Langkah pertama usai secara ekonomi kita siap dengan skema itu adalah kesiapan infrastruktur. Mengharapkan semua pembayaran dengan ponsel itu sama saja artinya dengan berharap koneksi internet nyaris merata di semua wilayah Tanah Air. Justru beberapa produk dan jasa eksotis Indonesia berada di lingkup yang agaknya masih terkenala sinyal ponsel sekaligus internet.
Bagaimana mungkin kita hendak memanfaatkan peluang pembayaran terkoneksi ini jika koneksi jejaring internet malah menjadi masalah. Ide integrasi pembayaran ini seharusnya menjadi agenda semua perangkat di pemerintahan.Â
Wabilkhusus pemerintah yang menangani soal provider. Sektor swasta dan BUMN yang berkelindan dengan ketersediaan koneksi internet juga mesti diberi tahu. Ini berguna supaya Bank Indonesia tidak sendirian bekerja untuk menyukseskan ini.
Ponsel memang bisa diperoleh di mana saja. Tetapi agar ia bekerja dengan baik, sinyalnya mesti mantap. Bagaimana hendak lancar bertranksasi jika koneksi saja masih payah.Â
Penulis kira ini bagian mahapenting untuk disampaikan kepada entitas pemerintah. Tujuannya, agar skema konektivitas sistem pembayaran negara-negara di ASEAN bisa lancar.
Kedua, edukasi kepada pelaku usaha
Taruhlah untuk mereka yang punya usaha skala besar. Soal penyediaan QRIS di tempat usahanya bukan sesuatu yang asing. Namun, pelaku usaha di Tanah Air bukan hanya yang berkapital besar.Â
Ada banyak pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang juga berusaha mencari ceruk di situ. Oleh karena itu, adanya program konektivitas ini mesti menjadi pengetahuan semua pengusaha di Indonesia. Wabilkhusus mereka yang terkait erat dengan wisatawan mancanegara.
Edukasi ini penting banget karena kesiapan mereka untuk memasang alat QRIS ini juga utama. Sebab, tanpa kesiapan dan pengetahuan memadai, mereka masih menjadi asing menggunakan teknologi ini.
Ini juga penting disampaikan kepada mereka yang berada pada satu lingkup usaha di sebuah destinasi.
Ketiga, tantangan menyajikan produk dan jasa yang unik