Mohon tunggu...
Adib Abadi
Adib Abadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Eklektik

Tertarik pada dunia buku, seni, dan budaya populer.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Bertanam Kata, Merawat Jiwa: Harmonisasi Hidup Seorang Penulis

24 September 2024   10:30 Diperbarui: 24 September 2024   10:33 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumen Pribadi

Proses merawat tanaman mengajarkan kesabaran dan ketekunan---dua hal yang sangat penting dalam menulis. Sama seperti tanaman yang membutuhkan waktu untuk bertumbuh dan berkembang, tulisan juga memerlukan waktu untuk menemukan bentuknya. Ada jeda yang diperlukan, momen ketika ide-ide butuh diberi ruang untuk berkembang dengan sendirinya. Berkebun, bagi sang penulis, telah menjadi pengingat konstan bahwa kreativitas tidak bisa dipaksakan, melainkan butuh dirawat dengan lembut.

Proses yang Sama: Merawat Tanaman dan Merawat Kreativitas

Hubungan antara merawat tanaman dan proses kreatif menjadi semakin nyata bagi sang penulis seiring berjalannya waktu. Dalam setiap langkah kecil yang ia ambil untuk merawat tanamannya, ia menemukan pelajaran berharga untuk menulis. Seperti saat ia menyiram monstera yang daunnya mulai layu karena terlalu banyak terkena sinar matahari, ia belajar bahwa terkadang, sesuatu butuh ruang teduh untuk tumbuh. Demikian pula, dalam menulis, ide-ide terkadang perlu dibiarkan beristirahat sejenak, jauh dari tekanan dan cahaya sorotan, agar bisa tumbuh dengan sehat.

Ketika ia memotong daun-daun yang menguning atau ranting yang tumbuh tidak pada tempatnya, ia juga belajar tentang pentingnya revisi. Dalam menulis, tidak semua ide atau kalimat harus dipertahankan. Ada saat-saat di mana memotong atau menghilangkan bagian tertentu justru membuat keseluruhan karya tumbuh lebih indah dan lebih kuat.

Bagi sang penulis, merawat tanaman di taman belakangnya bukan hanya soal merawat alam, tetapi juga merawat dirinya sendiri---pikiran, emosi, dan kreativitasnya. Taman ini telah menjadi cermin yang mencerminkan perjalanan pribadinya dalam menghadapi tantangan-tantangan menulis dan kehidupan.

Taman Belakang: Oase dalam Kehidupan Modern

Di tengah kehidupan yang semakin dipenuhi dengan teknologi dan distraksi digital, taman belakang rumah menawarkan sejenak jeda dari kegilaan itu. Bagi sang penulis, taman ini adalah ruang untuk bernapas, tempat di mana ia bisa kembali terhubung dengan sesuatu yang lebih dalam, lebih alami.

Taman ini mengingatkannya bahwa kehidupan, seperti halnya proses menulis, tidak selalu tentang kecepatan atau produktivitas. Kadang-kadang, yang kita butuhkan hanyalah berhenti sejenak, menyiram tanaman, dan membiarkan segala sesuatu berkembang sesuai dengan ritmenya sendiri.

Dalam dunia yang serba cepat ini, di mana waktu terasa terus berlari, taman belakang menjadi pengingat bahwa ada sesuatu yang indah dalam perlambatan. Bahwa di antara hiruk-pikuk pekerjaan dan rutinitas, ada ketenangan yang bisa ditemukan di tengah daun-daun hijau dan bunga-bunga kecil. Dan bagi sang penulis, di tempat inilah ia menemukan inspirasi sejati---di antara keheningan dan kedamaian yang hanya bisa diberikan oleh alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun