Mungkin hal itulah yang membuat Bung Hatta bersedih di dalam mimpi saya. Ia bersedih, karena perjuangannya yang tidak mudah, justru harus dirusak dan tidak dihargai oleh penerusnya sendiri. Sosoknya sendiri justru hanya dihargai melalui lembaran uang belaka.
Selain berusaha menerka hal apa yang membuat bung satu itu bersedih, saya cukup heran mengapa harus bermimpi demikian rupa saat 17 Agustus. Seolah mimpi saya bisa diprogram sesuai dengan tema-tema tertentu seperti dalam film Inception. Seketika, terbesit sedikit rasa sesal, mengapa saya tidak memprogram mimpi saya agar bertemu dengan Chelsea Islan atau Raisa, misalnya. Bukan Bung Hatta.
Adia PP
Bandung, 18 Agustus 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H