Ada orang yang maju menjadi calon anggota legislatif (caleg) dengan modal uang yang besar. Meski tak punya modal sosial alias bergaul baik di lingkungan, ia bisa terpilih.Â
Cara satu-satunya ya dengan uang. Memang politik uang di mana-mana sulit dibuktikan. Yang sudah jelas saja ada pembagian duit di masjid dengan amplop lambang partai saja bisa tak masuk dalam delik, apalagi yang sembunyi-sembunyi.
Membuktikan adanya praktik politik uang sejak lama memang sudah susah dilakukan. Semangatnya sih besar untuk bersih dari politik uang.Â
Namun pada kenyataannya, tidaklah demikian. Uang di sini bisa dikonversi ke dalam barang.Â
Misalnya bahan pokok serupa beras, minyak makan, mi instan, makanan olahan dalam kaleng, dan sebagainya. Nominalnya jika dirupiahkan besar juga.
Ada juga caleg yang maju dengan modal sosial yang tinggi. Ia memang orang yang tinggal di lingkungan tempatnya maju sebagai daerah pemilihan atau dapil.Â
Ia juga punya jiwa sosial yang tinggi. Ia baik memang sedari dulu. Soal saat ini dicalegkan itu persoalan waktu saja.
Lazimnya orang semacam ini memang masih butuh duit untuk operasional. Tapi, ia sudah unggul satu langkah karena sudah dikenal orang, dikenal karena kebaikan, dan aktif sebagai warga sekitar.
Saran saya, jika ada caleg yang demikian, andaipun ia tak kasih uang saat jelang pemilihan, warga sekitar bersepakat saja untuk mencoblosnya beramai-ramai.Â
Kapan lagi kita punya anggota dewan yang memang dekat dengan kita. Dekat secara fisik, dekat pula secara hati.
Saya ada kenalan baik. Namanya Wahrul Fauzi Silalahi. Ia bekas direktur LBH Bandar Lampung. Sejak mahasiswa hukum di Universitas Lampung sudah aktif berkegiatan.Â
Apalagi kala didapuk menjadi direktur LBH Bandar Lampung, kawan ini banyak tolong orang. Terutama kasus tanah yang berkaitan dengan perusahaan dan penguasa.
Bertahun-tahun membina rakyat, kawan ini punya julukan pengacara rakyat. Najwa Shihab pernah mengundangnya dengan tajuk "pengacara putih" kisaran tahun 2013-an dalam Mata Najwa di MetroTV.
Tahun 2019, Wahrul ikutan pemilu. Ia masuk ke Partai Nasdem.Â
Meski dengan modal duit cekak, 14 ribuan suara berhasil didulang. Yang mencoblosnya kebanyakan yang dahulu pernah ia tolong kala menjadi pengacara rakyat.
Untungnya, kawan ini masih rajin rajut silaturahmi. Basis-basis yang dulu kasih suara lumayan buat dirinya masih dirawat sampai dengan sekarang.Â
Tahun depan ia maju lagi. Saya tak tahu pasti apakah dengan kendaraan lama atau dengan partai politik baru.
Yang jelas, dari pengalaman ini, jika kita punya investasi sosial yang besar, kemungkinan terpilih juga besar. Asal dikomunikasikan saja dengan lugas kepada calon pemilih.
Saya juga punya cerita ada anggota DPRD di kota saya yang terpilih karena memang punya jiwa sosial tinggi. Sejak sepuluh tahun lalu saban ada orang meninggal, ia datang melayat.Â
Ia membawa beberapa kardus air mineral. Air mineral saja tanpa ada embel-embel partai. Tapi ingatan kolektif orang terhadap dirinya kental sekali.Â
Maka tatkala ia masuk partai dan dicalegkan, majulah ia dari daerah yang selama ini ia akrabi. Ujungnya ia terpilih. Ini juga bukti investasi sosial itu bikin separuh langkah menjadi mudah kala dijadikan caleg.
Ada juga teman akrab di Lampung Selatan yang berkali-kali jadi legislator di tingkat kabupaten maupun provinsi. Namanya Antoni Imam.Â
Ia asal PKS. Saban hari Antoni Imam ini menggunakan mobilnya untuk antar orang sakit. Ia antar itu bukan hanya ke rumah sakit di daerahnya.Â
Kadang bahkan sering ke rumah sakit tingkat provinsi yang butuh dua jam berkendaraan dari rumahnya. Ia menjemput yang sakit, membawa ke rumah sakit, dan mengantarnya lagi pulang.Â
Begitu saban hari. Minimal dalam sehari ada tiga sampai empat orang yang ia bantu. Aktivitas ini memang sudah ia lakoni sejak lama.
Modal Antoni hanya kendaraan dan bensin plus uang makan minum untuk pasien yang ia bawa ke rumah sakit. Pada pilkada 2020 lalu, kawan ini maju sebagai calon wakil bupati.Â
Nyaris terpilih. Suara ia dan pasangannya hanya berselisih tiga persen dari si pemenang. Tahun depan ia nyaleg lagi. Kalau kata saya sih insya Allah terpilih lagi.
Dari pengalaman ini, investasi sosial itu penting. Kalau tiba-tiba menjadi caleg padahal tadinya sama sekali tak bergaul, pasti akan dicurigai calon pemilih.Â
Itu juga banyak menjadi meme di media sosial. Kalau ada orang yang tadinya tak bergaul kemudian tiba-tiba menyapa semua orang, itu tandanya orang itu bakal nyaleg. Sebuah premis yang mendekati kenyataan.
Untuk bisa punya investasi sosial, ini ada beberapa langkahnya.
Pertama, bergaul di lingkungan
Jangan jadi orang yang penyendiri. Bergaulah dengan baik. Bertetanggalah dengan baik. Tegurlah tetangga.Â
Meski belum biasa, ya dibiasakan. Soal nanti Anda jadi caleg atau tidak, setidaknya kita sudah berusaha menjadi orang yang ramah.
Kedua, aktif dalam berkegiatan
Jika ada kegiatan di lingkungan, fardu ain ikutan. Misalnya gotong royong, rewang, panitia hajatan, dan lainnya. Investasi sosial semacam ini penting supaya kapasitas kita sebagai warga yang baik itu ada wujudnya.
Kalau diajak ronda, ikutan. Jangan malah menghindar. Jika ada panitia kurban, silakan gabung di dalamnya. Ini semua investasi sosial yang berguna.
Ketiga, jangan pelit
Sedekah itu tak menunggu menjadi kaya. Jika ada panitia tujuh belasan datang minta sumbangan, silakan diberikan. Jangan pelit.Â
Termasuk jika ada rukun kematian mengedarkan kotak amal, silakan diisi. Baik jugalah dengan anak-anak di sekitar rumah.Â
Jika ada kudapan, masukkan dalam kendaraan. Nanti bila ketemu anak-anak, berikan kepada mereka. Bisa semacam permen, cokelat, air mineral, dan lainnya.
Keempat, tampil dan bersuaralah
Investasi sosial juga bisa didapat dengan memanfaatkan kemampuan bicara. Misalnya ada tetangga menikahkan anak, kita diminta menjadi pihak yang memberikan sambutan.Â
Terima permintaan itu dengan baik. Itu adalah ruang bagi kita untuk bersosialisasi. Panggung semacam ini jelang pemilu jadi rebutan.Â
Mumpung ini diberikan, silakan dimanfaatkan semaksimal mungkin. Jarang-jarang orang kasih panggung.
Kelima, meluaskan pergaulan
Jika di lingkup terdekat kita sudah dikenal dan ada investasi sosial, silakan meluaskan pergaulan ke titik lain. Misalnya ke RT atau RW lain.Â
Upayakan ada beberapa tempat yang bisa menjadi basis kita kala dicalegkan nanti. Sebab, untuk menjadi anggota dewan, suara tetangga saja tak cukup.Â
Karena itu, kita mesti meluaskan basis dukungan. Syukur-syukur bisa ke kelurahan atau desa lain.
Keenam, mulai menginventarisasi
Ada baiknya kita ada catatan kecil siapa saja kelak yang bisa dimintai bantuan jika benar-benar menjadi caleg. Ini penting untuk membantu kita mencatat calon pemilih.Â
Ini namanya by name by address. Siapa yang akan memilih kita sudah bisa kita petakan dari sekarang.Â
Mungkin tak pas amat, tetapi ini lumayan sehingga kita ada gambaran. Jika untuk menjadi anggota DPRD kita butuh suara murni tiga ribuan, setidaknya kita punya gambaran sembilan ribu orang. Lebih banyak ya lebih baik.
Ketujuh, persiapan dana
Sejak jauh hari, menabunglah. Investasi sosial ini juga butuh dana yang cukup.Â
Niatnya tentu saja anggap saja sedekah. Bahwa kebutuhan uang itu akan digunakan untuk operasional.Â
Masak iya mengumpulkan orang di rumah tanpa ada penganan dan minuman. Undang lima puluh orang saja sudah berapa tuh yang dibutuhkan. Apalagi kalau mau sampai sepuluh ribuan orang yang total kita undang atau datangi.
Maka itu, dana menjadi penting. Jika memang berniat nyaleg nanti tahun 2029, sejak sekarang sudah sedikit banyak menabung.Â
Dengan tambahan saham investasi sosial, langkah menuju gedung wakil rakyat, separuh jalan sudah dilewati. Kini tinggal menjaga keistikamahan kita. Semoga berhasil. [Adian Saputra]
Foto pinjam dari sini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI