi kebutuhan diri sendiri.

Fenomena ini, yang dikenal sebagai "people pleasing" atau kebiasaan menyenangkan orang lain, adalah kecenderungan untuk selalu mengatakan "ya" pada permintaan orang lain, bahkan jika itu berarti mengorbankan waktu, energi, dan kebutuhan pribadi.

Sering kali, tindakan ini dianggap sebagai bentuk kebaikan atau pengorbanan, tetapi di balik itu semua ada beban berat yang dapat merusak kesejahteraan kita secara mental dan emosional.

Menyenangkan orang lain bisa menjadi respons adaptif terhadap lingkungan sosial. Ketika kita dibesarkan dengan harapan untuk menjaga harmoni dan menghindari konflik, kita belajar bahwa menunda kebutuhan sendiri untuk menyenangkan orang lain adalah cara yang efektif untuk mendapatkan penerimaan.

Namun, seperti yang dijelaskan oleh Ilene Cohen, terapis dan penulis buku When It's Never About You, kebiasaan ini, meski awalnya mungkin bermanfaat, pada akhirnya bisa menciptakan rasa benci, frustasi, dan bahkan rasa tidak puas terhadap diri sendiri.

Alih-alih menjadi alat untuk membangun hubungan yang sehat, sikap terus-menerus memprioritaskan orang lain sering kali berujung pada keretakan hubungan dan kehilangan jati diri.

Kebiasaan yang Berakar pada Takut Akan Penolakan

Pada dasarnya, banyak orang yang merasa harus selalu menyenangkan orang lain karena takut akan penolakan.

Dalam budaya yang sering kali menekankan pentingnya kolektivitas dan harmoni sosial, terutama di Indonesia, konflik dianggap sebagai sesuatu yang harus dihindari. Mengatakan "tidak" kepada orang lain sering dipandang sebagai tindakan yang tidak sopan atau kasar, yang dapat mengancam hubungan baik yang sudah terjalin.

Terapis seperti Jefferson Fisher, penulis buku The Next Conversation: Argue Less, Talk More, menyarankan bahwa salah satu tantangan terbesar yang dihadapi orang yang cenderung menyenangkan orang lain adalah ketakutan akan reaksi negatif orang lain.

Ketika seseorang terbiasa mendengar "ya" dari Anda, mereka mungkin merasa kecewa atau terkejut ketika Anda mulai mengatakan "tidak." Namun, Fisher menekankan bahwa reaksi negatif ini biasanya bersifat sementara. Dengan konsistensi, orang-orang di sekitar Anda akan belajar menghormati batasan yang Anda tetapkan, meski pada awalnya mungkin ada resistensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun