Timnas Indonesia kalah 1-3 dari Jepang pada laga terakhir grup Piala Asia kali ini di Qatar. Indonesia masih menunggu hasil di grup lain untuk menentukan apakah lolos ke fase selanjutnya atau tidak.
Yang jelas, peringkat Indonesia di grup ada di posisi ketiga, di atas Vietnam yang nirnilai alias nol besar. Indonesia lumayan bagus pada gelaran kali ini dengan mengalahkan Vietnam 1-0, tapi takluk 1-3 dari Irak di laga perdana dan kalah 1-3 dari Jepang barusan saja.
Indonesia jelas kalah kelas ketimbang Jepang. Peringkat timnas Negeri Matahari Terbit itu 17 dunia, jauh di atas Indonesia. Skor 1-3 menunjukkan kalau secara permainan tim, kita kalah.
Tulisan ini tentu tidak ingin menggerutu soal hasil. Apalagi ada juga sebagai fans timnas yang meminta kata cukup untuk Shin Tae Yong sebagai pelatih.
Dari melawan Jepang ini, setidaknya ada beberapa catatan menarik.
Pertama, pemahaman taktik yang benar dan komprehensif
Saya meyakini Shin Tae Yong tidak ingin keluar menyerang duluan. Ini melawan Jepang yang di dalamnya banyak pemain berkelas.
Karena fans Liverpool, setidaknya ada nama kapten Wataru Endo dan Minamino yang mewakili. Minamino kini main di AS Monaco, Prancis, setelah memperkuat Liverpool beberapa masa.
Taktik kita dalam melawan Jepang memang mestinya lebih bertahan dengan garis pertahanan agak ke dalam. Bek dan gelandang bertahan bertugas untuk mempertahankan bola selama mungkin. Itu yang pasti dikehendaki pelatih.
Barulah ketika ada kans menyerang, kita maju dengan menciptakan peluang yang bernas. Sayangnya memang skema itu tidak terlalu berjalan dengan baik.
Tekanan pemain Jepang memang luar biasa. Mereka terus-terusan menekan ketika Jordi Amat cs menguasai bola.Â
Walhasil, bola yang satu-dua dioper di bagian pertahanan, kemudian diangkat ke depan. Sayang, kebanyakan bola sukses dikuasai Wataru Endo dkk.
Gol pertama buah dari kesalahan Amat dalam menahan pergerakan lawan. Alih-alih mengamankan lini pertahanan, Amat melakukan pelanggaran berbuah penalti dan gol.
Gol ketiga Jepang juga lahir karena Amat telat menarik diri untuk menjebak lawan dalam posisi offside. Akibatnya, gol ketiga lahir meski terpantul lewat kaki Justin Hubner andalan lini tengah timnas kita.
Pemahaman taktik ini mesti terus dikuatkan. Melawan Jepang, terlihat kita kedodoran dalam menahan gempuran mereka.
Kedua, sayap kita belum optimal kasih peluang
Yakob Sayuri dan Pratama Arhan memang mestinya diandalkan untuk mengalirkan bola ke pertahanan Jepang dari sisi sayap kanan dan kiri. Gol perdana kita melawan Irak tempo hari, lahir dari skema sayap ini.Â
Assist Sayuri membuahkan gol lewat kaki pemain muda andalan kita Marselino Ferdinan.
Melawan Jepang, nyaris kita sedikit sekali punya peluang melepas itu. Kesetimbangan lini belakang dan depan belum mampu memberikan dukungan kepada sayap untuk melepas umpan.
Padahal kita baik dari sisi ini. Setidaknya, sebuah lemparan jarak jauh Arhan ujungnya dikonversi gol Indonesia lewat Sandy Walsh. Alhamdulillah masih bisa bikin gol meski hanya sebiji ke gawang Jepang.
Kita mengidamkan serangan dan tusukan dari sayap mesti semakin didorong sehingga menjadi salah satu senjata mematikan untuk tim lawan. Apalagi kini kita punya barisan gelandang yang lumayan tangguh pada diri Justin Hubner dan Ivar Jenner.
Ketiga, kecepatan
Dari sini kita bisa belajar bahwa Jepang memang punya kecepatan dalam membangun serangan yang berbahaya. Lini mereka semua bagus. Aliran bola dari belakang ke tengah kemudian ke depan sangat membahayakan.
Lumayan banyak peluang Jepang lawan timnas kita. Bahkan ada satu peluang yang mestinya jadi gol kalau tak terbentur tiang gawang bagian bawah.
Aliran bola yang cepat ini saya pikir bisa diadopsi oleh pemain kita. Dengan demikian, tidak ada keraguan bahwa kita pun punya kecepatan itu.Â
Melihat cara berlari Marselino Ferdinan, kita meyakini ada jurus ampuh untuk mendobrak pertahanan lawan.
Ini yang seharusnya lebih banyak lagi dicoba. Tentu dengan dukungan pemain lawan dalam membuka ruang untuk pemain lain.
Keempat, kita bisa terus cetak gol
Berkaca pada tiga laga, tim kita selalu bisa bikin gol meski 1 di tiap laga. Itu sebuah keunggulan komparatif sendiri yang mesti diandalkan.
Apalagi gol Sandy Walsh yang memperkecil skor menjadi 1-3 melawan Jepang. Tembakan Walsh juga tak keras usai mendapat bola muntah di kotak penalti. Namun, karena akurasinya baik dan kiper lawan tak siap, kita sanggup mencetak gol.
Ini menabalkan keyakinan sebetulnya bahwa tim sekelas apa pun yang dihadapi Indonesia, tetap punya peluang kita jebol. Toh Irak dan Jepang pun bisa kita koyak gawangnya meski hanya sekali.
Keyakinan soal ini mesti menjadi acuan dalam setiap laga timnas kita usai Piala Asia ini. Masih ada kualifikasi Piala Dunia yang lawannya pun itu-itu juga. Irak dan Vietnam serta Filipina sudah menunggu.
Kekalahan atas Jepang seharusnya kita terima dengan lapang dada. Tim pasti melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja di lapangan.Â
Yang penting, motivasi pemain kita jangan dibenamkan. Bahwa ada kritik, itu sudah jelas. Namun, kritik itu untuk menjadi dasar pertandingan-pertandingan selanjutnya.
Dari Jepang kita bisa becermin bahwa mereka membangun sepak bola dengan serius. Kompetisi mereka barangkali yang terbaik di Asia. Pemain mereka banyak yang mentas di liga terkenal Eropa.
Etos pemain mereka juga layak diacungi jempol. Profesionalitas mereka nomor satu.Â
Itulah yang bisa dijadikan contoh dan tolok ukur untuk menjadi tim yang jempolan. Terima kasih timnas Indonesia. []
Foto pinjam dari sini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI