Kalau mendidik itu tujuannya apa. Kalau membangun kedekatan dengan siswa itu bagaimana. Membangun pola komunikasi dengan wali murid itu bagaimana?
Setakat saya berkembang dari SD sampai sekarang, bagi saya semua guru saya itu ya penggerak. Jadi, sebelum Menteri Nadiem kasih advis itu kemudian dijadikan program, guru kita sejak dahulu memang sudah dididik demikian, Mas Menteri.
Kalau perihal bikin semacam kegiatan dengan tujuan proyek mewujudkan pelajar Pancasila, itu mah dari dulu sudah ada. Banyak sekolah bahkan dengan segala keterbatasan, bikin karnaval, bikin acara, bikin sendratari dengan tujuan itu.Â
Anak zaman dahulu barangkali lebih hafal nama-nama tarian, nama lagu, bahkan hafal luar kepala semuanya.
Sekarang? Itu yang mau dituju? Ya ketinggalan. Zaman Soeharto juga sudah demikian.
Maka itu, saya menyebut, program guru penggerak ini cermin kegagalan kementerian dan perguruan tinggi dalam menghasilkan guru yang sejati. Ia cermin dari kegagalan pendidikan kita menciptakan sosok guru yang "ideal".Â
Ibu saya seorang guru. Guru sekolah dasar. Pendidikan terakhirnya sarjana pendidikan. Itu pun baru kuliah dan selesai jelang ia pensiun.Â
Dulu lulusan PGRI. Ibu dan teman-temannya kreatif.
Ruang kelas ia sulap menjadi rapi jali. Karena pintar menjahit, meja guru dirampel bagus. Gorden jendela diganti tiap beberapa minggu sekali.Â
Di teras kelas dipasang tanaman hias yang tiap pagi dirawat siswa secara bergantian.
Istimewanya ibu, setiap pagi ia mengajak muridnya menghafal surat dalam Alquran dan beragam jenis selawat. Satu yang sering ia ceritakan selawat nariyah.