Bagaimana caranya? Ketika kita membaca tentang perjuangan karakter yang menghadapi dilema moral atau tantangan besar, otak kita tidak hanya memproses informasi tersebut, tetapi juga merasakan emosi yang sama.Â
Hal ini tidak hanya membuat kita lebih memahami sudut pandang orang lain, tetapi juga meningkatkan sensitivitas emosional kita dalam kehidupan nyata.
Mari kita ambil contoh dari dunia sastra klasik. Dalam novel To Kill a Mockingbird karya Harper Lee, pembaca dibawa pada sebuah perjalanan moral tentang keadilan sosial dan rasisme.Â
Pembaca merasakan keputusasaan dan ketidakadilan yang dirasakan oleh para karakter. Ketika kita selesai membaca, sesuatu dalam diri kita berubah.Â
Sudut pandang kita tentang dunia sudah tidak sama lagi. Kita lebih waspada terhadap ketidakadilan di sekitar kita, dan---sebagai manusia yang lebih empati---kita merasa terdorong untuk melakukan perubahan.
Apakah Kita Bisa Beradaptasi dengan E-Book?
Seiring berjalannya waktu, banyak orang beralih ke e-book karena kenyamanannya. Tapi, apakah kita benar-benar mendapatkan pengalaman membaca yang sama?Â
Menurut riset dari Lund University di Swedia, otak kita memang bisa beradaptasi dengan cepat dalam membaca melalui e-book. Namun, ada satu kelemahan besar: e-book sering kali gagal memberikan "navigasi spasial" yang sama seperti buku cetak.Â
Dengan buku fisik, kita bisa merasakan beratnya halaman yang belum dibaca, memberi kita perasaan kemajuan yang nyata. Tanpa itu, otak kita cenderung merasa tersesat di dalam teks, kehilangan kemampuan untuk mengingat posisi fisik dari informasi yang kita baca.Â
Ini bukan sekadar masalah preferensi, melainkan tentang bagaimana otak kita telah berevolusi untuk memproses informasi.
Membaca Adalah VR yang Sebenarnya
Seberapa sering kita mendengar orang berbicara tentang virtual reality (VR) sebagai masa depan hiburan?Â
Membaca adalah VR pertama yang pernah ada, dan itu jauh lebih canggih. Otak kita tidak dapat membedakan antara membaca pengalaman dan benar-benar mengalami sesuatu.Â