Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Hilirisasi Nikel di Morowali dan Weda Bay: Sebuah Renungan Tentang Pilihan dan Masa Depan

17 Oktober 2024   09:06 Diperbarui: 17 Oktober 2024   09:26 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada 16 Oktober 2024, di sebuah ruang kuliah Universitas Indonesia, Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, berdiri di depan para akademisi dan mahasiswa, menyampaikan disertasinya (Kompas.id, 16/10/2024).

Di dalamnya, ia merinci dinamika hilirisasi nikel di Indonesia, dengan fokus pada Morowali dan Weda Bay, dua kawasan yang kini menjadi pusat industri nikel nasional. Dalam paparannya, Bahlil menggarisbawahi pentingnya hilirisasi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama di era kendaraan listrik (EV) yang bergantung pada baterai berbasis nikel. Di sisi lain, ia juga tak menutupi berbagai efek samping yang timbul, mulai dari kerusakan lingkungan hingga dampak kesehatan masyarakat setempat.

Di balik angka-angka yang menggiurkan---Indonesia kini menyumbang lebih dari 40% pasokan nikel dunia, serta penerimaan ekspor yang melambung dari $3,3 miliar pada 2017 menjadi $34 miliar pada 2023---terdapat kenyataan pahit yang dirasakan oleh masyarakat lokal. Morowali dan Weda Bay, yang kini digadang-gadang sebagai pusat ekonomi baru, tidak sepenuhnya merasakan dampak positif yang dijanjikan. Polusi udara semakin parah, keluhan ISPA meningkat, dan kesejahteraan masyarakat tampak semakin terpinggirkan.

Namun, narasi besar hilirisasi nikel ini tidak hanya diwarnai oleh kekecewaan. Septian Hario Seto, Deputi Investasi dan Koordinasi Pertambangan untuk Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Indonesia, dalam sebuah wawancara dengan Asia Times, memandang hilirisasi nikel sebagai landasan untuk membangun ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Menurut Seto, hilirisasi bukan hanya soal mengeksploitasi sumber daya, tetapi juga upaya membangun kemandirian teknologi di sektor energi terbarukan. Ia menekankan bagaimana pemerintah berupaya untuk mengurangi ketergantungan pada teknologi asing, khususnya dari China, melalui pelatihan tenaga ahli dalam negeri di bidang metalurgi dan pengolahan nikel.

Kedua tokoh ini, meskipun berbicara dengan nada optimistis, mencerminkan kompleksitas hilirisasi nikel di Indonesia: antara pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan dampak sosial-lingkungan yang memprihatinkan. Artikel ini akan mengulas lebih dalam bagaimana hilirisasi nikel telah memengaruhi ekonomi, masyarakat, lingkungan, serta geopolitik, sembari mengupas tantangan dan peluang di masa depan.

Ekonomi: Hilirisasi Nikel sebagai Motor Pertumbuhan

Hilirisasi nikel merupakan bagian dari strategi besar pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah pada sumber daya alam Indonesia. Dengan berhenti mengekspor bijih mentah, Indonesia berupaya memanfaatkan tren global di industri kendaraan listrik, yang sangat bergantung pada baterai berbasis nikel. Langkah ini telah membawa hasil yang signifikan, seperti yang ditunjukkan oleh lonjakan penerimaan ekspor nikel. Nikel telah menjadi komoditas strategis, dan Indonesia kini memegang kendali besar atas pasokan global.

Namun, manfaat ekonomi yang dihasilkan hilirisasi nikel sering kali tampak lebih dominan di tingkat makro, sementara di tingkat mikro, masyarakat di daerah penghasil nikel masih belum merasakan dampak positif yang signifikan. Penduduk lokal di Morowali dan Weda Bay, misalnya, mengeluhkan bagaimana kemakmuran yang dijanjikan pemerintah tidak terdistribusi dengan merata. Meskipun pabrik-pabrik nikel telah menciptakan lapangan kerja baru, banyak yang merasa bahwa mereka tidak cukup terlibat dalam proses pengambilan keputusan, serta tidak mendapatkan akses ke keuntungan yang diperoleh dari kekayaan alam daerah mereka.

Dalam disertasinya, Bahlil mencatat bahwa pembagian keuntungan dari hilirisasi nikel ke daerah-daerah penghasil masih sangat kecil. Meski industri ini berkembang pesat, peningkatan penerimaan negara tampaknya tidak diiringi dengan perbaikan kualitas infrastruktur, akses kesehatan, atau pendidikan di wilayah tersebut. Ketidakadilan ini mencerminkan paradoks besar dari hilirisasi nikel: di satu sisi, ada potensi besar untuk membawa kemakmuran bagi negara, tetapi di sisi lain, masyarakat lokal sering kali menjadi pihak yang paling menderita akibat dampak sosial dan lingkungan.

Lingkungan: Harga yang Harus Dibayar

Kerusakan lingkungan merupakan salah satu isu yang paling menonjol dalam hilirisasi nikel di Indonesia. Di Morowali dan Weda Bay, ekspansi industri nikel telah menyebabkan deforestasi, degradasi tanah, serta polusi air dan udara. Sebagian besar masyarakat lokal yang dulu bergantung pada pertanian dan perikanan kini harus berhadapan dengan perubahan lingkungan yang drastis. Mereka kehilangan sumber penghidupan tradisional, sementara kondisi kesehatan mereka juga memburuk akibat polusi udara yang semakin parah.

Kasus ISPA yang meningkat di Morowali menjadi bukti nyata dampak negatif hilirisasi terhadap kesehatan masyarakat. Pada 2023, tercatat bahwa lebih dari 54% penduduk di wilayah tersebut menderita ISPA, sebuah angka yang mengkhawatirkan. Selain itu, kualitas air di sekitar pabrik nikel juga menurun, mempengaruhi ekosistem lokal serta akses masyarakat terhadap air bersih.

Meskipun pemerintah telah berjanji untuk meningkatkan standar lingkungan di industri nikel, implementasi di lapangan sering kali tidak sejalan dengan kebijakan. Banyak perusahaan besar yang terlibat dalam industri ini tidak memenuhi standar lingkungan yang ditetapkan, dan pengawasan dari pihak berwenang sering kali tidak memadai. Hal ini menyebabkan banyaknya laporan tentang pencemaran air dan udara, serta kerusakan habitat alami yang berdampak pada keanekaragaman hayati di daerah tersebut.

Geopolitik: Ketergantungan pada China dan Tantangan Global

Selain masalah sosial dan lingkungan, hilirisasi nikel di Indonesia juga diwarnai oleh dinamika geopolitik yang rumit. Industri nikel Indonesia sangat bergantung pada investasi dan teknologi dari China, yang mendominasi proses pengolahan nikel global. Hal ini menimbulkan berbagai tantangan, terutama terkait dengan persaingan ekonomi antara China dan negara-negara Barat.

Pada 2023, Amerika Serikat melalui Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) berupaya membatasi akses barang-barang buatan China ke pasar AS, termasuk baterai kendaraan listrik yang mengandalkan nikel dari Indonesia. Kebijakan ini memaksa Indonesia untuk mencari alternatif mitra di luar China dan AS, sambil terus berupaya membangun kapasitas teknologi dalam negeri.

Septian Hario Seto menegaskan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mendiversifikasi mitra internasionalnya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melibatkan perusahaan-perusahaan dari Korea Selatan dan Jepang dalam proyek-proyek pengolahan nikel. Namun, ketergantungan Indonesia pada China masih menjadi isu yang sulit dihindari. Sebagian besar teknologi pengolahan nikel, terutama teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) yang digunakan di Morowali dan Weda Bay, berasal dari China. Hal ini membuat Indonesia berada dalam posisi sulit di tengah persaingan global antara China dan negara-negara Barat.

Tantangan Keberlanjutan dan Keadilan Sosial

Dalam konteks hilirisasi nikel, tantangan keberlanjutan tidak hanya terbatas pada aspek lingkungan, tetapi juga pada keadilan sosial. Masyarakat lokal di daerah penghasil nikel sering kali menjadi korban dari proses industrialisasi yang cepat dan masif. Mereka kehilangan akses terhadap tanah, air, dan sumber daya alam yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka.

Rekomendasi kebijakan yang diajukan oleh Bahlil, seperti reformulasi alokasi dana bagi hasil dan kewajiban diversifikasi ekonomi pasca-tambang, menunjukkan bahwa pemerintah mulai menyadari pentingnya memastikan keberlanjutan jangka panjang dari hilirisasi nikel. Namun, implementasi kebijakan ini membutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk perusahaan-perusahaan besar yang terlibat dalam industri ini.

Ke depan, tantangan yang dihadapi Indonesia dalam hilirisasi nikel akan semakin kompleks, terutama dengan meningkatnya tekanan global untuk beralih ke energi terbarukan. Indonesia berada di persimpangan jalan: di satu sisi, negara ini memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam industri baterai dan kendaraan listrik dunia, tetapi di sisi lain, ada harga yang harus dibayar dalam bentuk kerusakan lingkungan dan ketidakadilan sosial.

Pilihan untuk Masa Depan

Hilirisasi nikel di Indonesia bukan hanya tentang pertumbuhan ekonomi atau persaingan global. Ini juga tentang pilihan-pilihan yang akan menentukan masa depan negara dan masyarakatnya. Apakah Indonesia akan memilih jalur pertumbuhan yang berkelanjutan, yang memperhitungkan dampak sosial dan lingkungan? Atau akankah negara ini terus mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek dengan mengorbankan kesejahteraan masyarakat lokal?

Sebagai bangsa yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa kekayaan tersebut digunakan dengan bijak dan adil. Hilirisasi nikel adalah cerminan dari dilema yang lebih besar yang dihadapi oleh negara ini---antara mengejar kemajuan ekonomi dan melindungi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. Keputusan yang diambil hari ini akan berdampak jauh di masa depan, dan pertanyaan yang perlu kita tanyakan bukan hanya tentang seberapa besar keuntungan yang bisa kita dapatkan, tetapi juga tentang bagaimana kita ingin mewariskan bumi dan masyarakat yang lebih baik kepada generasi berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun