Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Janji Suci Menjadi Neraka: Tragedi KDRT di Lenteng Timur

9 Oktober 2024   17:39 Diperbarui: 9 Oktober 2024   17:47 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernikahan, dalam banyak budaya dan tradisi, dianggap sebagai janji suci, simbol kasih dan pengabdian yang harus dijaga dengan sungguh-sungguh.

Namun, kisah pilu Nihayatus Sa'adah dari Desa Lenteng Timur, yang meninggal akibat kekerasan dalam rumah tangga di tangan suaminya, mengungkap betapa sering janji suci itu berubah menjadi belenggu yang menyiksa (Radar Madura, 7/10/2024).

Tragedi ini bukan hanya soal kekerasan fisik, tapi juga sebuah kisah getir tentang pelanggaran hak asasi manusia, penindasan psikologis, dan ketidakpedulian sosial yang menganga lebar di tengah kita.

Ketika berita ini pertama kali tersiar, banyak yang tak percaya bahwa seorang suami dengan pendidikan tinggi---bahkan mencapai tingkat magister---bisa melakukan kekerasan sekejam itu.

Masyarakat terpaku, bertanya-tanya bagaimana seorang pria yang tampaknya terdidik dan baik hati berubah menjadi predator yang tega menyakiti istri yang seharusnya ia cintai dan lindungi.

Namun, di balik keheranan ini, ada pertanyaan yang lebih mendasar: bagaimana kita, sebagai masyarakat, bisa mencegah tragedi ini terjadi lagi?

Perjanjian Agung yang Terabaikan

Kita seringkali mendengar bahwa pernikahan adalah "perjanjian agung", sebuah ikatan yang disaksikan oleh Tuhan, keluarga, dan masyarakat.

Namun, pada praktiknya, seberapa banyak dari kita yang benar-benar memahami kedalaman makna perjanjian ini? Dalam kasus Nihayatus, perjanjian tersebut dilanggar dengan cara yang paling brutal---melalui kekerasan. Pernikahan yang seharusnya menjadi tempat bernaung dan merasakan cinta kasih berubah menjadi neraka yang penuh rasa takut.

Ketika Nihayatus melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya pada bulan Juni, ia sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa pernikahannya tidak sehat. Luka di wajah dan lehernya, akibat pukulan dan cekikan suami, adalah bukti fisik yang tak terbantahkan. Namun, meski ia sempat mengadu kepada keluarganya dan aparat, suaminya masih bebas, dan ia akhirnya kembali ke pelukan suaminya. Kembali ke rumah yang semula penuh kekerasan, berharap pernikahan mereka bisa membaik.

Sayangnya, harapan itu justru membawanya pada maut. Pada awal Oktober, hanya beberapa bulan setelah kejadian pertama, suaminya kembali melakukan kekerasan. Nihayatus dipukul hingga matanya lebam, dan kondisinya semakin memburuk hingga akhirnya ia meninggal dunia di Puskesmas Batang-Batang pada 5 Oktober 2024. Tragedi ini menunjukkan betapa berbahayanya jika kasus KDRT tidak ditangani dengan serius oleh pihak berwenang sejak awal.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Wajah Lain dari Pelanggaran Hak Asasi Manusia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun