Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemerintahan Tanpa Oposisi, Apakah Masih Demokrasi?

5 Oktober 2024   15:27 Diperbarui: 5 Oktober 2024   15:48 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 ILUSTRASI| Sumber gambar: onlys.ky

Di sebuah ruang tanpa kritik, kekuasaan berisiko melaju tanpa kendali.

Tahun 2024 menjadi momen penting bagi Indonesia, di mana Pilkada serentak menjadi sorotan, bersamaan dengan munculnya tanda-tanda bahwa koalisi partai politik, termasuk PDIP, semakin dekat dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, di tengah dinamika ini, sebuah pertanyaan besar muncul: di mana oposisi berada? Jika semua pihak bersatu dalam satu barisan kekuasaan, apa yang terjadi dengan mekanisme kontrol dan pengawasan?

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar ungkapan seperti, "Kritik harus disertai solusi", "Hak asasi harus diimbangi dengan kewajiban", dan "Kebebasan harus bertanggung jawab". Ucapan-ucapan ini sering dilontarkan oleh pihak berkuasa seolah-olah penuh kebijaksanaan. Namun, jika kita merenungkannya lebih dalam, ada manipulasi halus yang menyertai. Ungkapan-ungkapan ini tampak mengandung kearifan, tetapi bisa menjadi alat ampuh untuk memadamkan kritik. Mari kita lihat lebih dekat makna sebenarnya di balik narasi-narasi ini.

Kritik Harus Disertai Solusi?

"Kritik harus disertai solusi" sering terdengar seperti aturan tak tertulis dalam bernegara. 

Bagi banyak orang, ini terasa masuk akal. Namun, apakah benar setiap kritik harus selalu datang dengan solusi? Di sinilah letak permasalahannya. Kritik pada dasarnya adalah bentuk ketidakpuasan terhadap situasi atau kebijakan yang tidak ideal. Ia bisa menjadi alarm, sebuah peringatan bahwa ada yang tidak beres. Menuntut solusi dari setiap kritik berarti memaksa semua orang untuk menjadi ahli dalam setiap permasalahan yang mereka kritisi. Bukankah tugas penyelesaian justru berada di tangan mereka yang telah diberikan mandat dan anggaran oleh rakyat?

Ketika oposisi politik menjadi lemah, peran kritik dari luar pemerintahan menjadi sangat krusial. Dalam sebuah demokrasi yang sehat, oposisi berfungsi sebagai penyeimbang kekuasaan, memantau kebijakan dan keputusan penguasa. Namun, ketika semua partai politik merapat ke pemerintahan, seperti yang mungkin terjadi dengan PDIP di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran, siapa yang akan mengawasi pemerintah? Di sinilah letak pentingnya peran publik, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. Mereka harus mengambil alih peran oposisi agar tetap ada pengawasan terhadap kekuasaan yang nyaris absolut.

Hak Asasi dan Kewajiban Asasi

Sering kita dengar pula bahwa "hak asasi manusia harus diimbangi dengan kewajiban".

Pernyataan ini terdengar wajar, tetapi sebenarnya berpotensi menyesatkan. Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada setiap individu sejak lahir. Negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin hak-hak ini terpenuhi. Namun, narasi yang berkembang sering kali memutarbalikkan logika ini, seolah-olah hak asasi hanya bisa dinikmati setelah kita memenuhi sejumlah kewajiban.

Jika kita menerima logika ini, maka hak-hak dasar warga negara bisa dipermainkan. Tuntutan hak bisa diabaikan dengan alasan bahwa kewajiban belum terpenuhi. Ketika tidak ada oposisi yang cukup kuat untuk mengangkat isu-isu seperti ini di parlemen, beban ini kembali jatuh pada publik. Masyarakat harus sadar bahwa hak asasi adalah sesuatu yang tak bisa ditawar. Tidak ada syarat yang perlu dipenuhi untuk menikmati hak-hak tersebut. Dalam pemerintahan tanpa oposisi, rakyat harus lebih waspada agar hak-hak mereka tidak terkikis dengan mudah.

Kebebasan yang Bertanggung Jawab?

Ungkapan "kebebasan yang bertanggung jawab" sering diangkat untuk mengingatkan bahwa kebebasan harus digunakan dengan bijak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun