Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Honorer Dihapus Desember 2024: Akhir dari Ketidakpastian atau Awal Krisis Baru?

16 Oktober 2024   20:28 Diperbarui: 16 Oktober 2024   20:51 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Sumber: ayobandung.com

Ketika 2024 mendekati akhir, ribuan tenaga honorer di seluruh Indonesia menghadapi sebuah masa depan yang tak pasti.

Pada Desember 2024, pemerintah telah menetapkan tenggat waktu untuk menghapuskan status tenaga honorer, sebuah langkah yang menandai akhir dari ketidakpastian bagi sebagian besar dari mereka, namun juga membawa pertanyaan besar---apakah nasib mereka akan berakhir bahagia sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), atau justru tenggelam dalam ketidakpastian baru.

Dalam beberapa bulan terakhir, berita tentang reformasi birokrasi semakin mengemuka. Pemerintah, melalui pernyataan resmi Presiden Joko Widodo, mengumumkan akan membuka 2,3 juta formasi untuk seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2024.

Sebagian besar, yakni 1,6 juta formasi, akan dialokasikan untuk penyelesaian masalah tenaga honorer. Namun, apakah rencana besar ini benar-benar bisa menyelesaikan persoalan yang sudah mengakar sejak lama?

Sebuah Dilema Birokrasi

Dalam beberapa dekade terakhir, tenaga honorer telah menjadi elemen penting dalam birokrasi Indonesia, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan. Mereka bekerja di garda depan, mendukung layanan publik meski dengan status yang tidak jelas.

Sebagian dari mereka telah bekerja selama bertahun-tahun dengan harapan akan diangkat menjadi PNS atau setidaknya mendapatkan pengakuan yang lebih baik.

Namun, dengan semakin mendekatnya Desember 2024, apakah harapan itu akan terwujud, atau apakah mereka akan menjadi korban dari reformasi yang mereka impikan selama ini?

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas, beberapa kali menegaskan bahwa pemerintah memiliki rencana untuk menangani masalah tenaga non-ASN ini.

Meski demikian, rencana tersebut masih perlu dikonsultasikan dengan DPR. Di balik pernyataan optimistis tersebut, terselip ketidakpastian yang tak bisa diabaikan.

Dengan adanya 1,6 juta tenaga honorer yang belum dialihstatuskan menjadi PPPK, tantangan administrasi dan anggaran menjadi momok yang tak mudah diselesaikan.

Mengangkat Honorer atau Membebani Generasi Baru?

Satu hal yang menarik dari skema penyelesaian honorer ini adalah dampaknya bagi lulusan baru atau fresh graduate. Pemerintah telah mengalokasikan sebagian formasi CPNS untuk lulusan baru.

Namun, ada kekhawatiran bahwa jika pemerintah benar-benar mengangkat seluruh tenaga honorer menjadi ASN atau PPPK, ruang bagi lulusan baru akan semakin sempit.

Beberapa skenario bahkan memproyeksikan kemungkinan bahwa penerimaan CPNS bisa terhenti selama 15 tahun setelah pengangkatan besar-besaran ini.Dalam skenario ini, lulusan baru akan menghadapi tantangan yang jauh lebih besar untuk masuk ke dalam birokrasi.

Kondisi ini bukan hanya akan berdampak pada anggaran pemerintah yang terbatas, tetapi juga menciptakan situasi persaingan yang sangat ketat bagi mereka yang baru lulus.

Pada tahun 2023, isu mengenai dampak pengangkatan tenaga honorer pada penerimaan CPNS sudah mulai dibahas. Sejumlah analis memperingatkan bahwa jika pengangkatan honorer menjadi ASN dilakukan secara masif, pemerintah mungkin harus menghentikan sementara penerimaan CPNS di masa mendatang karena anggaran yang terkuras untuk membiayai gaji dan tunjangan pegawai yang ada.

Proses yang Tak Mulus

Salah satu aspek yang sering diabaikan dalam diskusi publik adalah kerumitan proses administrasi untuk mengalihkan status tenaga honorer menjadi PPPK.

Banyak honorer yang telah mencoba mengikuti seleksi PPPK di tahun-tahun sebelumnya, namun terganjal oleh masalah teknis dan birokrasi. Kisah seperti yang dialami oleh Dhisky, seorang guru honorer, menjadi salah satu contoh nyata betapa kompleksnya proses ini.

Dhisky, yang telah mengajar sejak 2020, mengajukan permohonan untuk mengikuti seleksi PPPK. Namun, pada tahun 2022 dan 2023, dia terhalang oleh masalah teknis dalam sistem SSCASN yang menyebabkan datanya tidak bisa diverifikasi.

Meskipun sudah memenuhi syarat sebagai guru honorer, dia belum bisa mendapatkan status PPPK karena kendala-kendala tersebut. Pada Desember 2024, jika masalah ini tidak diselesaikan, Dhisky berisiko kehilangan pekerjaannya dan dikeluarkan dari sistem honorer.

Kisah Dhisky bukanlah kasus yang unik. Ribuan tenaga honorer di seluruh Indonesia menghadapi tantangan serupa. Meskipun pemerintah telah menetapkan target untuk menyelesaikan pengangkatan honorer menjadi PPPK, kendala administratif dan teknis bisa menjadi penghalang yang besar.

Dalam kondisi ini, Desember 2024 bisa menjadi awal dari krisis baru, di mana ribuan tenaga honorer mungkin kehilangan pekerjaan mereka karena kegagalan sistem birokrasi yang ada.

Kebijakan yang Berada di Persimpangan

Dengan tenggat waktu yang semakin dekat, pemerintah dan DPR kini berada di persimpangan besar. Keputusan yang diambil pada 2024 akan memiliki dampak jangka panjang, tidak hanya bagi tenaga honorer, tetapi juga bagi birokrasi Indonesia secara keseluruhan.

Jika pengangkatan tenaga honorer tidak selesai tepat waktu, pemerintah mungkin harus menyusun kebijakan baru untuk mengatasi konflik kepentingan antara kesejahteraan honorer dan kesempatan kerja bagi generasi muda.

Beberapa pihak telah mengusulkan skema PPPK paruh waktu dan penuh waktu sebagai solusi untuk mengakomodir kedua belah pihak---honorer dan fresh graduate. Namun, hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai bagaimana skema ini akan diterapkan dan apakah akan cukup efektif untuk menyelesaikan masalah yang ada.

Kritik dari berbagai pihak juga mulai bermunculan, menyatakan bahwa pemerintah terlalu lambat dalam menangani masalah ini. Dengan tenggat waktu Desember 2024 semakin dekat, apakah pemerintah mampu menyelesaikan permasalahan ini tepat waktu, atau kita akan menghadapi penundaan lagi?

Menanti Jalan Tengah

Dalam beberapa bulan ke depan, ribuan tenaga honorer dan lulusan baru akan terus mengikuti perkembangan kebijakan ini dengan cemas.

Bagi tenaga honorer, pengangkatan menjadi PPPK adalah impian yang telah mereka tunggu selama bertahun-tahun. Namun, bagi lulusan baru, pengangkatan besar-besaran tenaga honorer bisa menjadi mimpi buruk yang menghalangi mereka untuk masuk ke dalam birokrasi.

Desember 2024 akan menjadi penentu masa depan banyak pihak. Apakah pemerintah akan menemukan jalan tengah yang adil bagi tenaga honorer dan lulusan baru? Ataukah kita akan menghadapi era di mana penerimaan CPNS harus dihentikan sementara waktu, membawa dampak besar pada kesempatan kerja bagi generasi muda?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini masih belum jelas. Yang pasti, keputusan yang diambil pada 2024 akan menentukan wajah birokrasi Indonesia di masa depan---sebuah birokrasi yang lebih inklusif dan adil, atau justru yang semakin penuh dengan konflik kepentingan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun