Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Belum Siap Vasektomi? Pakai Kondom Aja Dulu, Pria Akan Mengerti Seiring Waktu

29 September 2024   12:11 Diperbarui: 29 September 2024   12:42 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: urologyclinics.com

Malam itu terasa dingin ketika aku merenungkan nasib perempuan-perempuan di negeri ini.

Di balik pintu-pintu rumah sederhana yang berbaris di pinggiran kota, ada yang terjaga oleh tangisan bayi, ada yang menghela napas dalam, menahan lelah setelah seharian bekerja, dan ada yang bergumam, berdoa agar kehamilan tak lagi datang untuk yang keempat kali. Di tempat tidur, suaminya terlelap tanpa sedikit pun memahami beban yang ada di pundak istrinya. Seperti itulah kontrasepsi, tak pernah benar-benar menjadi tanggung jawab bersama. 

Di Indonesia, pembicaraan tentang vasektomi masih terdengar seperti bisikan halus yang ditelan angin, jarang dibicarakan apalagi dipahami. Namun, keengganan banyak pria untuk mempertimbangkan vasektomi bukan hanya soal ketidaksediaan, melainkan minimnya informasi dan budaya yang telah membentuk cara berpikir mereka sejak lama. Tetapi, bukankah perjalanan selalu dimulai dari langkah kecil? Jika vasektomi terasa begitu jauh, mungkin penggunaan kondom bisa menjadi awal yang lebih mudah diterima. 

Perjalanan Menuju Keadilan dalam Kontrasepsi

Banyak pria merasa asing dengan kata "vasektomi." Seolah-olah itu adalah keputusan final yang merenggut maskulinitas mereka. Namun, di balik ketakutan itu, ada yang tak disadari---sebuah tanggung jawab besar yang selama ini diserahkan sepenuhnya kepada perempuan. Menurut BKKBN, hanya 4% pria yang menggunakan vasektomi di Indonesia, sedangkan 80% lebih pengguna kontrasepsi masih didominasi oleh perempuan (Kompas, 12/9/24).

"Ada ketakutan bahwa vasektomi adalah tindakan permanen yang tidak bisa dibalik. Padahal, di banyak kasus, vasektomi dapat di-reversal jika memang dibutuhkan," kata Dr. Rina Mustika, spesialis kesehatan reproduksi di Jakarta. Ia menambahkan bahwa sebagian besar ketakutan ini muncul karena kurangnya edukasi yang mendalam tentang vasektomi. Lebih banyak pria yang memilih untuk menghindar daripada mencari tahu lebih jauh. 

Namun, memahami vasektomi bukanlah perkara sehari dua hari. Memutuskan untuk menjalani vasektomi adalah perjalanan panjang, di mana proses edukasi, diskusi dengan pasangan, dan konsultasi dengan dokter menjadi bagian penting dari proses tersebut. Dan jika langkah itu terasa masih berat, kondom bisa menjadi jawaban yang sederhana, tapi penuh makna. 

Kondom: Tanda Hormat pada Pasangan

Menggunakan kondom mungkin terdengar biasa, bahkan remeh, bagi sebagian orang. Tetapi, ketika seorang pria memutuskan untuk menggunakan kondom, itu lebih dari sekadar alat kontrasepsi. Itu adalah simbol bahwa ia peduli dengan kesehatan pasangannya, bahwa ia mengerti beratnya tanggung jawab yang selama ini ditanggung sendirian oleh perempuan. "Ketika seorang pria mau menggunakan kondom, ia menunjukkan bahwa tanggung jawab dalam kontrasepsi adalah tugas bersama, bukan hanya satu pihak," ujar Dr. Adi Kusuma, seorang androlog dari Yogyakarta (The Jakarta Post, 22/8/24).

Di balik benda kecil ini, ada makna besar. Kondom bukan hanya soal mencegah kehamilan, tapi juga melindungi kesehatan reproduksi, mencegah penyakit menular seksual, dan yang paling penting, mengirimkan pesan bahwa setiap keputusan dalam keluarga adalah hasil dari kerjasama, bukan perintah satu pihak kepada pihak lainnya.

Namun, sayangnya, kesadaran akan penggunaan kondom di kalangan pria Indonesia masih rendah. Banyak yang lebih mengandalkan perempuan untuk menjaga kehamilan tidak diinginkan dengan pil KB, suntik KB, atau bahkan IUD, yang sering kali menyebabkan efek samping cukup berat. Menurut laporan Kementerian Kesehatan, banyak perempuan yang mengeluhkan berat badan bertambah, suasana hati berubah drastis, atau siklus menstruasi terganggu akibat kontrasepsi hormonal (Tempo, 14/9/24). Dan dalam semua ini, mereka sering kali merasa sendirian.

Beban yang Tak Terlihat

"Selama sepuluh tahun saya menggunakan pil KB, saya harus menanggung semua efek sampingnya sendirian," ujar Lina, seorang ibu dua anak dari Surabaya. Suaminya tidak pernah benar-benar memahami apa yang harus ia hadapi setiap bulan. "Kadang saya ingin dia merasakan sedikit saja, bagaimana rasanya menjadi perempuan yang harus bertanggung jawab sendirian atas urusan kontrasepsi ini," lanjutnya (Liputan6, 18/9/24).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun