Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Alasan Logis Mengapa Kita Harus Lebih Banyak Baca daripada Ikut Seminar

6 Oktober 2024   10:20 Diperbarui: 9 Oktober 2024   11:57 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Sejumlah anak membaca buku cerita Tattadu yang merupakan cerita rakyat dari Sulawesi Selatan. Membaca cerita rakyat dapat menumbuhkan minat anak terhadap karya sastra anak. | Foto: KOMPAS/YUNIADHI AGUNG (MYE) 

Ketika mendengar seseorang berkata, "Berpikir kritis, kreatif, dan inovatif," rasanya seperti mendengar kata-kata ajaib.

Di setiap seminar motivasi atau pelatihan pengembangan diri, ungkapan ini pasti muncul, seolah menjadi mantra kesuksesan. Tapi tunggu dulu, benarkah ada rumus instan untuk menjadi kreatif dan inovatif? 

Apakah cukup hanya mengikuti langkah-langkah yang diberikan pembicara seminar, lalu mendadak kita menjadi jenius? Atau mungkin, ada cara yang lebih sederhana, namun lebih berdampak?

Saya jadi teringat percakapan dengan seorang teman lama, seorang pengusaha kecil di Purwokerto. "Seminar itu cuma trik pemasaran," katanya sambil tertawa. "Banyak omong, tapi pas pulang, ya balik lagi ke masalah yang sama. Pikiranku tetap mentok," ucapannya membuat saya berpikir ulang. 

Apakah benar seminar-seminar ini hanya menanamkan metode standar yang tidak memecahkan masalah mendasar? Jika iya, mungkin sudah waktunya kita berpaling ke sesuatu yang lebih mendasar: membaca.

Membaca Adalah "Pendapat Kedua" yang Kita Butuhkan

Pernahkah Anda merasa bahwa ketika membaca, Anda tiba-tiba dihadapkan pada dunia yang berbeda? 

Buku tidak hanya menawarkan informasi baru, tapi juga perspektif lain---pendapat kedua atas apa yang kita alami atau yakini. Saat Anda membaca, Anda diberi kesempatan untuk meninjau ulang asumsi dan keyakinan. Inilah esensi dari berpikir kritis.

Saya sendiri mengalaminya ketika membaca buku 1984 karya George Orwell. Pertama kali, saya menganggapnya sebagai kisah fiksi yang jauh dari kenyataan. 

Namun, ketika membacanya lagi bertahun-tahun kemudian, saya menyadari bagaimana kisah itu menyoroti masalah kontrol pemerintah dan manipulasi informasi, hal-hal yang relevan dengan kehidupan saat ini. 

Membaca, pada dasarnya, memberi kita kekuatan untuk terus mempertanyakan, dan inilah yang membuat kita berpikir kritis dan kreatif.

Seminar Sebuah Solusi Instan?

ILUSTRASI orang-orang dalm seminar | sumber gambar: zrzzk.pl
ILUSTRASI orang-orang dalm seminar | sumber gambar: zrzzk.pl

Di zaman serba cepat, orang sering tergoda dengan janji-janji instan. "Kreatif dalam 10 langkah", "Berpikir inovatif dalam 5 hari"---ini adalah promosi yang sering kita temui. 

Namun, apakah metode ini benar-benar efektif? Seminar, meskipun bermanfaat dalam memberikan motivasi jangka pendek, sering kali hanya menyediakan formula standar yang diterapkan secara massal. Akibatnya, seminar cenderung mengarah pada standarisasi kreativitas.

Ketika mengikuti seminar, kita hanya menjadi pendengar pasif. Kita mendengarkan, mencatat, tapi jarang diberikan kesempatan untuk benar-benar berpikir sendiri. 

Kreativitas tidak lahir dari sekadar mengikuti langkah-langkah yang disampaikan pembicara. Kreativitas sejati tumbuh dari kebebasan berpikir, bereksplorasi, dan mempertanyakan hal-hal di luar yang disampaikan. Membaca, di sisi lain, memberi ruang bagi kita untuk mengembangkan ide-ide secara mandiri.

Membaca Adalah Latihan yang Sebenarnya

Seperti otot, otak juga perlu dilatih. Salah satu cara terbaik untuk melatih otak adalah dengan membaca. Menurut Dr. Susan Greenfield, seorang neuropsikolog, "Membaca merangsang koneksi saraf baru dan memperkuat fleksibilitas berpikir." 

Otak yang sering digunakan untuk membaca cenderung lebih tangguh dalam menghadapi tantangan berpikir kritis. Ketika kita membaca, kita tidak hanya menyerap informasi, tetapi juga belajar menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi data yang kita temui.

Ini adalah proses yang tidak bisa didapatkan dari seminar yang menawarkan solusi cepat. 

Membaca memberi kita kesempatan untuk menggali lebih dalam, memikirkan ulang, dan mengevaluasi kembali berbagai konsep yang mungkin kita anggap sudah benar. Seiring waktu, kemampuan berpikir kritis dan kreatif kita akan semakin tajam.

Seminar atau Buku? Pertimbangkan Nilai Jangka Panjang

Salah satu keluhan terbesar tentang seminar adalah biayanya yang mahal. Saya pernah menghadiri pelatihan yang harganya jutaan rupiah, dengan harapan bahwa saya akan pulang dengan pemikiran baru yang segar. 

Tapi kenyataannya? Efek seminar itu hanya bertahan sementara. Motivasi yang saya dapatkan perlahan pudar, dan saya kembali ke titik awal.

Bandingkan ini dengan pengalaman membaca buku. Dengan harga yang jauh lebih murah, sebuah buku bisa memberikan pengetahuan yang mendalam dan bertahan lama. 

Melalui buku, kita bisa menjelajahi berbagai ide dan perspektif, dari masa lalu hingga masa kini. Ide-ide yang kita temukan di dalam buku bukanlah solusi instan, tapi fondasi untuk pengembangan diri yang sesungguhnya.

Sumber Inspirasi Tak Terbatas 'Ada' dalam Membaca

Saya selalu percaya bahwa membaca adalah sumber inspirasi yang tak terbatas. Ketika mengalami kebuntuan ide, saya sering kembali ke buku. Membaca karya-karya dari Paulo Coelho atau Haruki Murakami, misalnya, selalu berhasil membuka wawasan baru. 

Coelho, dengan gaya penulisannya yang mendalam, tidak pernah menawarkan jawaban instan dalam bukunya. Dia justru mendorong pembaca untuk menemukan jawaban mereka sendiri melalui perjalanan yang personal.

Inilah kelebihan membaca. Setiap halaman menawarkan perspektif baru, tantangan baru, dan peluang baru untuk mengembangkan diri. Membaca tidak pernah menggurui. Sebaliknya, ia menuntun kita untuk berpikir dan mengeksplorasi dengan cara yang unik.

Industri Pelatihan Apakah Benar Efektif?

Bukan berarti seminar tidak ada gunanya. Ada seminar-seminar yang mungkin memberikan dampak besar, terutama ketika kita benar-benar siap dan tertarik pada topik yang dibahas. 

Namun, penting untuk menyadari bahwa banyak seminar hanya menjual ilusi kreativitas. Industri pelatihan pengembangan diri sering kali mengeksploitasi kebutuhan kita akan transformasi diri dengan menawarkan janji-janji yang tidak realistis.

Jika kita terlalu mengandalkan seminar sebagai satu-satunya cara untuk berkembang, kita akan kehilangan esensi dari berpikir kritis dan kreatif. 

Seminar mungkin memberikan motivasi sementara, tapi tanpa dasar membaca yang kuat, kita hanya akan menjadi konsumen pasif dari ide-ide orang lain. Bukan individu yang benar-benar kritis dan inovatif.

Kembali ke Buku

Tidak ada jalan pintas untuk menjadi kreatif dan inovatif. Setiap individu memiliki cara dan jalannya masing-masing. Namun, satu hal yang pasti: membaca adalah fondasi yang kuat untuk membangun kemampuan berpikir kritis dan kreatif. 

Saat kita membaca, kita mendapatkan "pendapat kedua" yang memperkaya cara pandang kita, membuka jalan bagi ide-ide baru, dan memberi kita kekuatan untuk berpikir secara mandiri.

Jadi, sebelum tergoda untuk mengikuti seminar-seminar dengan harga selangit, coba ambil satu buku dan baca. Mungkin di sanalah jawabannya.

Selamat membaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun