Kata siapa film Indonesia jelek? Menurut saya, dunia perfilman di Indonesia sangat layak untuk disandingkan dengan Hollywood atau Bollywood, deh. Saya pernah berada di dalam daftar orang yang skeptis terhadap film Indonesia. Barulah belakangan ini, saya mulai mencoba menonton film-film dalam negeri. Dan saya menyesal. Mengapa dulu saya bersikap skeptis dengan film-film brilian tersebut.
Ada beberapa alasan tentunya mengapa saya mulai menyukai film Indonesia. Begini, pertama, dari 10 film Indonesia yang saya tonton belakangan ini, tujuh di antaranya beraktorkan Reza Rahadian. Hebat! Dan lebih hebatnya lagi, ketujuh film tersebut dibuat di tahun yang berdekatan. Sekira dalam kurun waktu dua atau tiga tahun saja, Reza sudah membintangi lebih dari tujuh film yang berbeda.
Melihat fakta ini, saya yakin akan membuat Johnny Depp atau Brad Pitt minder. Karena, dalam kurun sekira dua tahun, saya rasa kedua aktor tersebut hanya berperan di paling banyak dua hingga empat film saja. Sedangkan Reza, tujuh! Siete! Pitu! Itupun hanya yang saya ketahui. Pasti angkanya lebih dari itu. Mungkin 24.
Saya jadi teringat ketika beberapa tahun belakangan, film-film Indonesia kebanyakan diperankan oleh Ringgo Agus Rahman, Desta, Aming, Tora Sudiro, atau Lukman Sardi. Hampir semua film yang dirilis, ada wajah mereka. Hal tersebut menandakan bahwa dunia selebritas di Indonesia memiliki bintang yang multitalenta. Aktor yang sama, dengan film dan genre yang berbeda. Hebat bukan? Tidak ada aktor spesialis seperti di Hollywood sana.
Kemudian dalam hal genre. Saya heran melihat Hollywood yang selalu memiliki genre beragam dan aneh. Anggaplah dalam satu tahun, genre film besutan Hollywood ada yang drama, horror, komedi, action, dan lain-lain. Penonton pasti bingung. Saya saja seringkali bingung dengan banyaknya genre yang ditawarkan.
Berbeda dengan perfilman di Indonesia. Mereka sangat paham kebutuhan penonton. Jadi ketika sedang musim film hantu dengan bumbu humor, maka kebanyakan film mengusung genre tersebut. Ketika sedang musim membuat film dengan genre agama, semua berlomba membuat film serupa. Waktu bergeser, yang marak menjadi film motivasi atau tema nasionalis, semua membuat yang sama. Begitu seterusnya. Jenius betul.
Mengapa saya katakan demikian? Ya bagaimana tidak jenius? Para pembuat film di Indonesia konsisten dengan selera para penonton. Berbeda dengan Hollywood yang inkonsisten. Bikin bingung saja. Cuih!
Kemudian dari segi budget. Awalnya saya mengira film-film Indonesia dibuat dengan biaya yang murah. Tapi ternyata saya salah. Maafkan. Film Indonesia justru dibuat dengan biaya yang tidak main-main. Sebagai contoh, mereka berani memanggil aktris dari manca-negara, seperti Miyabi, Sasha Grey, Vicky Vette, Tera Patrick, Rin Sakuragi, Misa Campo, Leah Yuzuki, Sora Aoi, dan lain-lain. Apa?? Kalian tidak kenal nama-nama tersebut? Kalian pasti tidak pernah nonton film porno!
Ah iya, satu lagi. Film Indonesia pernah dibintangi oleh Mr. Bean. Tidak tanggung-tanggung, film tersebut justru diberi judul "Mr. Bean Kesurupan Depe". Ingin ketawa? Jangan. Tahan! Katanya, banyak yang kecewa, lantaran Mr. Bean pada film tersebut tidak dibintangi oleh Rowan Atkinson. Hal tersebut menjadikan film ini dinilai melakukan pembohongan publik. Dasar! Padahal saya yakin sekali yang menjadi Mr. Bean di film tersebut adalah Rowan Atkinson. Mana mungkin film Indonesia melakukan pembohongan sehina seperti itu.
Jadi, dari segi budget, film Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Terlebih adanya banyak iklan atau sponsor yang disisipkan dalam film. Meskipun terkesan “memaksa” dan merusak adegan, yang penting itu tandanya film Indonesia memiliki banyak pemasukan. Tidak seperti film Hollywood yang tidak pernah ada sisipan sponsor atau iklan di dalamnya. Menyedihkan.
Lalu apa lagi kelebihan film Indonesia? Tunggu.. Saya sampai bingung mendaftarnya karena saking banyaknya. Ah iya, dari segi kreatifitas!
Banyak haters yang menganggap film Indonesia miskin kreatifitas. Saya akan patahkan anggapan tersebut di paragraf ini. Begini, saya ambil contoh paling sederhana, dari pembuatan judul saja. Para pembuat film Indonesia saya yakin mereka sekolah tentang perfilman, atau minimal selalu menonton film berkualitas, sehingga menghasilkan judul seperti: Ada Apa dengan Pocong?, Kepergok Pocong, Kuntilanak Kesurupan, Pacar Hantu Perawan, Setan Facebook, Oops!! Ada Vampir, dan sebagainya.
Lucu? Saya kira tidak sama sekali. Justru sebaliknya. Judul-judul tersebut adalah indikasi paling kuat bahwa film Indonesia kaya kreatifitas. Coba lihat film Hollywood yang judulnya hanya: Spotlight, Inception, Psycho, Memento, Her, Platoon, dan lainnya. HAHA, tidak kreatif sekali. Judulnya hanya satu kata. Bahkan ada film yang hanya berjudul satu huruf: M. Ada pula film yang berjudul “Se7en”. 4L4Y s3k4L!.
Lihat? Betapa mengagumkannya film Indonesia. Saya menyesal sempat skeptis terhadap film-film dalam negeri sendiri. Meskipun perfilman Indonesia sangat sempurna, tetapi tetap saja ada film-film yang sama sekali tidak berkualitas, seperti: Gie, Surat dari Praha, Janji Joni, The Raid, Istirahatlah Kata-Kata, dan lainnya. Mereka adalah noda dalam perfilman Indonesia.
Begitulah kelebihan film Indonesia dibandingkan Hollywood. Meskipun sebenarnya masih banyak kelebihan dari perfilman Indonesia jika dibandingkan dengan Hollywood, saya tidak akan jabarkan di sini. Kalian tonton dan bandingkan saja sendiri.
Jika ada penggemar Hollywood yang tidak terima dan akhirnya menyerang saya, dengan mengatakan bahwa saya tidak layak mengeritik karena tidak mampu membuat karya seperti itu, saya jawab saja: Kalian tidak perlu bisa membuat rendang untuk mengeritik rendang masakan ibu kalian.
"Run, Forest. Run!"
Adia PP
Bandung, Februari 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H