Buku seperti Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer atau Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan mengajarkan kita tentang sejarah, ketidakadilan, cinta, dan keputusasaan. Namun lebih dari itu, mereka mengajak kita merenungkan diri kita sendiri---bagaimana kita berperan dalam masyarakat dan apa yang bisa kita lakukan untuk membuat dunia lebih baik.
Seorang remaja yang saya temui di Yogyakarta, Dika, menceritakan pengalamannya membaca buku-buku Pramoedya. "Buku-buku itu bikin saya mikir ulang tentang sejarah negara ini, dan tentang posisi saya di tengah-tengah semua ini," katanya. Dika mulai menggunakan buku-buku tersebut sebagai bahan diskusi dengan teman-temannya, membuka perspektif baru yang tidak pernah ia temukan dari media sosial (Tempo, 11/9/24).
Melambat untuk Bertumbuh
Di era di mana segala sesuatu berlangsung begitu cepat, mungkin melambat adalah hal yang kita butuhkan. Membaca satu buku dalam seminggu bukan sekadar tantangan untuk menguji kemampuan kita membaca, tetapi lebih dari itu, ini adalah kesempatan untuk memperlambat waktu dan menyerap hal-hal yang benar-benar penting.
Ketika kita mengambil waktu untuk membaca, kita memberi ruang bagi diri kita sendiri untuk berpikir, merenung, dan bertumbuh. Pada akhirnya, buku bukan hanya lembaran kertas dengan kata-kata yang tertulis di atasnya. Buku adalah teman yang setia, yang selalu siap memberi kita jeda dari kehidupan yang penuh distraksi.
Bacalah satu buku dalam seminggu. Rasakan perubahannya. Dan lihat bagaimana dunia Anda pun berubah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H