Ada trauma luar biasa saat para penyintas ini bercerita kepada Hersey. Hersey dengan piawai mengemasnya dengan tulisan yang apik. Ini adalah feature yang bagus. Cara menulisnya apik, ceritanya juga ciamik.
Sebuah peristiwa yang baru lewat pun bisa diceritakan dengan deskripsi yang memikat. Untuk menulisnya pun tidak butuh waktu berbulan-bulan seperti kala Hersey menggarap "Hiroshima"-nya.
Sewaktu Presiden Amerika Serikat, John F Kennedy, ditembak mati, Jumat, 22 November 1963, publik Paman Sam gempar. Kennedy ini salah satu presiden yang paling ganteng, cerdas, flamboyan, dan punya daya tarik yang kuat. Kematian dalam kondisi tragis tentu menjadi bahan cerita yang menarik.
Waktu itu hampir semua pemberitaan relatif biasa. Biasa dalam artian penceritaan soal kematian Kennedy dari mereka yang dikenal publik.Â
Sampai kemudian ada jurnalis bernama Jimmy Breslin yang bekerja di New York Herald Tribune, menulis tentang ini juga. Bedanya, narasumber Breslin adalah penggali kubur di Arlington National Cemetery, tempat Kennedy dimakamkan.Â
Nama penggali kubur itu Clifton Pollard. Orang inilah yang dijadikan subjek utama oleh Breslin dalam tulisannya.Â
Jika para dosen jurnalisme di Amerika Serikat bicara karya jurnalisme tentang kematian orang besar dari sudut pandang orang kecil, karya ini acap dibicarakan. Â
Saya sering memberikan motivasi kepada peserta kelas pelatihan agar mereka bisa ambil studi magister jurnalisme di kampus besar di Amerika Serikat.Â
Saya bilang begini, kalau nanti dosen kamu bicara soal karya jurnalisme soal kematian Kennedy, dosen kamu itu akan sampaikan persis seperti apa yang saya katakan hari ini.Â
Feature Breslin ini juga apik. Tak panjang dan enak dibaca. Di sini kita belajar, kisah orang besar bisa diceritakan dari sudut pandang orang kecil.
Saya kutipkan beberapa alinea dan saya tulis miring. Oh iya, ketik saja di Google "Ini Sebuah Kehormatan Jimmy Breslin". Banyak blog yang memuat tulisan ini dalam bahasa Indonesia.