Fisher juga menawarkan beberapa strategi untuk menghadapi ketakutan ini. Salah satunya adalah dengan memberi tahu orang lain secara langsung bahwa Anda tidak dapat memenuhi permintaan mereka, sambil mengakui bahwa mereka mungkin akan kecewa.
Misalnya, Anda bisa mengatakan, "Saya tahu ini akan mengecewakan Anda, tetapi saya tidak bisa ikut serta dalam proyek ini." Menurut Fisher, dengan mengungkapkan rasa takut Anda secara terbuka, Anda justru mengambil kendali atas situasi dan mengurangi rasa bersalah yang mungkin muncul karena tidak menyenangkan orang lain.
Dampak Buruk dari Kebiasaan Menyenangkan Orang Lain
Ketika seseorang terus-menerus mengutamakan kebutuhan orang lain di atas kebutuhan diri sendiri, ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan mental, mulai dari stres hingga depresi.
Nedra Glover Tawwab, terapis dan penulis Consider This: Reflections for Finding Peace, menjelaskan bahwa perilaku ini sering kali memicu kebencian, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang-orang yang dilayani. Kekecewaan ini terjadi ketika seseorang merasa bahwa pengorbanannya tidak diakui atau dihargai oleh orang lain.
Lebih lanjut, kebiasaan menyenangkan orang lain juga dapat menciptakan ketidakseimbangan dalam hubungan.
Orang yang cenderung selalu mengatakan "ya" akan merasa kewalahan karena terlalu banyak menanggung beban, sementara pihak lain mungkin terbiasa dengan peran mereka sebagai penerima. Hal ini menciptakan hubungan yang tidak sehat, di mana satu pihak terus-menerus memberi tanpa menerima balasan yang setara.
Ilene Cohen juga menekankan bahwa kebiasaan ini sering kali menjadi lebih parah ketika seseorang mencoba mengatasi kecemasan atau ketidaknyamanan sosial.
Dengan menyenangkan orang lain, mereka mencoba untuk meredakan rasa takut akan konflik atau ketidaksetujuan. Namun, pada akhirnya, tindakan ini hanya memperburuk masalah karena mereka terus-menerus menekan perasaan dan kebutuhan pribadi.
Mengubah Pola Pikir dan Membangun Batasan
Untuk berhenti menjadi orang yang selalu menyenangkan orang lain, langkah pertama adalah mengenali pola perilaku ini dan menyadari dampak negatifnya terhadap kehidupan pribadi dan kesehatan mental.
Menurut Benjamin Bernstein, psikolog klinis di Silver Hill Hospital, cara terbaik untuk mulai memutus siklus ini adalah dengan mengidentifikasi alasan di balik keinginan untuk selalu menyenangkan orang lain.
Apakah itu karena takut ditolak? Atau mungkin karena Anda merasa bahwa menyenangkan orang lain adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan penerimaan dan kasih sayang?