Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Aku Mengasuh dan Mendidik Anakku Bukan untuk Membuat Orang Lain Terkesan

2 Oktober 2024   07:27 Diperbarui: 2 Oktober 2024   11:12 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI/Sumber gambar: istockphoto.com

Ada banyak momen dalam hidup orang tua ketika kita bertanya-tanya, "Apakah aku sudah melakukan yang terbaik untuk anakku?"

Entah itu saat melihat hasil rapor, mendengar ucapan orang tua lain di taman bermain, atau setelah membaca komentar di media sosial tentang pola asuh "sempurna" yang sepertinya berhasil untuk semua orang---kecuali diri kita sendiri. Di dunia di mana pameran keberhasilan keluarga lebih sering terjadi di Instagram daripada di ruang tamu, kita, para orang tua, sering kali terjebak dalam dorongan untuk membesarkan anak-anak yang bisa membuat orang lain terkesan. Tapi apakah itu benar-benar tujuan kita?

Jika kita menilik kembali, dari generasi ke generasi, gaya pengasuhan selalu berubah sesuai dengan norma sosial dan budaya yang berlaku. Namun, tren parenting saat ini, terutama yang dipengaruhi oleh media sosial, membawa kita ke dalam siklus yang hampir obsesif---obsesi untuk menampilkan bahwa kita adalah orang tua yang "ideal." Dari mulai pemilihan sekolah terbaik, ekstrakurikuler yang tepat, hingga pakaian yang dikenakan anak, semuanya seakan harus dipamerkan dengan bangga ke publik.

Tapi mari berhenti sejenak dan bertanya, "Apa yang sebenarnya kita kejar?"

Kebutuhan Validasi dalam Pengasuhan

Sebuah penelitian dari University of Michigan yang diterbitkan dalam Journal of Family Psychology tahun 2022 menunjukkan bahwa kebutuhan akan validasi sosial memengaruhi cara orang tua mendidik anak mereka. Menurut penelitian ini, banyak orang tua cenderung lebih fokus pada pandangan orang lain daripada pada kebutuhan sebenarnya dari anak mereka. Ini mungkin terlihat sepele---seperti memposting foto anak yang selalu tersenyum atau berprestasi di sekolah---namun jika terus dilakukan, pengaruhnya bisa cukup dalam.

Dr. Emily Smith, seorang psikolog yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan bahwa ketika orang tua lebih terfokus pada bagaimana mereka ingin dilihat oleh orang lain, mereka cenderung tidak responsif terhadap kebutuhan emosional anak. "Orang tua yang mencari validasi sosial lebih rentan mengalami stres karena mereka merasa harus terus-menerus memenuhi standar yang tidak realistis," kata Smith. "Hal ini juga dapat menyebabkan ketidakpedulian terhadap perasaan dan perkembangan emosional anak yang sebenarnya."

Dalam konteks Indonesia, fenomena ini sering kita lihat di berbagai lingkup sosial---baik di sekolah, acara keluarga, maupun komunitas. Banyak orang tua yang begitu terobsesi dengan prestasi akademis atau penampilan anak mereka, sampai-sampai kebutuhan emosional dan kesejahteraan mental anak diabaikan. Padahal, riset terbaru dari Harvard University tahun 2023 menunjukkan bahwa kesehatan mental anak yang baik jauh lebih penting dalam jangka panjang daripada nilai rapor yang sempurna.

Anak Bukan Trofi

Saat kita memutuskan untuk menjadi orang tua, tidak ada buku panduan yang benar-benar sempurna. Tapi, satu hal yang seharusnya kita sepakati bersama adalah bahwa anak bukanlah trofi yang harus kita pamerkan. Anak bukanlah perpanjangan dari ego kita, dan mereka bukanlah objek yang kita gunakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain.

Banyak orang tua yang merasa cemas jika anak-anak mereka tidak mencapai standar tertentu. Namun, apa yang kita kejar? Pujian dari tetangga? "Wow, anakmu masuk kelas akselerasi, hebat!" Atau validasi dari media sosial? Semua ini mungkin memuaskan ego kita untuk sementara waktu, tetapi pada akhirnya, apa dampaknya pada anak-anak kita?

Sebagai orang tua, kita sering kali lupa bahwa setiap anak adalah individu unik dengan kebutuhan, kemampuan, dan impian mereka sendiri. Penelitian dari Yale Child Study Center menunjukkan bahwa anak-anak yang merasa dicintai dan didukung tanpa syarat oleh orang tua cenderung lebih percaya diri dan lebih mampu menghadapi tekanan sosial dan emosional di kemudian hari. Sementara anak-anak yang selalu merasa harus mencapai sesuatu untuk mendapatkan pengakuan dari orang tua, lebih rentan terhadap kecemasan dan depresi.

Media Sosial dan Tekanan Menjadi Orang Tua yang Sempurna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun