Kuliah mereka lancar. Tugas dikerjakan dengan baik. Hasil ujian pun bagus. Sempurna.
Balik ke soal tadi. Saya menilai, PMM, singkatan akrab buat program ini, cocok untuk akulturasi budaya. Dengan menginjakkan kaki di tanah orang, berinteraksi dengan warga setempat dan mahasiswa serta dosen, juga berinteraksi di sini, banyak keuntungan yang didapat.
Tentu saja para peserta PMM ini mendapat pengalaman yang luar biasa. Mereka mendapat teman baru, dosen baru, keluarga baru.Â
Mereka juga jadi memahami adat istiadat setempat, belajar langsung budaya setempat, sampai dengan mengapresiasi kultur setempat.
Cara mereka serius mempersiapkan drama Radin Inten II ini contohnya. Akulturasi budaya memang baik diinjeksi sedari dini. Khusus kepada mahasiswa, ini jadi bekalan yang baik. Terlebih akal budi mereka sudah terasah dan lebih siap menerima kebhinnekaan dalam ranah Nusantara.
Saya mengutip kompas.com, akulturasi budaya adalah perpaduan dua kebudayaan atau lebih yang saling memengaruhi, tanpa meninggalkan sifat asli adalah pengertian dari akulturasi.
Akulturasi budaya merupakan proses sosial yang melibatkan beberapa budaya di masyarakat. Proses akulturasi budaya di Indonesia telah berlangsung sejak dahulu.
Hingga kini hasil akulturasi budaya tersebut masih bisa dilihat dan dinikmati.
Wina Puspita Sari dan Menati Fajar Rizki dalam buku Komunikasi Lintas Budaya (2021), menjelaskan akulturasi budaya adalah bersatunya berbagai unsur kebudayaan yang berbeda dan membentuk kebudayaan baru, tanpa menghilangkan ciri khas budaya aslinya.
Adapun Koentjaraningrat mendefinisikan akulturasi budaya sebagai suatu proses, yakni ketika sekelompok orang dengan budaya tertentu menghadapi elemen budaya asing. Elemen tersebut akan diterima dan diproses menjadi budaya mereka tanpa menghilangkan budaya itu sendiri. Artikel lengkap di Kompas.com bisa dibaca di sini.
Jadi, ikhtiar PMM ini dalam ranah budaya cukup tepat. Apalagi menyaksikan sendiri bukti dari program ini pada malam penglepasan tempo hari.