Pernahkah Anda memiliki teman yang sepertinya selalu gagal memahami perasaan orang lain?Â
Dalam dunia di mana individualisme merajai, pertanyaan ini menjadi semakin relevan. Seiring kita semakin terhubung melalui teknologi, ironisnya, kita juga menjadi semakin terputus dalam hal empati.
Dalam artikelnya, Rick Weissbourd berpendapat bahwa selama ini kita lebih mementingkan kepentingan individu dibandingkan kepentingan kelompok atau masyarakat secara keseluruhan.
Dan tampaknya, itu memang benar. Di tengah era di mana kita diminta untuk memikirkan "me" terlebih dahulu, bagaimana nasib "we"? Dalam era individualisme yang semakin menonjol, kita seringkali lupa akan pentingnya kebersamaan.Â
Dampak dari prioritas individu ini tidak hanya terasa dalam kebijakan publik, tetapi juga dalam interaksi kita sehari-hari dengan orang lain.
Teman yang "Tone Deaf"
Mungkin Anda pernah mengalami situasi di mana seorang teman atau kolega tampak "tone deaf," sebuah istilah yang mengacu pada kurangnya kepekaan terhadap perasaan orang lain.Â
Ini tidak selalu berarti mereka jahat atau tidak peduli; lebih sering, mereka mungkin tidak menyadari betapa pentingnya menyesuaikan nada dan tindakan mereka terhadap situasi emosional di sekitar mereka.
Pengalaman pribadi saya dengan individu seperti ini sering kali 'bikin capek'. Di satu sisi, saya memahami bahwa tidak semua orang dianugerahi empati yang sama. Namun, di sisi lain, saat emosi atau kepekaan saya diabaikan, rasanya seperti berbicara dengan dinding.Â
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang yang tidak peka secara emosional, atau yang kurang empati, mungkin tidak sepenuhnya sadar akan dampak kata-kata atau tindakan mereka terhadap orang lain.Â
Pada titik ini, mungkin ada pilihan: menghadapi mereka dengan kejujuran, atau menarik diri untuk melindungi diri sendiri.