Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Deflasi Mengintai, Prabowo Diuji Kebijakan Ekonomi

12 Oktober 2024   22:02 Diperbarui: 14 Oktober 2024   06:31 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sejumlah penumpang berada di dalam gerbong Kereta Rel Listrik di Stasiun Manggarai, Jakarta. | Sumber Bisnis.com

Ekonomi Lesu, PHK Merajalela, Bagaimana Prabowo-Gibran Menyiasatinya?

Indonesia berada di tengah persimpangan ekonomi yang sulit. Dengan transisi kekuasaan yang segera terjadi dari pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin ke pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, kondisi ekonomi yang lesu menjadi ujian pertama bagi pemerintahan baru.

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,12% pada September 2024, deflasi terdalam dalam lima tahun terakhir. Deflasi ini merupakan cerminan lemahnya permintaan domestik dan daya beli masyarakat yang tergerus akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, terutama di sektor manufaktur.

Dengan tantangan ini, kebijakan ekonomi pemerintahan Prabowo-Gibran akan menjadi sorotan utama, dan masyarakat berharap kepemimpinan baru dapat membawa Indonesia keluar dari krisis.

Namun, dengan semakin banyaknya PHK dan kurangnya lapangan pekerjaan di sektor padat karya, apakah kebijakan mereka mampu menyelamatkan ekonomi Indonesia dari keterpurukan?

Deflasi yang Berkepanjangan: Tanda-tanda Krisis Ekonomi

Deflasi yang dialami Indonesia selama lima bulan berturut-turut menjadi alarm bagi kesehatan ekonomi nasional. Angka 0,12% pada September mungkin terdengar kecil, namun dampaknya terasa signifikan bagi perekonomian.

Ketika harga-harga barang turun, konsumen sering kali menunda belanja, menunggu harga turun lebih jauh. Ini menciptakan siklus penurunan permintaan yang dapat memperparah krisis ekonomi.

Menurut Muhammad Andri Perdana, seorang pengamat ekonomi, "Deflasi yang berkelanjutan mengindikasikan adanya penurunan aktivitas ekonomi, terutama di sektor-sektor yang berkaitan erat dengan konsumsi masyarakat. Jika tidak segera diatasi, kondisi ini bisa menyebabkan kontraksi ekonomi yang lebih parah."

Bukti nyata dari kondisi ini adalah lonjakan jumlah PHK yang dilaporkan Kementerian Ketenagakerjaan. Hingga Oktober 2024, sebanyak 53.993 tenaga kerja terkena PHK, dengan prediksi angka tersebut akan terus meningkat hingga mencapai lebih dari 70.000 tenaga kerja sebelum akhir tahun.

Sektor manufaktur menjadi korban utama dari krisis ini, di mana banyak perusahaan yang bangkrut atau merelokasi pabrik mereka ke daerah dengan upah minimum yang lebih rendah.

Minimnya Lapangan Kerja di Sektor Padat Karya

Salah satu masalah utama yang harus dihadapi pemerintahan baru adalah krisis ketenagakerjaan, terutama di sektor padat karya. Dalam lima tahun terakhir, nyaris tidak ada pembukaan lapangan pekerjaan baru di sektor ini, padahal sektor padat karya seperti manufaktur dan pertanian adalah tulang punggung bagi penyerapan tenaga kerja Indonesia.

Situasi ini berdampak langsung pada penurunan jumlah warga kelas menengah Indonesia. BPS mencatat bahwa 9,48 juta warga kelas menengah turun kelas dalam lima tahun terakhir, meninggalkan hanya 47,85 juta warga kelas menengah di 2024.

Krisis ini diperparah oleh kebijakan yang dianggap terlalu mengutamakan sektor padat modal, seperti pertambangan, dibandingkan sektor padat karya yang memiliki kapasitas lebih besar dalam menciptakan lapangan kerja.

Kebijakan investasi padat modal ini memang penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang, namun pada situasi saat ini, kebutuhan terbesar masyarakat adalah pekerjaan.

Muhammad Andri Perdana menegaskan, "Ada kebutuhan mendesak untuk kebijakan yang berfokus pada penyerapan tenaga kerja. Sektor-sektor yang mempekerjakan banyak orang, seperti manufaktur, pertanian, dan pariwisata, harus menjadi prioritas dalam pemerintahan baru."

Apa yang Bisa Dilakukan Pemerintahan Prabowo-Gibran?

Dengan deflasi yang terus berlanjut dan PHK massal yang menambah beban ekonomi, pemerintahan Prabowo-Gibran perlu segera menyusun strategi ekonomi yang kuat dan terarah.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah mempercepat program-program stimulus ekonomi yang langsung menyentuh masyarakat bawah, terutama di sektor-sektor yang terhantam keras oleh PHK. Beberapa pendekatan kebijakan yang bisa dipertimbangkan oleh pemerintahan baru antara lain:

1. Meningkatkan Investasi di Sektor Padat Karya

Program pembangunan infrastruktur yang digalakkan selama era Jokowi harus tetap dilanjutkan, tetapi dengan penyesuaian fokus. Sektor-sektor seperti manufaktur, pariwisata, dan pertanian harus mendapatkan perhatian lebih.

Ini adalah sektor-sektor yang mampu menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar dengan cepat. Dalam hal ini, Prabowo dan Gibran dapat mengembangkan program-program yang memperkuat konektivitas antara kota-kota besar dan daerah-daerah yang kurang berkembang untuk meningkatkan produksi lokal dan menciptakan kesempatan kerja baru.

Selain itu, penting bagi pemerintahan baru untuk mendorong investasi di sektor ekonomi kreatif yang memiliki potensi besar untuk mengurangi pengangguran di kalangan generasi muda.

Sebagai contoh, program pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) harus ditingkatkan untuk menciptakan peluang usaha baru yang dapat menyerap tenaga kerja lokal.

2. Merangsang Daya Beli Masyarakat dengan Kebijakan Fiskal yang Proaktif

Menurunnya daya beli masyarakat adalah akar dari deflasi yang berkelanjutan. Untuk meningkatkan permintaan domestik, pemerintah perlu mendorong kebijakan fiskal yang mendukung konsumsi rumah tangga.

Salah satu caranya adalah dengan memberikan insentif pajak bagi konsumen dan pelaku usaha kecil, serta meningkatkan subsidi untuk barang-barang kebutuhan pokok.

Langkah lain yang dapat diambil adalah memperluas program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT), terutama bagi keluarga yang terdampak langsung oleh PHK.

Program ini tidak hanya akan membantu masyarakat yang paling rentan, tetapi juga akan mendorong konsumsi, yang pada gilirannya dapat merangsang pertumbuhan ekonomi.

3. Mengendalikan Inflasi dengan Kebijakan Moneter yang Fleksibel

Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan menjadi 6% pada September 2024 untuk menstabilkan perekonomian. Namun, kebijakan moneter saja tidak cukup.

Pemerintah juga perlu bekerja sama dengan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas harga dan mendorong ketersediaan likuiditas yang cukup di pasar.

Pengendalian inflasi harus diimbangi dengan kebijakan yang memastikan harga-harga tetap stabil, terutama untuk barang-barang pokok.

Dengan memastikan stabilitas harga, daya beli masyarakat dapat dijaga, sekaligus mengurangi ketidakpastian ekonomi yang sering kali memperparah penurunan konsumsi.

Peluang Sinergi: Menyesuaikan dengan Tantangan Baru

Di tengah krisis yang dihadapi, ada harapan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran dapat melanjutkan kebijakan-kebijakan positif yang sudah diterapkan oleh pemerintahan sebelumnya, sembari menyesuaikan dengan tantangan baru.

Program-program besar yang sudah berjalan, seperti pembangunan infrastruktur, dapat diteruskan dengan penekanan yang lebih kuat pada aspek penciptaan lapangan kerja dan pengembangan ekonomi daerah.

Selain itu, pemerintah baru juga diharapkan bisa lebih pragmatis dalam mengelola kebijakan investasi. Prabowo, dengan latar belakangnya di militer dan politik, memiliki jaringan yang luas dengan kelompok-kelompok bisnis dan elite politik.

Kemampuan Prabowo untuk merangkul berbagai kelompok kepentingan ini bisa menjadi modal penting dalam menciptakan stabilitas politik dan mendorong investasi.

Pemerintahan Baru, Tantangan dan Peluang

Deflasi yang berkepanjangan, PHK massal, dan lemahnya lapangan kerja di sektor padat karya adalah tantangan nyata yang akan dihadapi oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.

Namun, di tengah tantangan tersebut, ada peluang besar untuk melakukan perubahan kebijakan yang mampu membalikkan tren negatif ini. Dengan meningkatkan investasi di sektor padat karya, merangsang daya beli masyarakat, dan mengendalikan inflasi, pemerintahan baru memiliki kesempatan untuk membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi yang menghantui saat ini.

Bagaimanapun, harapan besar masyarakat Indonesia adalah bahwa pemerintahan baru ini mampu menyelamatkan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan membawa stabilitas yang sangat dibutuhkan di masa transisi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun