Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik. Maverick. Freetinker.

Menulis tentang orang dan peristiwa adalah perjalanan untuk menemukan keindahan dalam keberagaman. Setiap kisah hidup adalah sebuah karya seni yang layak untuk diabadikan.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Hati-Hati, Cinta Buta Bisa Hancurkan Rumah Tangga: Panduan Lengkap Memilih Pasangan yang Tepat

1 Oktober 2024   23:02 Diperbarui: 1 Oktober 2024   23:29 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: wallpapercave.com

Pernikahan sering digambarkan sebagai puncak dari romansa, sebuah fase di mana dua orang bersatu dalam cinta yang sempurna.

Namun, kenyataannya, pernikahan lebih sering menjadi medan pertempuran antara logika dan emosi. Kita tumbuh dengan dongeng yang menuntun kita untuk percaya bahwa cinta adalah segalanya.

Bahwa selama ada cinta, semua masalah akan teratasi. Namun, perceraian yang terus meningkat dan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menghantui masyarakat, khususnya di Indonesia, menceritakan kisah yang berbeda.

Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka perceraian di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2023, tercatat lebih dari 500 ribu kasus perceraian, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Angka ini bukan sekadar statistik; ini adalah refleksi dari ribuan kehidupan yang tercerai-berai, anak-anak yang terperangkap dalam ketidakstabilan emosional, dan harapan yang musnah.

Salah satu penyebab utama perceraian di Indonesia adalah ketidakcocokan karakter, yang mencapai sekitar 80% dari seluruh alasan perceraian. Apa yang dimaksud dengan ketidakcocokan ini? Kebanyakan orang berpikir ketidakcocokan berarti perbedaan kepribadian atau ketidakmampuan untuk berkompromi. Namun, jika diteliti lebih jauh, ketidakcocokan ini sering kali berakar pada kurangnya nalar dan logika dalam menjalani kehidupan bersama.

Nalar Sebagai Dasar Pernikahan

Ketika Anda memilih pasangan hidup, salah satu saran paling penting yang mungkin belum banyak didengar adalah memilih seseorang yang logis, seseorang yang berpikir dengan kepala dingin dan mampu menggunakan nalar dalam menghadapi berbagai masalah.

Ini bukan berarti Anda harus mengabaikan perasaan atau romansa; tentu saja, cinta dan kasih sayang adalah komponen vital dalam pernikahan. Namun, ketika cinta bertemu dengan kenyataan hidup---tagihan yang harus dibayar, anak yang rewel, pekerjaan yang menuntut, atau bahkan hanya rutinitas harian---nalar lah yang akan menyelamatkan Anda.

Sebagaimana dikatakan dalam ungkapan, "Aku memilih kamu saat aku punya banyak pilihan, tapi ternyata aku salah pilih," banyak pasangan yang pada akhirnya merasa terjebak dalam pernikahan yang tidak mereka duga. Mereka tidak salah karena mencintai, tetapi mereka sering salah karena gagal melihat apakah pasangannya memiliki kapasitas logis untuk menghadapi kehidupan nyata.

Ketika Anda terlibat dalam hubungan yang didominasi oleh perasaan tanpa nalar, setiap ketidaksepakatan bisa berujung pada konflik besar. Tanpa kemampuan untuk berpikir jernih dan memecahkan masalah bersama, rumah tangga bisa terasa seperti neraka. Perasaan hanya akan memperkeruh air, dan ego sering kali memperparah situasi.

Data Perceraian dan KDRT di Indonesia

Menurut Komnas Perempuan, dari lebih dari 20 ribu kasus yang mereka tangani pada tahun 2022, sebagian besar merupakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Banyak dari kasus KDRT ini berawal dari masalah yang seharusnya bisa diselesaikan jika kedua belah pihak mampu berpikir rasional dan menggunakan nalar mereka. Ketika pasangan hanya mengandalkan emosi, segala bentuk ketegangan bisa meledak menjadi kekerasan, baik fisik maupun emosional.

Jika kita melihat dari data yang ada, salah satu faktor utama terjadinya KDRT adalah ketidakmampuan pasangan untuk berkomunikasi secara efektif. Emosi sering kali mendominasi diskusi, sementara nalar dan logika ditinggalkan di belakang. Ketika masalah-masalah kecil yang seharusnya bisa diselesaikan melalui diskusi logis menjadi ajang perebutan ego, tak heran jika kekerasan sering menjadi solusi terakhir yang dipilih.

Nalar dalam Problem Solving Rumah Tangga

Pernikahan adalah tentang menghadapi kenyataan hidup bersama, dan kenyataan itu sering kali penuh dengan tantangan.

Cinta, sebagaimana indahnya, tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Hanya logika dan kemampuan problem solving yang bisa mengarahkan rumah tangga menuju kestabilan. Ketika Anda berhadapan dengan masalah seperti keuangan, membesarkan anak, atau bahkan konflik kecil sehari-hari, langkah-langkah berbasis nalar sangat dibutuhkan.

Seperti di dunia kerja, ketika Anda dihadapkan pada masalah, Anda tidak bisa hanya mengandalkan perasaan untuk menyelesaikannya. Anda membutuhkan strategi, analisis, dan rencana aksi yang konkret. Begitu pula dalam pernikahan. Apakah pasangan Anda mampu berdiskusi tanpa terjebak dalam emosi berlebihan? Apakah mereka bisa mendengarkan Anda dan mencoba mencari solusi, atau apakah setiap argumen berubah menjadi ajang adu ego?

Salah satu indikator kuat bahwa seseorang memiliki nalar yang sehat adalah kemampuan mereka untuk berkompromi, mendengarkan dengan aktif, dan mengesampingkan ego ketika situasi menuntutnya. Ini bukan berarti Anda harus menghindari perasaan, tetapi Anda harus mampu menyeimbangkannya dengan pemikiran logis.

Memeriksa Nalar Calon Pasangan

Jadi, bagaimana caranya mengetahui apakah pasangan Anda memiliki nalar yang sehat?

Tentu, tidak ada ujian nalar yang bisa Anda berikan secara langsung, tetapi ada beberapa tanda yang bisa Anda perhatikan. Apakah mereka bisa menghadapi situasi stres dengan tenang? Apakah mereka mampu mendengarkan pendapat yang berbeda tanpa merasa terancam? Apakah mereka cenderung mencari solusi yang praktis daripada terjebak dalam dramatisasi?

Jika jawabannya adalah ya, maka kemungkinan besar Anda berurusan dengan seseorang yang memiliki nalar yang baik. Jika tidak, mungkin inilah saatnya untuk mempertimbangkan kembali. Pernikahan yang sehat adalah pernikahan di mana kedua pihak mampu berpikir jernih dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah. Tanpa itu, Anda hanya akan masuk ke dalam perangkap konflik yang tak pernah berakhir.

Menikah dengan Logika dan Perasaan

Kita sering mendengar bahwa cinta adalah segalanya.

Namun, jika kita benar-benar jujur pada diri kita sendiri, cinta saja tidak cukup untuk mempertahankan sebuah pernikahan. Seperti yang ditunjukkan oleh angka-angka perceraian dan kasus KDRT di Indonesia, banyak pasangan yang menikah atas dasar cinta, tetapi tidak mampu bertahan karena kurangnya nalar dalam kehidupan sehari-hari.

Ini bukan berarti Anda harus meniadakan perasaan. Sebaliknya, perasaan dan logika harus berjalan beriringan. Anda harus mencintai pasangan Anda, tetapi juga memastikan bahwa mereka adalah seseorang yang mampu berpikir jernih, berkomunikasi dengan baik, dan menghadapi masalah dengan kepala dingin. Dengan begitu, Anda akan memiliki fondasi yang kuat untuk menjalani kehidupan bersama.

Jadi, sebelum Anda melangkah ke jenjang pernikahan, tanyakan pada diri Anda: Apakah pasangan saya memiliki nalar yang sehat? Apakah kami mampu bekerja sama untuk menyelesaikan masalah? Jika jawabannya ya, Anda mungkin sudah berada di jalur yang tepat. Jika tidak, mungkin inilah saatnya untuk berpikir ulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun