Mohon tunggu...
Aditia Putra
Aditia Putra Mohon Tunggu... Engineer -

forever student. humanist. skeptic who believes in naturalism

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Perkenalkan, Ini Tiga Spesies Artificial Intelligence

19 Oktober 2017   18:43 Diperbarui: 19 Oktober 2017   19:39 2335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga saat ini masih banyak sekali tantangan untuk membuat AGI. Baik dari sisi teknologi hardware maupun softwarenya. Namun saya akan membahas mengenai topik khusus yang menjadi problematika utama. Yaitu bagaimana AI dapat memiliki kemampuan mental yang dibutuhkan untuk memahami lingkungan dan perilaku manusia. Sehingga ia dapat berinteraksi secara sosial. Seperti Doraemon.

Sekilas Theory of Mind 

Apa itu Theory of Mind(ToM)? Untuk memberikan gambaran, mari simak cerita berikut. 

Seorang anak baru saja mencuri barang di sebuah toko. Kemudian ia cepat-cepat pergi meninggalkan toko itu. Ketika sedang berjalan menuju rumahnya, seorang polisi melihat anak tersebut menjatuhkan dompetnya secara tidak sengaja. Sang polisi tidak tahu bahwa anak tersebut telah mencuri. Kemudian memanggilnya untuk memberitahu bahwa dompetnya terjatuh. Ketika anak itu menoleh ke belakang dan melihat pak polisi, dia mengangkat kedua tangannya dan mengaku bahwa baru saja dia mencuri di sebuah toko. 

Pertanyaan: mengapa anak tersebut bertingkah seperti itu?

Untuk menjawabnya tentu mudah, kan? Kecuali bila seseorang memiliki penyakit mental, seperti autisme. Pada prinsipnya, jika kita tidak bisa memposisikan diri kita pada sudut pandang anak tersebut, mustahil bisa menjawabnya. Karena hal ini membutuhkan dimensi kemampuan kognitif yang lebih dari sekedar problem solving, intuisi atau berbagai macam komputasi yang kompleks.

Mengapa manusia menggunakan kata "aku"? Manusia memiliki pemahaman bahwa "aku" adalah subjek yang berbeda dengan orang lain. Juga mengerti bahwa: dia diperhatikan oleh seseorang yang juga sadar akan kehadirannya. Ini membuat manusia dapat memahami keinginan orang lain dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sehingga manusia dapat bersosialisasi dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan. Hal tersebut utamanya melibatkan disiplin ilmu seperti developmental psychologyatau cognitive science. Tanpa ToM, AI akan menjadi robot yang autis.

Misteri Consciousness

Jika masalah ToM pada AI dapat terpecahkan, maka robot yang dibuat bisa saja bersosialisasi layaknya manusia. Namun satu hal lagi yang menjadi tantangan pengembangan AI di masa depan. Yaitu misteri consciousness[4]. Aplikasi pada AI, mudahnya dapat dibayangkan dengan pertanyaan: apakah robot tersebut benar-benar dapat merasakan sakit? 

Kita bukan cuma sekedar membuat program sehingga robot tersebut bisa berekspresi kesakitan. Tetapi benar-benar merasakan sakit atau senang seperti manusia. Hal ini terkait erat apakah AI memiliki motivasi sendiri diluar apa yang telah diprogramkan oleh manusia. Bayangkan jika anda sama sekali tidak merasakan sedih atau bahagia. Bisakah anda memiliki motivasi untuk melakukan segala sesuatunya sehari-hari? 

Motivasi dalam kegiatan kita sehari-hari dilatarbelakangi karena kita ingin merasa senang atau bahagia dan menghindari sakit atau sedih. Jika tidak bisa merasakannya, maka sama saja dengan zombie. Tanpa consciousness, AI hanya bisa menjadi robot zombi.

Lewat film yang baru-baru ini dirilis Ghost in the Shell (2017) atau versi originalnya, mungkin anda bisa menilik tentang consciousnessdan apa yang dimaksud dengan "ghost" itu sendiri. Tapi sebaiknya tidak ada spoiler disini. Dan, tentunya hingga saat ini masih menjadi misteri bagaimana consciousness dapat terlahir dari sesuatu yang bersifat fisik, seperti otak manusia atau AI itu sendiri. 

Kawan atau Lawan?

Ray Kurzweil memprediksi bahwa AGI akan lahir pada tahun 2029 yang kemudian disusul ASI pada tahun 2045 [5]. Walaupun saya agak ragu dengan prediksi Ray Kurzweil, saya tidak memungkiri bahwa AGI dan ASI akan menjadi realita. Karena hal yang dulunya fiksi sekarang telah menjadi realita. Jadi rasanya kita perlu bersiap-siap mengenal dampak secara luasnya.

ANI, yang saat ini menjadi fokus pengembangan untuk dunia bisnis, menjadi tantangan masalah pengangguran di masa depan. Beberapa negara saat ini sedang membahas alternatif solusi seperti ide Universal Basic Incomedan sudah dilakukan beberapa uji coba. Di Indonesia, yang lebih familiar dengan Jaminan Pendapatan Dasar, nampaknya masih belum populer. Karena saat ini kita sedang sibuk dengan kisruh politik identitas dan populisme. 

Lalu, tidak hanya potensi pengangguran. Permasalahan etika seperti kegagalan teknis yang dapat mencederai manusia juga menjadi perhatian. Seandainya ANI melanggar hukum, siapa yang bertanggung jawab? Pembuatnya atau Pemakainya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun