Mohon tunggu...
Adia Puja
Adia Puja Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Kriminal

Penikmat teh juga susu. http://daiwisampad.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mematahkan Citra "Butut" Film Indonesia

24 Februari 2017   22:24 Diperbarui: 25 Februari 2017   18:00 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Pixabay.com

Banyak haters yang menganggap film Indonesia miskin kreatifitas. Saya akan patahkan anggapan tersebut di paragraf ini. Begini, saya ambil contoh paling sederhana, dari pembuatan judul saja. Para pembuat film Indonesia saya yakin mereka sekolah tentang perfilman, atau minimal selalu menonton film berkualitas, sehingga menghasilkan judul seperti: Ada Apa dengan Pocong?, Kepergok Pocong, Kuntilanak Kesurupan, Pacar Hantu Perawan, Setan Facebook, Oops!! Ada Vampir, dan sebagainya.

Lucu? Saya kira tidak sama sekali. Justru sebaliknya. Judul-judul tersebut adalah indikasi paling kuat bahwa film Indonesia kaya kreatifitas. Coba lihat film Hollywood yang judulnya hanya: Spotlight, Inception, Psycho, Memento, Her, Platoon, dan lainnya. HAHA, tidak kreatif sekali. Judulnya hanya satu kata. Bahkan ada film yang hanya berjudul satu huruf: M. Ada pula film yang berjudul “Se7en”. 4L4Y s3k4L!.

Lihat? Betapa mengagumkannya film Indonesia. Saya menyesal sempat skeptis terhadap film-film dalam negeri sendiri. Meskipun perfilman Indonesia sangat sempurna, tetapi tetap saja ada film-film yang sama sekali tidak berkualitas, seperti: Gie, Surat dari Praha, Janji Joni, The Raid, Istirahatlah Kata-Kata, dan lainnya. Mereka adalah noda dalam perfilman Indonesia.

Begitulah kelebihan film Indonesia dibandingkan Hollywood. Meskipun sebenarnya masih banyak kelebihan dari perfilman Indonesia jika dibandingkan dengan Hollywood, saya tidak akan jabarkan di sini. Kalian tonton dan bandingkan saja sendiri.

Jika ada penggemar Hollywood yang tidak terima dan akhirnya menyerang saya, dengan mengatakan bahwa saya tidak layak mengeritik karena tidak mampu membuat karya seperti itu, saya jawab saja: Kalian tidak perlu bisa membuat rendang untuk mengeritik rendang masakan ibu kalian.

"Run, Forest. Run!"

Adia PP

Bandung, Februari 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun