warganet. Konten itu bisa diambil atau direkam sendiri oleh mereka maupun meneruskan dari bahan yang ada. Contohnya dari rekaman kamera CCTV.
Banyak kasus hukum terungkap yang diawali dengan unggahanKita bisa tahu ada pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo yang punya harta berlimpah awalnya juga dari netizen atau warganet. Diawali oleh kasus kekerasan oleh anak kandung Rafael, berimbas seperti sekarang.
Kita juga tahu ada pejabat Bea Cukai punya harta tak wajar dari "pencarian" warganet di dunia maya. Lewat unggahan-unggahan itu, kita bisa tahu masih banyak pejabat anak buahnya Sri Mulyani yang kaya raya.
Merujuk ke belakang, saat tsunami di Aceh tahun 2014, juga demikian. Rekaman video seorang warga biasa kemudian viral dan diambil MetroTV. Itulah gambar atau video pertama yang menggambarkan dahsyatnya tsunami Aceh.
Di Mumbai juga demikian, penyanderaan terhadap tamu hotel juga bisa dilihat lewat tayangan video seorang warga biasa.
Bill Kovach dan Tom Rosentiel dalam buku 9 Elemen Jurnalisme, awalnya tidak menulis soal tanggung jawab warganet ini. Namun, karena kian ke sini gerakan warganet masif dalam dunia maya, keduanya menulis buku khusus soal itu: Blur.Â
Jadilah sekarang dari 9 menjadi 10 elemen jurnalisme. Elemen ke-10 menyangkut soal tanggung jawab warga terhadap informasi.
Media massa kerap disebut sebagai pilar keempat demokrasi. Tiga yang sudah familer adalah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Media massa atau pers diklasifikasikan sebagai pilar keempat demokrasi karena menjaga demokrasi dengan baik.
Berita media massa adalah alat kontrol terhadap penguasa. Negara dalam hal ini. Dan semua bentuk kekuasaan dalam semua ranah. Karena media massa punya fungsi anjing penjaga itu, ia kemudian karib dengan sebutan pilar keempat demokrasi.
Kini, ruang media massa kita kebanyakan justru diambil dari informasi media sosial. Wartawan kalah cepat dengan warga biasa yang kebetulan merekam peristiwa.Â
Mengambil gambar sesuatu yang punya nilai berita. Kritis terhadap temuan mereka di lapangan.