Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik.

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Rahasia Financial Freedom: 8 Cara Ampuh Gen Z & Milenial Menghindari Doom Spending

8 Oktober 2024   05:30 Diperbarui: 8 Oktober 2024   06:56 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI | Sumber gambar: ytimg.com

Pernah merasa dompet Anda mendadak kosong karena membeli barang-barang yang sebenarnya nggak terlalu Anda butuhkan?

Atau mungkin tiba-tiba terjebak di toko online hanya karena ada diskon besar-besaran yang susah dilewatkan? Tenang, Anda nggak sendiri! Istilah doom spending, atau kebiasaan belanja yang dipicu oleh stres atau perasaan impulsif, semakin marak terjadi, terutama di kalangan Gen Z dan Milenial.

Tapi, ada kabar baiknya. Anda bisa, kok, menghindari jebakan doom spending tanpa harus merasa bersalah setiap kali belanja. Kuncinya ada pada mengubah pola pikir soal konsumsi. Bukan cuma soal berhemat atau menahan diri membeli barang, tapi lebih ke arah membangun hubungan yang lebih sehat dengan uang dan barang yang Anda beli. Yuk, kita lihat delapan cara ampuh yang bisa Anda coba!

1. The Reverse Bucket List: Merayakan Apa yang Tidak Anda Beli

Biasanya, Anda mungkin sering membuat bucket list—daftar barang atau pengalaman yang ingin dicapai.

Tapi bagaimana kalau Anda coba buat reverse bucket list? Alih-alih fokus pada apa yang ingin dibeli, Anda bisa menuliskan daftar barang yang sengaja tidak Anda beli karena memprioritaskan hal lain yang lebih bernilai, seperti kebebasan finansial, kesehatan mental, atau pengalaman hidup yang bermakna.

Bayangkan perasaan puas ketika Anda memilih untuk tidak membeli sesuatu yang tidak benar-benar dibutuhkan. Anda akan merasa lebih ringan, dan hal ini bisa menjadi pencapaian tersendiri.

Semakin sering Anda merayakan apa yang tidak dibeli, semakin mudah bagi Anda untuk menahan godaan impulsif. Apalagi jika Anda bisa mengaitkan hal tersebut dengan pencapaian emosional atau spiritual, keputusan untuk tidak berbelanja akan terasa seperti kemenangan besar.

2. Social Detox Challenge: Kurangi Tekanan Konsumerisme di Media Sosial

Sering kali, tekanan untuk selalu membeli barang baru datang dari media sosial. Siapa sih yang nggak pernah merasa iri melihat influencer atau teman memamerkan barang mewah atau liburan yang serba indah?

Sayangnya, tekanan ini sering kali memicu Anda untuk ikut membeli, meski barang tersebut tidak begitu dibutuhkan. Inilah yang membuat doom spending semakin parah.

Solusinya? Cobalah Social Detox Challenge. Tantang diri Anda untuk menjauh dari media sosial selama beberapa minggu.

Selain mengurangi stres dan kecemasan karena terus-terusan membandingkan diri, detox ini akan memberi Anda ruang untuk fokus pada diri sendiri dan tujuan keuangan jangka panjang. Dengan demikian, Anda bisa lebih selektif dan sadar dalam memilih barang yang benar-benar penting untuk dibeli, bukan sekadar ikut-ikutan tren.

3. Micro-Experience Investing: Prioritaskan Pengalaman Bernilai daripada Barang Konsumtif

Terkadang, kita terlalu fokus membeli barang untuk meningkatkan status sosial atau sekadar memenuhi hasrat sesaat. Padahal, pengalaman hidup bisa jauh lebih bermakna daripada benda material yang sifatnya sementara.

Cobalah untuk mengalokasikan dana Anda ke hal-hal yang benar-benar memperkaya hidup Anda secara emosional dan intelektual, seperti ikut lokakarya, kursus keterampilan baru, atau sekadar traveling singkat yang memberi perspektif baru.

Dengan berfokus pada micro-experience investing, Anda akan menemukan bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu berasal dari barang-barang mahal.

Pengalaman-pengalaman kecil ini bisa memberikan rasa kepuasan yang lebih mendalam dan tahan lama. Plus, Anda jadi lebih jarang tergoda untuk membeli barang-barang konsumtif yang hanya memberikan kepuasan sesaat.

 4. Cultural Resilience: Menghidupkan Kembali Tradisi untuk Menghadapi Gaya Hidup Boros

Pernahkah Anda berpikir untuk kembali ke akar budaya kita yang mengajarkan hidup sederhana?

Di banyak budaya, termasuk di Asia, ada nilai-nilai yang mengajarkan kesederhanaan dan kebersamaan. Misalnya, konsep gotong royong atau hidup selaras dengan alam.

Mengapa tidak menghidupkan kembali tradisi ini untuk membantu Anda menghadapi tekanan gaya hidup modern yang sering kali mendorong konsumsi berlebihan?

Dengan mengedepankan nilai-nilai kultural seperti berbagi sumber daya dengan komunitas, Anda tidak hanya bisa menghemat, tetapi juga membantu membangun jaringan sosial yang lebih erat. Selain itu, gaya hidup sederhana ini bisa menjadi alternatif sehat dalam menghadapi gaya hidup konsumtif yang cenderung individualis.

5. Personal Finance as a Form of Self-Care: Menghubungkan Pengelolaan Keuangan dengan Kesehatan Mental

Coba tanya pada diri Anda, apakah kondisi keuangan saat ini membuat Anda cemas? Jika iya, Anda tidak sendirian.

Banyak Gen Z dan Milenial yang merasa tertekan karena masalah keuangan. Tapi, bagaimana jika Anda mulai melihat pengelolaan keuangan sebagai bagian dari perawatan diri (self-care)?

Mengatur keuangan dengan baik, seperti menabung, membuat anggaran, atau berinvestasi kecil-kecilan, bisa membantu mengurangi stres finansial jangka panjang.

Dengan begitu, pengelolaan keuangan tidak lagi menjadi sesuatu yang menakutkan, tetapi justru bagian dari proses merawat diri. Anda akan merasa lebih berdaya dan tenang karena tahu bahwa keuangan Anda dalam kendali.

6. Slow Spending Movement: Memperlambat Keputusan Pengeluaran untuk Membangun Kesadaran Finansial

Pernah nggak, tiba-tiba saja Anda beli sesuatu karena diskon besar-besaran atau karena teman Anda baru saja membeli hal serupa?

Ini adalah contoh belanja impulsif yang seringkali disesali kemudian. Nah, gerakan slow spending hadir untuk membantu Anda memperlambat proses pengeluaran.

Caranya sederhana: setiap kali Anda ingin membeli sesuatu, beri diri Anda waktu. Bisa sehari, seminggu, atau bahkan lebih lama, sebelum benar-benar memutuskan.

Tanyakan pada diri sendiri, "Apakah saya benar-benar butuh ini?" Jika jawabannya tidak, maka Anda sudah berhasil melatih diri untuk menunda gratifikasi instan dan membuat keputusan keuangan yang lebih bijaksana. Pendekatan ini bisa dihubungkan dengan mindfulness, di mana Anda belajar lebih sadar akan keputusan konsumsi.

7. Collective Spending: Membangun Konsumsi Berkelompok untuk Mengurangi Pemborosan

Pernah dengar istilah "berbagi itu peduli"? Nah, prinsip ini juga bisa diterapkan dalam mengurangi pengeluaran Anda.

Salah satu cara yang efektif adalah dengan melakukan konsumsi kolektif. Misalnya, daripada berlangganan layanan streaming secara individu, Anda bisa berbagi akun dengan teman atau keluarga. Anda juga bisa membeli barang-barang yang mahal bersama-sama, lalu menggunakannya secara bergantian.

Dengan melakukan konsumsi berkelompok, Anda bisa menghemat lebih banyak uang sekaligus mengurangi jumlah barang yang tidak perlu dibeli. Selain hemat, hal ini juga bisa memperkuat rasa kebersamaan dan membangun relasi yang lebih dekat dengan orang-orang di sekitar Anda.

8. From Doom to Bloom: Mengubah Doom Spending menjadi Tujuan Finansial yang Bermakna

Terakhir, jika Anda ingin benar-benar keluar dari kebiasaan doom spending, cobalah untuk mengubah setiap keputusan pengeluaran menjadi bagian dari tujuan finansial yang lebih besar dan bermakna. Istilahnya, doom spending diubah menjadi bloom spending.

Daripada menghabiskan uang untuk barang-barang yang hanya memberi kepuasan sesaat, arahkan pengeluaran Anda pada hal-hal yang membantu mencapai kesejahteraan finansial atau tujuan hidup Anda.

Misalnya, Anda bisa mulai menabung untuk investasi jangka panjang, mendukung bisnis lokal yang berkelanjutan, atau mengalokasikan uang untuk pengalaman-pengalaman yang memperkaya hidup. Dengan begitu, setiap kali Anda mengeluarkan uang, Anda merasa itu bukanlah pemborosan, tetapi investasi untuk masa depan yang lebih cerah.

Dengan delapan strategi ini, Anda bisa mulai menghindari doom spending dan mengelola uang Anda dengan cara yang lebih bijaksana. Ingat, yang penting bukan seberapa banyak uang yang Anda miliki, tetapi bagaimana cara Anda menggunakannya untuk mencapai kehidupan yang lebih bermakna dan seimbang. Selamat mencoba!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun