Terkutuk Menjadi Bebas (Sartre dan Osho)
Tiada jalan lain selain bermanusia, evolusi kolektif yang tak disadari. Evolusi yang tertentukan telah usai,evolusi yang identik dengan segala kepastian dan hal sebagaimana seharusnya berakhir, ketika telah mencapai manusia. Tak ada jalan kembali belakang, semuanya telah memenuhi kodratnya. Evolusi yang tersadari sebagai hal baru telah dimulai dan perlu mengawalinya dengan pilihan. Tidak dimulai pada orang tertentu, melainkan akan terawali oleh manusia yang memilih untuk mengawalinya sebagai pilihan untuk berkembang yang merupakan satu-satunya petualangan terbesar manusia. Sebab, manusia telah menjadi sadar dan evolusi menjadi proses individual. Sebelum kesadaran berkembang, yang ada hanyalah kelompok, spesies bukan individu. Selama proses evolusi, masih berlangsung tanpa sadar, dapat dipastikan hal itu adalah proses otomatis, kepastian adalah cirinya, menurut hukum sebab akibat. Kehidupan berlangsung secara mekanis dan pasti. Tapi kini ketika telah mencapai manusia, evolusi dapat berhenti atau dilangsungkan, potensi selalu ada bergantung pada kehendak pribadi manusia. Segala sesuatunya kini harus dipilih, karena kesadaran telah bertumbuh dan membutuhkan upaya sadar serta tanggung jawab. Sebab, semua pilihan kita, akan menentukan kegagalan dan kesuksesan kita. Semua pilihan dibuat dalam keadaan yang gelap total seperti sebuah taruhan dan akan menjadi bagian dari ketidakpastian manusia. Ketidakpastian akan selalu menghasilkan ketegangan, ketakutan disertai dengan keinginan bunuh diri pada puncaknya. Kekeliruan-kekeliruan dan kegagalan semuanya membuat hal semakin tak pasti sehingga menimbulkan ketakutan dan ketegangan. Pada level tertentu ketakutan dan ketegangan meningkat, mengakibatkan diri tak mampu menanggungnya. Memberi arah tak jelas, hingga pilihan bunuh diri menjadi puncak sebagai konsekuensi tindakan insani yang sepenuhnya berada pada tangannya. Atau jika tak terlalu berani untuk bunuh diri seketika, bunuh diri perlahan tetap berjalan sebagai thanatos.
Selain itu, demi kenyamanan psikologis, pikiran akan selalu mencari kepastian dengan sandaran-sandaran yang dianggap menguasai ketakutan dan ketegangan. Seperti menyerahkan tanggung jawab di tangannya kepada pihak lain, entah dewa, tuhan,agama, atau guru, yang bisa memberi pedoman arah tanpa memilih dalam kegelapan. Tapi, pelarian diri dari tanggung jawab adalah penghilangan kesempatan terbaik untuk pemekaran manusia. Pelolosan diri hanyalah penundaan entah jangka pendek atau panjang hingga kematian tiba. Semuanya, menjadi bergantung pada kita, jika kita telah menerimanya sebagai tanggung jawab kemanusiaan kita. Maka, tak akan ada penyalahan pihak lain, tak akan ada “pengadilan” yang mendengar semua keluh. Semua hal kembali pada diri sendiri, membuat kesadaran membawa semuanya menjadi kepekaan akan kemandirian dan menjadi bersendiri, sebagai sebagai wujud atas pilihan sadar yang membawa pencerahan.
Kepekaan akan kesendirian, membawakesadaran kepekaan itu pada kesendirian orang lain pula. Sehingga kita merasa ikut bertanggung jawab terhadap orang lain pula, dalam konteks bahwa menguasai orang lain adalah pelanggaran pula.
Pilihan adalah kebebasan manusia yang dihadapkan bukan hanya pada pilihan yang baik saja, sebab pilihan yang hanya dibatasi kebaikan saja tak mengandung kebebasan, begitu juga sebaliknya. Karena piilihan masih dibatasi sisi.Pilihan selalu mengandung arti ini atau itu, semuanya bergantung pada manusia. Menumbuhkan dimensi baru pemekaran manusia.
Osho. Psikologi Alam Gaib(Psychologi Esoteric). Bandung: Penerbit Alumni, 1992.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H