Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mengenang Franz Beckenbauer, Mengenang Jerman Barat 1990

12 Januari 2024   09:36 Diperbarui: 12 Januari 2024   09:44 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Final Piala Dunia tahun 1990 di Italia adalah final pertama yang saya tonton dari awal sampai habis secara khusyuk dan saksama. Saya masih kelas lima sekolah dasar waktu itu.

Sebetulnya pegang Brasil kala itu. Sayang, Claudio Taffarel dkk kalah 0-1 dari Argentina pada perdelapan final lewat gol tunggal Claudio Caniggia.

Saat final, saya pegang Argentina. Lawannya di final tim asuhan mendiang legenda Jerman Franz Beckenbauer. Waktu itu masih Jerman Barat, jelang Tembok Berlin runtuh dan ada penyatuan Jerman.

Final Piala Dunia tahun 1990 di Italia dianggap banyak pengamat sepak bola termasuk yang paling menjengkelkan. Pasalnya, tidak terjadi jual beli serangan. Argentina lebih banyak bertahan, Jerman menyerang sporadis. Jerman juga defensif.

Kelihaian Jurgen Klinsmann menjatuhkan diri yang membuat Jerman Barat dapat penalti. Bek mereka, Andreas Brehme, yang akhirnya memecah kebuntuan. 

Skor 1-0 untuk Jerman bertahan sampai peluit. Itulah karya emas Franz Beckenbauer saat melatih di tingkat internasional Piala Dunia.

Uniknya, meski dulu senang sama Argentina, nama sebelas pemain Jerman Barat saya luar kepala. Pasalnya, saban malam Minggu di TVRI kala itu kerap menayangkan siaran langsung Bundesliga. Jadi, nama-nama klub Jerman dan pemainnya sampai dengan sekarang masih akrab dalam ingatan.

Tapi Jerman Barat tahun 1990 memang layak jadi juara. Beckenbauer piawai meracik skuad yang ada. 

Mereka termasuk tim paling agresif sepanjang turnamen, kecuali laga final karena Argentina pasang strategi bertahan total kala itu.

Racikan Der Kaizer itulah salah satu yang paling menonjol dari skuad Jerman sepanjang masa di era modern ini. Dari kiper ada Bodo Illgner yang usai main di FC Koln terus jadi kiper utama di Real Madrid. 

Bek mereka juga gede-gede. Ada yang paling besar namanya Guido Buchwald. Orang inilah yang sepanjang 90 menit "menemani" Diego Maradona sehingga kapten Argentina itu tak berkutik.

Ada juga Thomas Bertold yang main di AS Roma, kemudian Andreas Brehme dan libero legendaris Lothar Matheus. 

Matheus adalah tipikal libero yang skema main mirip dengan Der Kaizer. Jadi, zaman itu, libero juga piawai membangun serangan karena perannya bebas. 

Maka itu, kita kenal tipikal libero itu pada diri kapten Timnas Italia Franco Baresi, kemudian Matheus, dan lainnya.

Semasa dengan Beckenbauer, mungkin yang juga sepadan adalah mendiang Johan Cruffy. Keduanya adalah dirigen permainan yang di era 90-an sampai 2000-an kita kenal dengan playmaker.

Pemain Jerman lainnya adalah bek Muenchen, Klaus Augenthaler, ada juga Jurgen Kohler. Di sisi tengah bejibun pemain bagus, semisal Olaf Thon dan Thomas Haessler. Thon andalan Bayern Muenchen, sedangkan Haessler pemain AS Roma.

Lini depan diisi duet paling mematikan kala itu, Jurgen Klinsmann dan Rudi Voeller. Voeller ini dikenal perang ludah dengan pemain Belanda Frank Rijkaard kala perdelapan final. Baik Voeller maupun Rijkaard akhirnya dikartu merah.

Bagi saya, laga paling bagus Jerman Barat di Piala Dunia 1990 adalah kala melawan Inggris di semifinal. Meski menang adu penalti, sepanjang 120 menit laga diisi dengan aksi memukau dari dua kesebelasan.

Inggris kala itu masih diperkuat striker Gary Lineker, gelandang elegan Paul Gazcoigne, David Platt, Peter Beardsley, dan lainnya. Kiper mereka juga menjadi yang tertua sepanjang turnamen, Peter Shilton.

Salah satu aksi yang dikenang ialah kala kiper Bodo Illgner sanggup menahan penalti Stuart Pearce. Itulah penyelamatan satu-satunya dalam drama adu penalti yang membawa Jerman ke final dan bertemu Argentina. Stuart Pearce kini pelatih Timnas Inggris.

Racikan Der Kaizer itulah yang membawa Jerman meraih gelar keduanya di Piala Dunia. Itulah salah satu pencapaian monumental Der Kaizer dalam sepak bola internasional. Selamat jalan Der Kaizer. [Adian Saputra]

Foto pinjam dari sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun