pencinta alam. Saya juga lupa bagaimana bisa tertarik masuk ke kelompok pencinta alam yang di SMAN 2 Bandar Lampung kala itu bernama Pasmanda.
Organisasi ekstrakurikuler saya yang pertama kali diikuti kala SMA adalahMungkin karena sekretariat organisasi ini dekat dengan kelas, saya sering melihat aktivitas di dalamnya. Ada alat-alat khas traveling. Ransel besar-besar, ponco, kemah, dan lainnya. Juga tali temali dan cincin-cincin besi untuk memanjat gunung.
Walhasil kegiatan pertama ekskul Pasmanda pun saya ikuti. Namanya juga pencinta alam, tentu lekat dengan lingkungan sekitar.Â
Kegiatan perdana adalah jelajah alam ke Kali Akar. Ini adalah nama sebuah sungai yang terkenal di dalam kota kami di Bandar Lampung.Â
Memasuki lokasi ini aksesnya beberapa hektare kebun masyarakat. Rimbunnya kala itu lumayan rapat. Itulah perdana kali saya memasuki sebuah babakan baru dalam kehidupan organisasi.
Sejak awal berangkat, kami memang sudah diwanti-wanti untuk tidak boleh membuang sampah sembarangan. Bungkus permen mesti kami masukkan ke bagian tas untuk dibuang atau dibakar begitu sampai finis.Â
Plastik pembungkus roti juga demikian. Siapa yang ketahuan buang sampah sembarangan, akan kena sanksi tegas. Hukuman push-up sudah pasti menanti.
Saya terkesan dengan pengalaman menjaga alam dengan kebersihan ini. Rute pun kami teruskan. Perjalanan dari sekolah sampai lokasi lumayan lama juga. Berangkat jam delapan pagi, jam 12 siang sudah ada di lokasi di Kali Akar.
Tentu tidak sekadar jalan saja. Panitia seleksi anggota baru sudah membuat beberapa pos untuk bertanya kepada kami anak-anak baru.Â
Pertanyaan dan tugasnya macam-macam. Dari mulai motivasi masuk Pasmanda sampai dengan keterampilan kami di lapangan. Jujur, saya awam sekali soal itu.
Jam makan siang dan salat zuhur pun dijalani dengan baik. Bukan sebuah hal yang ditoleransi kalau ada persepsi pencinta alam yang muslim jarang salat.Â
Justru kakak-kakak senior bilang, kalau sedang di alam justru mesti dekat dengan Yang Maha Pencipta. Maka, sesi makan siang dan salat zuhur pun dijalani dengan baik dan seadanya di lokasi.Â
Kebanyakan memang tidak bawa sajadah. Terpaksa koran dipakai. Ada juga yang izin kepada yang punya kebun untuk mengambil daun pisang sebagai tempat sujud.
Usai itu, kami diberikan materi soal organisasi dan esensi menjadi pencinta alam. Saya mendengarnya dengan saksama.Â
Kami diperbolehkan mencatat isi materi yang disampaikan kakak kelas itu. Ada yang merekamnya dengan bermodalkan ingatan. Saya juga mencatat, kisi-kisi saja secara garis besar.
Belakangan saya berpikir, betapa urgen peran kelompok-kelompok pencinta alam ini untuk kelestarian alam Indonesia. Termasuk juga untuk mempromosikan alam Indonesia ke mancanegara.Â
Terlebih pemerintah sedang menggencarkan kedatangan wisatawan ke dalam negeri pascapandemi. Maka itu, semua destinasi di Indonesia dielaborasi dengan baik.
Saya menilai peran kelompok pencinta alam ini menjadi penting. Sebab, umumnya, mereka yang tergabung dalam kelompok pencinta alam ada pendidikan khususnya.Â
Dalam arti, punya pemaknaan tersendiri ketika bersentuhan dengan alam. Mereka adalah orang yang punya hobi berpetualang tapi diberikan dasar-dasar yang benar dalam memperlakukan alam. Bukan orang yang hanya suka jalan tapi tidak memiliki dasar kepencinta-alaman.
Saya mereken beberapa poin penting mengapa kelompok pencinta alam ini punya peran penting dalam merawat hutan, lingkungan, dan termasuk juga destinasi wisata Indonesia.
Pertama, kader pelestari alam
Pegiat pencinta alam adalah kader yang diharapkan mempunyai jiwa yang kuat untuk melestarikan alam. Ia tidak hanya berpetualang untuk kepuasan batin saja.Â
Traveling yang dilakukan pasti punya makna mendalam dalam konteks alam. Masuknya ia ke dalam alam bebas adalah sisi humanisnya untuk mensyukuri nikmat Tuhan dan mengetahui betapa indahnya alam Indonesia.
Sekarang kita kekurangan kader generasi muda yang punya respek besar terhadap lingkungan. Bukan masuk ke alam kemudian membuat konten di media sosial saja. Akan tetapi, kita memang membutuhkan generasi yang punya keterkaitan erat dengan alam.
Kedua, promosi alam Indonesia
Para pencinta alam ini bisa menjadi promotor bagi pariwisata Indonesia. Peluang mereka mempromosikan alam Indonesia sangat besar. Mereka bukan sekadar pelancong. Mereka juga bukan sekadar traveler. Mereka punya motivasi yang tinggi setiap kali masuk alam dan menikmati suasana di dalamnya.
Mereka juga pelestari yang punya semangat berbeda ketika bertemu dengan alam. Bukan hanya menikmati, melainkan memaknai. Bukan sekadar melihat, tapi mereka berpikir apa yang bisa mereka bikin untuk maslahat.
Ketiga, motor pelestarian alam
Sekarang, banyak orang sadar untuk memperhatikan hutan, alam, dan lingkungan sekitar. Banyak di antara pemerintah ataupun orang per orang memprogramkan penanaman kembali daerah yang tandus.Â
Banyak yang kemudian sadar betapa pohon-pohon punya dampak signifikan bagi alam. Pohon inilah yang melindungi dan memberikan kesegaran.
Ecowisata tanpa pohon sama saja bohong. Pepohonanlah yang memberikan dampak luar biasa bagi karbon yang ada di kita.Â
Inilah sebab negara maju menginginkan Indonesia berperan lebih besar dalam skema perdagangan karbon lewat pelestarian hutan. Dan di titik ini, peran para pencinta alam bisa dimaksimalkan.
Keempat, wisata hijau
Kita bisa mendorong pariwisata di Indonesia dengan wisata hijau. Wisata yang sama sekali tidak mengubah bentang alam menjadi rusak. Wisata yang tidak mengubah tutupan hijau menjadi bangunan yang seolah-olah erat dengan alam.
Maka itu, kelompok pencinta alam ini bisa dimaksimalkan untuk mendorong wisata hijau di seluruh tanah Indonesia. Sangat banyak pengelola wisata yang punya modal lahan beberapa hektare menjadikan usahanya berbasis hijau. Ke depan, hal semacam ini mesti lebih lagi kita giatkan.
Saya menilai, Menteri Sandiaga Uno mesti terus diberikan masukan bahwa pariwisata hijau berbasis alam ini ke depan memang sangat memungkinkan dikembangkan. Orang asing datang ke Indonesia salah satunya ingin menikmati sisi eksotis alam Indonesia.Â
Bukan alam buatan, bukan pohon buatan, juga bukan tanaman buatan. Namun, keasrian, keaslian, kelestarian itulah yang ke depan menjadi keunggulan komparatif pariwisata hijau kita.
Kita mesti memberikan tekanan kepada anak bangsa sendiri untuk bangga berwisata di Indonesia. Banyak destinasi lokal yang mungkin belum diketahui khalayak. Keeksotisan alam Indonesia itulah yang mesti dikampanyekan agar diketahui banyak orang dan menjadi destinasi baru wisata di dalam negeri sendiri.
Dan dalam konteks ini, sekali lagi, kita menunggu mobilisasi kementerian untuk mengajak semua kelompok pencinta alam bergabung dan berkontribusi. [Adian Saputra]
Foto pinjam dari sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H