Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik.

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sandwich Generation di Indonesia: Ladang Pahala atau Lingkaran Setan?

25 September 2024   10:37 Diperbarui: 25 September 2024   10:46 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: decode.uai.ac.id

Di sebuah rumah kecil di pinggiran Jakarta, Arman, seorang pekerja berusia 35 tahun, baru saja pulang dari kantor.

Wajahnya lelah, namun tanggung jawab yang harus ia pikul lebih besar daripada rasa penat yang membebani tubuhnya. Di dalam rumah, dua anaknya yang berusia 5 dan 7 tahun sedang bermain. Di sudut lain, sang ibu yang sudah berusia 70-an terbaring di ranjang, memerlukan perawatan rutin akibat penyakit stroke yang dideritanya sejak beberapa tahun lalu.

Arman adalah gambaran nyata dari fenomena "sandwich generation" --- generasi yang berada di tengah, terhimpit oleh tanggung jawab merawat orang tua lanjut usia dan menghidupi anak-anaknya. Generasi ini tak hanya menanggung beban finansial yang berat, tetapi juga menghadapi tekanan mental dan emosional yang luar biasa. Meskipun berbakti kepada orang tua adalah nilai luhur yang dijunjung tinggi di masyarakat Indonesia, bagi sebagian orang, fenomena ini bisa menjadi lingkaran setan yang sulit diputus.

Bonus Demografi dan Naiknya Persentase Lansia

Pemerintah Indonesia optimis menyambut bonus demografi yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2030 hingga 2040. Pada periode ini, jumlah penduduk usia produktif akan jauh lebih banyak dibandingkan dengan penduduk tidak produktif, sebuah situasi yang dianggap akan membawa peningkatan ekonomi yang signifikan. Namun, di balik optimisme ini, ada bayang-bayang yang menghantui: persentase penduduk lanjut usia (lansia) yang semakin meningkat.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023, persentase penduduk lansia di Indonesia mencapai 11,75%, naik signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. DI Yogyakarta tercatat sebagai provinsi dengan persentase lansia tertinggi, yakni sebesar 17%, diikuti oleh Jawa Timur (14,4%), Bali (14,1%), dan Jawa Tengah (13,5%). Kondisi ini menjadi semakin kompleks karena banyak lansia di Indonesia yang tidak siap secara finansial menghadapi masa tua mereka.

Sebagian besar dari mereka mengandalkan anak-anak mereka untuk menopang kehidupan di hari tua. Dan di sinilah fenomena sandwich generation muncul. Sebanyak 4,55 juta milenial dan Gen Z di Indonesia kini harus menopang kehidupan lansia, dengan sekitar 3,93 juta di antaranya berada pada kelas ekonomi menengah ke bawah. Dengan pendapatan rata-rata Rp5,87 juta per bulan, tantangan keuangan yang mereka hadapi sangat besar.

Ladang Pahala atau Beban Tak Tertanggungkan?

Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim, merawat orang tua adalah ladang pahala yang dijanjikan agama. Islam mengajarkan bahwa berbakti kepada orang tua adalah salah satu amalan yang paling mulia. Seperti yang dikatakan dalam hadits, "Keridhaan Allah terletak pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah terletak pada kemurkaan orang tua."

Namun, dalam kenyataannya, banyak generasi sandwich yang merasa terhimpit oleh beban ini. Apalagi bagi mereka yang berpenghasilan rendah, merawat orang tua lansia sambil membiayai kehidupan keluarga mereka sendiri menjadi tantangan yang hampir tak tertanggungkan. Teori yang diajarkan agama dan budaya sering kali tidak sejalan dengan praktek di lapangan.

"Setiap hari saya harus berpikir keras, bagaimana caranya membayar biaya sekolah anak, membeli kebutuhan harian, dan juga membayar obat-obatan ibu saya," kata Arman. "Kadang saya merasa kewalahan, seolah-olah tidak ada jalan keluar. Apa ini benar ladang pahala atau malah jadi malapetaka?"

Kisah Arman hanyalah satu dari jutaan cerita serupa yang tersebar di seluruh Indonesia. Bagi banyak sandwich generation, mereka terus berjuang dengan beban ganda yang tampaknya tidak ada akhirnya.

Naiknya Tekanan Mental dan Emosional

Beban finansial bukanlah satu-satunya hal yang harus dihadapi oleh generasi sandwich. Tekanan mental dan emosional yang datang dari harus merawat dua generasi sekaligus sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang termasuk dalam sandwich generation lebih rentan mengalami stres, kecemasan, dan bahkan depresi.

Menurut Susiana Nugraha, Direktur Pusat Kajian Keluarga dan Kelanjutusiaan (CeFAS) Universitas Respati Indonesia, fenomena sandwich generation dapat menjadi lingkaran setan bagi masyarakat Indonesia. "Generasi ini harus menopang orang tua yang sudah menua, sementara mereka sendiri juga harus mempersiapkan masa depan anak-anaknya. Akibatnya, kualitas hidup mereka menurun, baik secara ekonomi maupun mental," jelasnya.

Peneliti lain, Agus S Efendi dari Pusat Studi Kependudukan dan Kesejahteraan Keluarga (Pusdeka) UNU Yogyakarta, menyatakan bahwa jika kebijakan hanya fokus pada penduduk usia muda dan mengabaikan lansia, bonus demografi yang diharapkan akan menjadi momok. "Bonus demografi ini bisa menjadi masalah besar jika kita hanya fokus pada produktivitas usia muda tanpa memperhatikan apa yang akan terjadi setelah itu," katanya.

Solusi: Mencari Jalan Tengah

Salah satu solusi yang sering diusulkan untuk mengatasi tantangan sandwich generation adalah dengan mempersiapkan masa tua sedini mungkin. Sayangnya, di Indonesia, budaya menabung dan merencanakan masa depan finansial belum menjadi prioritas utama bagi banyak orang. Pendidikan finansial yang minim serta kesadaran akan pentingnya investasi untuk masa tua masih rendah.

Pemerintah juga mulai mengambil langkah untuk menghadapi tantangan ini, terutama dengan memperkuat program jaminan sosial bagi lansia. Program seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan diharapkan bisa menjadi jaring pengaman bagi lansia yang tidak memiliki dukungan finansial. Namun, implementasi program ini masih menemui banyak tantangan, terutama di daerah-daerah terpencil.

Selain itu, penting juga bagi generasi sandwich untuk mendapatkan dukungan mental dan emosional. "Masyarakat sering kali mengabaikan pentingnya kesehatan mental, padahal ini adalah faktor penting dalam menghadapi tekanan hidup," kata Susiana. "Pemerintah dan masyarakat perlu lebih sadar akan pentingnya memberikan dukungan, baik finansial maupun mental, kepada generasi ini."

Memandang dari Perspektif yang Positif

Meski berat, beberapa dari sandwich generation mencoba memandang situasi mereka dari perspektif yang lebih positif. Bagi mereka, ini adalah kesempatan untuk berbakti kepada orang tua, sebuah nilai yang sangat dijunjung dalam budaya Indonesia.

"Tidak mudah memang, tapi saya percaya ini adalah jalan saya untuk membalas budi kepada orang tua," kata Rina, seorang ibu dua anak yang juga merawat ibunya yang berusia 80 tahun. "Saya melihat ini sebagai kesempatan untuk menanam pahala, untuk meraih ridha Allah."

Dalam masyarakat yang sangat menjunjung nilai-nilai kekeluargaan dan religiusitas, sandwich generation sering kali dihadapkan pada dilema antara tanggung jawab moral dan beban ekonomi. Namun, pada akhirnya, mereka mencoba menemukan keseimbangan di tengah-tengahnya.

Masa Depan Sandwich Generation di Indonesia

Fenomena sandwich generation di Indonesia akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya persentase lansia di negeri ini. Meskipun bonus demografi menawarkan harapan akan peningkatan produktivitas dan ekonomi, tantangan yang dihadapi generasi ini tidak bisa diabaikan.

Pemerintah perlu lebih serius dalam memikirkan kebijakan jangka panjang yang tidak hanya berfokus pada penduduk usia produktif, tetapi juga lansia yang semakin membutuhkan perhatian. Program jaminan sosial yang kuat, pendidikan finansial sejak dini, serta dukungan mental bagi generasi sandwich adalah beberapa solusi yang bisa diambil.

Bagi Arman, Rina, dan jutaan lainnya, tantangan ini mungkin tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Namun, dengan dukungan yang tepat, mereka dapat menemukan cara untuk bertahan --- bahkan berkembang --- di tengah tekanan yang melingkupi mereka. Pada akhirnya, generasi sandwich akan terus ada, dihadapkan pada pilihan antara ladang pahala atau lingkaran setan, tergantung bagaimana mereka dan masyarakat menyikapi tantangan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun