Kekerasan di sekolah bukanlah masalah baru.
Namun, kehadirannya yang terus-menerus di tengah masyarakat kita adalah pertanda bahwa ada sesuatu yang sangat salah dalam sistem pendidikan kita.
Ketika seorang siswa harus kehilangan nyawanya karena dihukum secara fisik, atau ketika seorang anak perempuan harus menghadapi trauma akibat pelecehan seksual oleh gurunya, kita tidak bisa lagi menganggap ini sebagai insiden terpisah. Ini adalah gejala dari krisis moral yang jauh lebih dalam, yang membutuhkan perhatian serius dan solusi menyeluruh. Apakah kita hanya akan diam dan membiarkan situasi ini berlanjut?
Dalam upaya untuk menyelesaikan masalah kekerasan di sekolah, banyak solusi yang sudah diajukan. Namun, satu hal yang sering luput dari perhatian adalah bahwa kekerasan di sekolah bukan hanya tentang tindakan fisik atau verbal yang kasat mata.
Kekerasan ini adalah cerminan dari kegagalan kita sebagai masyarakat untuk menanamkan nilai-nilai dasar kemanusiaan dalam pendidikan kita. Oleh karena itu, saya percaya bahwa solusi untuk mengatasi kekerasan di sekolah tidak hanya dapat ditemukan dalam peraturan-peraturan baru atau pengawasan ketat. Solusi ini harus berakar pada sebuah revolusi moral yang menyeluruh, yang melibatkan setiap elemen masyarakat---guru, siswa, orang tua, dan pemerintah.
Kekerasan di Sekolah: Akar Masalah yang Lebih Dalam
Mengapa kekerasan terus terjadi di sekolah?
Jawabannya tidak sesederhana "kurangnya disiplin" atau "kebijakan yang tidak efektif." Akar masalah ini jauh lebih dalam---ia terkait dengan bagaimana kita mendefinisikan otoritas, kekuasaan, dan hubungan antara guru dan siswa.
Dalam banyak kasus, kekerasan di sekolah terjadi karena adanya ketidakseimbangan kuasa yang sangat besar antara pendidik dan anak-anak didik mereka. Dalam budaya yang masih sangat patriarkal, guru sering kali dianggap sebagai figur yang tidak dapat digugat. Posisi otoritas ini, jika tidak dipahami dengan benar, bisa dengan mudah berubah menjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Coba kita renungkan: Apa yang membuat seorang guru merasa memiliki hak untuk menghukum seorang siswa dengan squat jump hingga meninggal?Â
Atau apa yang membuat seorang guru merasa berhak memanfaatkan ketidakdewasaan emosional seorang siswa untuk mengeksploitasi mereka secara seksual? Jawabannya terletak pada kegagalan kita untuk memahami bahwa otoritas bukanlah tentang dominasi, tetapi tentang tanggung jawab.