Oleh sebab itu, di antara kita mesti dibangun kelapangan dada untuk berani memulai meminta maaf. Misalnya ada teman berbuat salah kepada kita. Kita masih ingat sampai dengan sekarang. Menunggu teman ini meminta maaf, rasanya tak bakalan.
Karena itulah kita sendiri yang mesti meluaskan hati dan melapangkan dada untuk melupakan dan mengikhlaskan kesalahan itu.
Ada cerita di zaman Nabi Muhammad saw. Ada seseorang yang disebut Nabi bakal menjadi ahli surga. Berkali-kali Nabi menyampaikan itu.Â
Sampai kemudian ada sahabat yang penasaran. Apa yang membuat laki-laki itu acap disebut nabi sebagai calon penghuni surga.
Ia kemudian meminta izin minap di rumah laki-laki itu. Namun, ia tak menemukan keistimewaan apa pun dari laki-laki itu. Sampai kemudian ia bertanya kenapa laki-laki itu disebut Nabi sebagai calon penghuni surga padahal kasatmata ibadah biasa-biasa saja.
Laki-laki itu awalnya juga heran mengapa ia disebut calon penghuni surga oleh Nabi. Usai ia mengingat-ingat barulah laki-laki itu bilang bahwa setiap sebelum tidur, ia sudah mengikhlaskan semua kesalahan orang-orang hari itu kepadanya.Â
Ia tidak membawa dendam apa pun dalam hatinya. Ia benar-benar melupakan apa yang sudah orang lakukan terhadapnya.
Sahabat tadi kemudian mendapatkan jawaban mengapa pria itu disebut Nabi sebagai calon penghuni surga. Rupanya, ia punya hati yang luas dan dada yang lapang.Â
Kelapangan itulah yang membuatnya mengikhlaskan semua kesalahan manusia kepadanya. Mari kita jadi pribadi yang pemaaf. [Adian Saputra]
Foto pinjam dari sini