Selain masalah eksternal seperti pelemahan ekonomi global, sektor tekstil dan industri padat karya lainnya juga menghadapi tantangan dari dalam. Adopsi teknologi baru semakin mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manual. Banyak pabrik yang mulai mengganti tenaga kerja manusia dengan mesin otomatis untuk meningkatkan efisiensi dan menekan biaya produksi. "Kalau pabriknya dibangun lagi, yang dipekerjakan bukan lagi kami, tapi mesin," kata seorang mantan buruh tekstil di Pekalongan yang baru-baru ini kehilangan pekerjaannya.
Transformasi industri ini memang tak terelakkan. Namun, di tengah proses ini, ribuan pekerja yang selama bertahun-tahun menggantungkan hidupnya pada pekerjaan manual kini terpinggirkan. Pertanyaan besar yang muncul adalah: bagaimana nasib mereka? Apakah pemerintah memiliki rencana nyata untuk membantu para pekerja ini beradaptasi dengan perubahan yang terjadi?
Pilkada dan Harapan Palsu
Di tengah badai PHK dan ancaman ketidakpastian ekonomi, rakyat di berbagai daerah akan segera memberikan suaranya dalam Pilkada. Di permukaan, Pilkada adalah momen penting untuk menentukan arah masa depan daerah. Namun, bagi banyak orang, terutama mereka yang sudah kehilangan pekerjaan, Pilkada lebih terasa seperti formalitas belaka. Janji-janji kampanye terdengar indah, tetapi pada akhirnya, mereka tahu bahwa kehidupan sehari-hari mereka tidak akan banyak berubah, siapa pun yang terpilih nanti.
"Kalau mereka bicara soal ekonomi, saya hanya bisa tersenyum pahit," kata seorang buruh migran yang baru kembali ke kampung halamannya di Pati. "Sudah puluhan tahun saya merantau, tapi keadaan di kampung tetap saja sama. Anak-anak kami yang baru lulus sekolah pun akhirnya ikut merantau."
Harapan yang digantungkan pada Pilkada serentak 2024 tampak semakin pudar, terutama bagi mereka yang berada di sektor-sektor ekonomi yang paling terdampak. Bagi mereka, Pilkada bukanlah solusi, melainkan hanya panggung politik yang tak banyak memberi dampak pada kehidupan mereka sehari-hari.
Sebuah Realita yang Harus Diakui
Kembali ke warung kopi kecil itu, saya masih terdiam setelah mendengar pernyataan teman saya. "Pilkada, UMKM, pariwisata... semua itu hanya cerita di media. Yang benar-benar bikin ekonomi daerah ini hidup adalah mereka yang merantau, bekerja keras di tempat lain, dan pulang dengan membawa uang."
Pernyataan itu, walaupun getir, adalah refleksi dari realitas yang dihadapi oleh banyak daerah di Indonesia. Ketika Pilkada 2024 semakin dekat, kita harus bertanya: apakah para pemimpin yang akan terpilih nanti benar-benar memahami realitas ini? Atau, apakah kita akan terus menyaksikan narasi yang sama, sementara rakyat terus berjuang, bukan di bawah perlindungan kebijakan pemerintah, melainkan dengan kekuatan mereka sendiri di tengah badai ekonomi yang tak berkesudahan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H