Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik. Maverick. Freetinker.

Menulis tentang orang dan peristiwa adalah perjalanan untuk menemukan keindahan dalam keberagaman. Setiap kisah hidup adalah sebuah karya seni yang layak untuk diabadikan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Hidup Perlahan di Tengah Hiruk Pikuk: Mengapa Tren Slow Living Kian Populer di Perkotaan

29 September 2024   07:41 Diperbarui: 29 September 2024   08:07 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: goodlife.id

Di Indonesia, konsep ini semakin populer, terutama di kalangan pekerja muda yang mulai merasa jenuh dengan tekanan kota besar. Sebuah survei yang dilakukan oleh Jakarta Globe menunjukkan bahwa lebih dari 40% pekerja kantoran di Jakarta tertarik untuk mengadopsi gaya hidup slow living sebagai cara untuk mengurangi stres dan meningkatkan kualitas hidup (Jakarta Globe, 2023).

Kisah Nyata di Balik Tren

Di komunitas slow living yang berkembang di Bandung, seorang perempuan bernama Lina telah mempraktikkan slow living selama tiga tahun terakhir. Awalnya, ia merasa skeptis apakah gaya hidup ini bisa diterapkan di kota besar yang penuh dengan aktivitas. Namun setelah merasakan kelelahan akibat pekerjaan yang terus menumpuk, Lina memutuskan untuk mencoba perubahan kecil dalam rutinitasnya.

"Saya mulai dengan hal-hal sederhana, seperti tidak lagi memeriksa ponsel segera setelah bangun tidur, atau mengambil waktu untuk makan tanpa tergesa-gesa," ujar Lina. Perlahan, perubahan kecil ini memberikan dampak yang besar. "Saya mulai merasa lebih tenang, lebih fokus, dan hubungan saya dengan keluarga juga semakin baik."

Kisah Lina tidaklah unik. Banyak orang di kota besar yang kini mulai menemukan cara untuk memperlambat ritme hidup mereka, meski di tengah kesibukan. Dian, misalnya, kini mempraktikkan slow living dengan membuat jadwal kerja yang lebih fleksibel, mengurangi waktu penggunaan media sosial, dan memberi ruang bagi aktivitas yang benar-benar ia nikmati, seperti berkebun atau memasak.

"Saya merasa lebih bahagia, lebih produktif, dan yang paling penting, lebih sehat," ujar Dian dengan senyuman lebar (Kompas, 20/9/24).

Dampak Positif Terhadap Kesehatan dan Kualitas Hidup

Banyak penelitian menunjukkan bahwa slow living memiliki dampak positif yang signifikan terhadap kesehatan mental dan fisik. Dalam sebuah studi yang dipublikasikan oleh British Journal of Psychology, orang yang mempraktikkan slow living memiliki tingkat stres yang lebih rendah, tidur lebih nyenyak, dan cenderung memiliki hubungan sosial yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena slow living membantu mereka untuk fokus pada hal-hal yang benar-benar penting, sehingga mengurangi beban pikiran yang tidak perlu.

Selain itu, slow living juga membantu meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Sebuah laporan dari American Psychological Association menemukan bahwa orang yang memprioritaskan keseimbangan hidup, baik dalam pekerjaan maupun waktu pribadi, cenderung memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi.

Di Indonesia, beberapa pakar kesehatan mental juga mulai menganjurkan slow living sebagai bagian dari terapi untuk mengatasi gangguan kecemasan dan stres akibat tekanan kerja. Dr. Andini, seorang psikolog klinis di Jakarta, mengatakan bahwa slow living bisa menjadi solusi jangka panjang bagi mereka yang merasa kewalahan dengan tuntutan hidup perkotaan.

"Di tengah ritme hidup kota yang begitu cepat, slow living menawarkan alternatif untuk kembali menemukan ketenangan, tanpa harus meninggalkan tanggung jawab atau ambisi," jelas Dr. Andini (Tempo, 25/9/24).

Tips Memulai Slow Living di Perkotaan

Bagi mereka yang tertarik untuk mencoba slow living, ada beberapa tips praktis yang bisa diikuti:

Fokus pada satu hal dalam satu waktu. Multitasking seringkali menjadi sumber stres yang tak disadari. Cobalah untuk fokus pada satu tugas hingga selesai sebelum beralih ke tugas berikutnya.

  • Kurangi waktu layar. Batasi penggunaan gadget dan media sosial. Dengan membatasi waktu layar, kita bisa memiliki lebih banyak waktu untuk hal-hal yang lebih berarti.
  • Ciptakan rutinitas pagi yang tenang. Mulailah hari dengan tenang, seperti menikmati sarapan tanpa tergesa-gesa atau melakukan meditasi singkat.
  • Berikan waktu untuk diri sendiri. Sempatkan waktu untuk melakukan aktivitas yang benar-benar Anda nikmati, seperti membaca buku, mendengarkan musik, atau sekadar berjalan-jalan di taman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun