Sabar. Begini penjelasannya. Ibu Dini bilang, sebagaian lulusan kampusnya sukses bekerja di sana sebagai asisten rumah tangga. Namun, mereka mencari induk semang yang baik dan mau memberikan gaji layak dan bisa menguliahkan mereka.
Andaipun tak sampai menguliahkan, memberikan kesempatan mereka lepas jam kerja untuk kuliah lagi. Banyak yang ambil magister. Duit kuliah disisihkan dari gaji mereka.Â
Alhamdulillah banyak yang berhasil. Kerja menjadi asisten rumah tangga lancar. Gajian juga lancar. Kesempatan kuliah lagi juga lancar.Â
Syukurnya lagi, usai beberapa tahun, dengan modal gelar magister, sebagian besar yang tadi jadi asisten rumah tangga, pindah haluan. Banyak yang bekerja di sektor lain dengan andalan magister dan keterampilan lain.
Ada yang bekerja kantoran, pemandu wisata internasional, dan pekerjaan lain. Tentu mereka pamit baik-baik dari majikan yang selama ini sudah menerima mereka sebagai asisten rumah tangga.
Cara ini lumayan efektif untuk memasuki dunia kerja bagi sarjana pendidikan bahasa Prancis.
Maka itu, ketika tahu saya mengelola media massa daring dan mahasiswa banyak yang magang, Ibu Dini senang. Memang seharusnya sudah demikian.Â
Sejak mahasiswa mereka sudah kenal dengan dunia kerja. Apa saja, tak mesti yang linier dengan perkuliahan.
Ibu Dini bahkan senang ketika saya bilang, banyak mahasiswa yang magang sudah bisa bikin reportase yang bagus dan tayang. Ia juga berbinar kala saya bilang ada beberapa mahasiswa yang menunjukkan minat besar terhadap jurnalisme.
Balik ke cerita tadi. Kepada lulusan yang ada di kelas saat assessment tadi, Ibu Dini mengatakan, untuk terus berusaha mencari pekerjaan atau membuka lapangan pekerjaan. Silakan menjadi pemandu wisata, silakan membuka kursus bahasa Prancis untuk anak-anak, atau silakan menjadi honorer untuk mengajar bahasa Prancis.
Yang jelas, sama seperti lulusan dari jurusan lain, tak usah saklek dengan embel-embel gelar. Asal ketika kuliah sudah membuka diri dengan dunia luar, pasti punya kans sukses.