Namun, mungkin karena tekanan keluarga atau lainnya, ia pamit ke Ibu Kota. Saya kemudian memberikan beberapa bekalan dan nomor telepon yang bisa ia hubungi jika mengalami kesulitan.
Sebulan lepas itu, saya kehilangan kontak. Cukup lama kami tidak berkorespondensi.
Soal keislaman teman tadi akhirnya banyak juga yang tahu. Awal-awal saya tidak begitu menanggapi pertanyaan teman-teman lain.
Namun, supaya tidak ada narasi yang negatif, saya jelaskan secara gamblang kepada teman yang lain. Mereka memakluminya dan bersyukur ada teman yang bisa membimbing saat syahadat dan kasih pelajaran keagamaan yang simpel.
Beberapa tahun kemudian kami bertemu lagi. Situasinya bersama teman yang lain.
Kemungkinan besar semua sudah pada tahu kalau teman ini sudah muslim. Ia juga cerita masih istikamah dengan keislaman dan masih menjaga salat lima waktunya. Alhamdulillah.
Ramadan tahun itu salah satu yang berharga buat saya. Mungkin itu yang dibilang berkah Ramadan.
Kami akhirnya mendoakan supaya teman ini bisa tetap dalam keislaman sebagai keyakinan yang dibawa sampai ujung usia. Sembari terus memperbaiki diri. Sembari terus meningkatkan pengetahuan soal Islam.
Beberapa teman lainnya rupanya respek dengan ini. Mereka turut bantu saya untuk sedikit demi sedikit memberikan pengajaran soal agama.
Saya tak mengetahui kalau ada ustaz yang mendampingi sejauh ini. Mungkin karena ada kesungkanan, teman ini lebih nyaman belajar sedikit sedikit kepada teman yang sudah ia kenal sejak sekolah.
Seorang teman satu angkatan juga pernah telepon soal itu. Ia kebetulan bertetangga dengan tokoh utama dalam cerita ini. Alhamdulillah ia juga sudah memberikan sedikit banyak pengetahuan, bahkan mendatangkan guru agam sesekali kepadanya.