Mohon tunggu...
Adian Saputra
Adian Saputra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyukai tema jurnalisme, bahasa, sosial-budaya, sepak bola, dan lainnya. Saban hari mengurus wartalampung.id. Pembicara dan dosen jurnalisme di Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FKIP Unila. Menulis enggak mesti jadi jurnalis. Itu keunggulan komparatif di bidang kerja yang kamu tekuni sekarang."

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pengalaman Mengislamkan Teman Kala Ramadan

10 April 2023   21:34 Diperbarui: 10 April 2023   21:46 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, sumber Kompas.com

Saya menyimpan rapat-rapat kejadian sekitar tahun 2008 ini. Termasuk juga ke keluarga dan teman dekat.

Namun, beberapa tahun lalu bocor juga. Beberapa teman mendesak saya apakah benar seorang teman mereka sudah mualaf dan saya menjadi saksinya. Waduh, kok jadi serius begini awalan artikel ini, hahaha.

Sekitar tahun 2008 itu saya didatangi seorang teman kala sekolah dulu. Kalau soal interaksi masa sekolah ya lumayan intensif. Makanya kaget juga waktu dia bicara bagaimana kalau mau masuk Islam.

Teman ini bilang ia tidak mau kasih tahu siapa-siapa. Ia lebih nyaman cerita kepada saya dan meminta saya sebagai saksi syahadatnya. Mungkin karena dulu sewaktu sekolah saya aktif di organisasi, teman ini percaya. 

Kami kemudian mengobrol ringan. Karena kapasitas keilmuan saya soal agama ini masih rata-rata air, saya menjelaskan yang pokok-pokok saja. Misalnya salat.

Teman ini mengerti karena sering lihat kami dulu kalau pas kumpul begitu dengar azan langsung salat jemaah. Bisa di masjid, bisa pula di rumah teman yang kebetulan jadi tempat nongkrong.

Saya punya prinsip, niat baik jangan ditunda. Karena niat teman ini baik, saya langsung mengajarinya mengambil air wudu.

Setelah itu memberikan pelajaran singkat soal tata cara salat. Dia mengerti dengan cepat.

Hari itu juga saya ajak dia ke sebuah musala dan kawan tadi berikrar syahadat. Alhamdulillah.

Saya kemudian intens memberikan bekalan sejauh yang saya tahu. Saya juga komunikasi dengan beberapa teman ustaz untuk ke depan mengajarinya tentang agama.

Seminggu cukup intens ngobrol soal agama, khususnya salat. Pernah pula saya ajak ia jumatan di sebuah masjid. Sejauh ini oke-oke saja.

Namun, mungkin karena tekanan keluarga atau lainnya, ia pamit ke Ibu Kota. Saya kemudian memberikan beberapa bekalan dan nomor telepon yang bisa ia hubungi jika mengalami kesulitan.

Sebulan lepas itu, saya kehilangan kontak. Cukup lama kami tidak berkorespondensi.

Soal keislaman teman tadi akhirnya banyak juga yang tahu. Awal-awal saya tidak begitu menanggapi pertanyaan teman-teman lain.

Namun, supaya tidak ada narasi yang negatif, saya jelaskan secara gamblang kepada teman yang lain. Mereka memakluminya dan bersyukur ada teman yang bisa membimbing saat syahadat dan kasih pelajaran keagamaan yang simpel.

Beberapa tahun kemudian kami bertemu lagi. Situasinya bersama teman yang lain.

Kemungkinan besar semua sudah pada tahu kalau teman ini sudah muslim. Ia juga cerita masih istikamah dengan keislaman dan masih menjaga salat lima waktunya. Alhamdulillah.

Ramadan tahun itu salah satu yang berharga buat saya. Mungkin itu yang dibilang berkah Ramadan.

Kami akhirnya mendoakan supaya teman ini bisa tetap dalam keislaman sebagai keyakinan yang dibawa sampai ujung usia. Sembari terus memperbaiki diri. Sembari terus meningkatkan pengetahuan soal Islam.

Beberapa teman lainnya rupanya respek dengan ini. Mereka turut bantu saya untuk sedikit demi sedikit memberikan pengajaran soal agama.

Saya tak mengetahui kalau ada ustaz yang mendampingi sejauh ini. Mungkin karena ada kesungkanan, teman ini lebih nyaman belajar sedikit sedikit kepada teman yang sudah ia kenal sejak sekolah.

Seorang teman satu angkatan juga pernah telepon soal itu. Ia kebetulan bertetangga dengan tokoh utama dalam cerita ini. Alhamdulillah ia juga sudah memberikan sedikit banyak pengetahuan, bahkan mendatangkan guru agam sesekali kepadanya.

Yang jelas, masuk tidaknya seseorang ke dalam agama Islam adalah hidayah Allah swt. Manusia hanya berkehendak.

Sekarang yang mesti dilakukan adalah bersyukur dan terus memperbaiki diri menjadi lebih baik. Semoga teman yang mualaf tadi tetap dalam kebaikan dan keistikamahan. Selamat berpuasa. [Adian Saputra]

Foto pinjam dari sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun