Pekanbaru 17 Agustus 2016
Hari ini 71 tahun Indonesia merdeka. Pukul 06.00 WIB saya sudah berangkat dari rumah menuju lapangan upacara di kantor dan dilanjutkan dengan upacara detik-detik proklamasi di depan kantor gubernur. Saya harus berangkat lebih awal karena rumah terletak di pinggir kota dan diperkirakan jalanan macet pagi ini. Dugaan saya benar, ternyata di jalanan sudah dipenuhi kendaraan roda 2 dan roda 4 yang membawa anak sekolah dan para PNS berbaju Korpri. Mendekati pusat kota Pekanbaru mulai terasa nuansa HUT kemerdekaan. Penuh bendera, umbul-umbul dan karangan bunga di sekitar kantor gubernur.Â
Ada hal yang menarik perhatian saya dalam perjalanan menuju tempat upacara ini. Mulai dari perumahan tempat saya tinggal, ruko di sepanjang jalan menuju pusat kota, tak banyak yang mengibarkan bendera. Bahkan pertokoan sepanjang jalan utamapun sebagian kecil yang memasangnya. Berbeda di kantor pemerintahan, Â semuanya mengibarkan merah putih.
Saya teringat masa kecil di kampung  dulu, tepatnya Kota Payakumbuh Sumatera Barat. Menjelang 17 Agustus sudah diingatkan seluruh masyarakat wajib memasang bendera merah putih selama 3 hari berturut- turut mulai tanggal 16 sampai 18 Agustus. Warga diwajibkan, bukan hanya yang di pinggir jalan tapi sampai rumah di pelosok bahkan di kaki gunung sekalipun.  Aturan itu benar benar diterapkan. Mulai dari aparat pemerintahan yang terendah sampai tertinggi ikut mengawasi. Jam 6 pagi Bapak saya langsung memasang bendera. Kami anak-anak disuruh bapak hormat bendera sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya.  Begitu juga saat menurunkannya. Begitu seterusnya yang kami lakukan setiap hari selama memperingati hari kemerdekaan. Terasa sekali hikmah dan penghormatan terhadap lambang negara. Mungkin karena Bapak adalah seorang kepala sekolah sehingga sangat kuat menanamkan rasa nasionalisme kepada anak didik di sekolah dan anak-anaknya di rumah.Â
Pernah kejadian tetangga kami lupa menurunkan bendera. Jam 8 malam datang aparat kelurahan mengingatkan agar bendera segera diturunkan. Adalagi kisah tetangga lain yang berkaitan dengan pemasangan bendera. Bendera dipasang oleh anak-anaknya yang masih sekolah di SD dan SMP. Karena asik bercanda, bendera yang mereka pasang sampai terjatuh dan terinjak. Namanya anak-anak, mereka tetap bercanda. Akhirnya kejadian ini sampai ke aparat kelurahan dan orangtuanyapun dipanggil  dan dinasehati Pak Lurah.Â
Begitulah waktu dulu. Sekarang kondisi sudah jauh berbeda. Tak ada lagi himbauan pemerintah untuk memasang bendera. Tak ada lagi aparat yang mengawasi dan mengingatkan warga. Tak ada lagi yang mengingatkan bahwa bendera tidak boleh dipasang terus menerus selama 24 jam.  Bahkan ada ruko  di dekat rumah saya yang benderanya sudah robek karena di pasang sejak tahun yang lalu tidak pernah diturunkan (alhamdulillah, siang ini saat saya pulang upacara ternyata benderanya sudah diturunkan dan diganti dengan bendera baru). Saya tidak tahu apakah bendera ini akan diturunkan sorenya ataukah dibiarkan berkibar sampai peringatan HUT RI ke 72 tahun depan.Â
Untuk memudahkan memasang bendera, banyak orang yang hanya mengikatkan di pagar teras tingkat 2. Padahal seharusnya dipasang di halaman. Lebih miris lagi seorang ketua RT di lingkungan saya mengibarkan bendera di atas atap rumahnya dengan cara mengikatkan pada kayu seadanya/ tidak tiang khusus.Â
Ketika pulang sehabis upacara, saya melewati jalan protokol / jln Sukarno Hatta. Di sisi kiri saya melihat sampah menggunung dan dipuncaknya dikibarkan bendera merah putih. Di puncak onggokan sampah dikibarkan bender merah putih. Ini apa maksudnya ? Apakah sebagai wujud dan penghormatan terhadap bendera oleh orang yang tidak tahu aturan? Atau berupa hujatan yang terhadap pemerintah yang tidak serius mengelola sampah?Â
Yang saya lihat saat ini, untuk merayakan hari kemerdekaan orang disibukkan dengan melakukan berbagai perlombaan tapi mengibarkan bendera merah putih yang seharusnya diutamakan tapi tidak dilakukan. Di perumahan tempat saya tinggal, dari 300 lebih rumah, yang memasang bendera bisa dihitung dengan jari. Bahkan aparat pemerintahpun tidak memasang bendera. Kalaupun ada yang memasang tapi tidak sesuai aturan.  Ada di salah satu kelurahan  dilakukan acara lomba panjat pinang. Karena HUT RI ke 71, maka jumlah pinang nya juga 71 batang. Apa manfaatnya kita merayakan dengan membuang-buang uang sedangkan makna hari kemerdekaan itu sendiri justru dilupakan?
Melihat kondisi ini, saya jadi berpikir dan bertanya apakah tak perlu lagi kita memasang bendera dalam menyambut hari kemerdekaan? Apakah pemerintah tak perlu lagi menghimbau, mengingatkan agar kita menghormati bendera sebagai lambang negara ? Bukankah tentang bendera ini diatur dalam UUD 1945 pasal 35 dan kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah no  40 tahun 1958 dan UU no 24 tahun 2009 ? Kapan bendera harus dipasang, kapan bendera harus diturunkan, berapa ukuran bendera, bagaimana tata tertib menaikkannya semua ada aturannya.
Saya merasa geram, sedih dan juga bingung melihat kondisi ini. Padahal merah putih didapatkan dengan perjuangan dan air mata. Banyak korban jiwa untuk merah putih dapat berkibar. Sia- sia perjuangan para pahlawan bangsa. Saatnya kita menanamkan nilai- nilai kebangsaan kepada seluruh warga Indonesia yang makin hari makin luntur. Semua pihak harus terlibat. Mulai dari keluarga di rumah, guru- guru di sekolah dan yang terpenting adalah pihak pemerintah sebagai regulator di negera tercinta ini.